LI

3.3K 144 1
                                    

Aku terbangun saat jam menunjukkan pukul 3 dini hari,  Gina dan Arhan belum juga pulang. Semua pesan yang aku kirim pada Arhan, tidak juga dibalas.

"Semoga semuanya baik-baik aja ...."

Saat aku selesai menunaikan salat tahajud, suara mobil terdengar memasuki halaman rumah.

"Kami sudah pulang. Gina diperbolehkan rawat jalan," tulis pesan Arhan yang baru saja masuk ke ponselku.

Aku segera berlari ke pintu, hal serupa juga dilakukan bi Iyem.

Gina didorong masuk dengan kursi roda oleh Arhan. Selanjutnya, Arhan memintaku untuk mendorong kursi roda Gina ke kamarnya.

Sepanjang jalan ke kamar, aku mencoba berbicara dengan Gina, tapi Gina hanya diam saja.

"Terima kasih." Hanya itu kata-kata yang Gina ucapkan saat aku hendak pergi dari kamarnya.

Aku mengangguk sebelum Gina menutup pintu saat aku berbalik keluar kamarnya.

***

Makanan yang tidak diperbolehkan untuk Gina :
1. Semua makanan manis,
2. Permen
3. Daging berlemak
4. Roti.

"Tuan Arhan perhatian banget ya, Neng ...." ujar bi Iyem kagum saat aku dan bi Iyem membaca list yang tertempel di kulkas. Entah kapan Arhan menempelkannya.

"Jadi kita harus buat apa untuk Gina?" tanya Bi Iyem.

"Bubur?"

"Neng Gina gak suka bubur, kan?"

"Oh iya ...." Aku kembali berpikir. "Terus apa ya, Bi?  Saya bingung, takut salah ..."

"Untuk sarapan dan makanan Gina biar saya yang buat." Suara Arhan mengintrupsi percakapan aku dan bi Iyem. Kami kompak menoleh pada Arhan yang baru saja masuk ke dapur.

"Tuan gak kerja?" tanyaku spontan saat melihat Arhan muncul dengan tampilan kasual dengan kaos lengan panjang dan celana jeans klasik.

"Selama masa pemulihan Gina, saya cuti kerja," sahut Arhan. "Untungnya saya sudah dapat sekertaris baru dan beberapa pekerjaan bisa saya handle dari rumah."

Arhan  kemudian sibuk mengeluarkan bahan makanan dari kulkas.

"Kapan Tuan belanja ini semua?" tanya bi Iyem bingung.

"Semalam setelah pulang dari rumah sakit, saya langsung ke pasar induk."

"Masya Allah .... suami idaman." Aku pikir itu hanya terucap dalam benakku,  tapi sepertinya aku kebabalasan. Bi Iyem dan Arhan tiba-tiba menoleh ke arahku dengan wajah aneh.

"Kamu bilang apa tadi ?" tanya Arhan. Aku menggeleng cepat, syukurlah jika Arhan tidak mendengarnya.

Sial .... ada apa dengan mulutku. Berbeda dengan Arhan, Bi Iyem mesem-mesem mengodaku yang keceplosan.

"Memang Tuan Arhan suami idaman banget," bisik bi Iyem membuat wajahku seperti terbakar karena malu.  Beruntung Arhan sepertinya tidak terlalu jelas mendengar kalimat terakhirku itu.

"Oh ya Khayla, saya minta tolong kamu buat bantuin saya rawat Gina ya—"

"Tuan ... " Aku hendak menggeleng dan siapa memberikan alasan jika aku memiliki kerjaan yang tidak mungkin dilimpahkan pada bi Iyem. Aku tahu Gina pasti tidak suka ide Arhan itu.

"Semua tugas kamu akan saya alihkan pada pembantu part time yang akan datang setiap hari," sela Arhan yang sepertinya dapat membaca gelagatku yang hendak menolak.

"Tapi, Tuan ...."  Aku kehilangan kata-kata. Sial, aku tidak punya alasan lagi. Aku menunduk pasrah.

"Ini salah satu permintaan Gina juga ..." tambah Arhan yang spontan membuatku mengangkat kepala, mataku tanpa sengaja bertemu dengan mata Arhan.

Nikah Atau Potong Gaji ?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang