LIX

3K 136 2
                                    


"Jadi siapa pemenangnya?"

Aku mendengus keras. Baru juga keluar dari kamar, aku sudah langsung di sambut wajah menyebalkan Arhan.

"Dari semalam saya menunggu jawabannya. Sekarang kamu harus jawab," tambah Arhan sembari melipat tangan di dada.

Semalam, usai kepalaku sakit, aku buru-buru pergi ke kamar. Aku takut jika tiba-tiba pingsan dan beralasan ingin tidur.

"Sudah pasti mi buatan saya juaranya, kamu hanya tidak ingin membuat Arya sedih, kan?"

"Ha!" Aku spontan menghela napas keras, tidak habis pikir.

Memang benar masakan Arhan lebih cocok di lidahku, tapi ... setelah melihat sikap sombongnya, sepertinya aku harus memikirkan ulang.

Aku jelas tidak ingin Arhan jadi besar kepala.

"Kamu sakit, Ily? Gimana keadaan kamu sekarang?" tanya Gina yang baru saja datang ke ruang tengah. "Kata Kak Arya semalam kamu sakit ...."

"Eh?" Aku bingung. Kapan aku bilang sakit?  Kenapa Arya bisa tahu?

"Ayo jawab, siapa pemenangnya ..." kata Arhan tidak peduli obrolan antara aku dan Gina.

"Pemenang apa?" Gina balik bertanya. Aku menjelaskan cepat agar Gina tidak salah paham.

"Oh, jadi belum ada pemenangnya? Gimana kalo kita adakan ulang lomba memasak ..." seru Gina.

"Wah seru tuh!" sahut Arya yang baru saja datang. "Tapi kali ini Khayla harus ikut."

"Saya?" Aku kaget sendiri.

Arya mengangguk antusias. "Lomba memasak berpasangan. Saya dan Khayla ... Gina dan Arhan ...."

"Bi Iyem jurinya," tunjuk Arya pada bi Iyem yang baru saja lewat.

"Oke, setuju? Sip ..." sahut Arya sendiri. Tentu saja Arya dan Gina tidak peduli pada protes tidak setuju Arhan.

***

"Semua sudah siap?" seru pak Dadang yang ditunjuk sebagai pembawa acara masakan dadakan.

Lomba masak di adakan di halaman depan rumah yang cukup luas, meski terik matahari sesikit menyilaukan mata.

"Siap!" seru Arya dan Gina kompak.

Semangat Arya dan Gina berbanding terbalik dengan Arhan yang hanya mendengus, menghela napas panjang berkali-kali, nampak tidak bersemangat,

Arhan memutar bola mata malas saat menangkap basah aku melihat ekspresi malasnya.

"Dia kenapa sih ..." gumamku pelan. Tanpa sadar aku jadi merasa tidak bersemangat.

"Kenapa?" tanya Arya tiba-tiba.

Senyum lebar Arya membuatku merasa bersalah karena sudah cemberut. "Tidak ... cuma lagi bingung mau masak apa?"

Arya tersenyum lebar lalu berbisik pelan.

"Ide bagus!" senyum lebar seketika menghiasi wajahku. Ide Arya sangat cemerlang.

"Semua peserta siap?" seru Pak Dadang. "Dalam hitungan tiga, lomba dimulai ... satu, dua, tiga ...."

Aku dan Arya mulai fokus di bagian  masing-masing, Arya sibuk memotong sayur dan aku sibuk meracik bumbu.

"Tahu gak kenapa orang botak di sayang Allah?" tanya Arya tiba-tiba. "Tebak-tebakan ..."

"Karena apa ...?" Aku menggeleng menyerah.

"Karena selalu bercyukur ...."

Garing, tapi aku tertawa geli.

"Ada lagi ...." seru Arya. " Muka, muka apa yang besar?"

Nikah Atau Potong Gaji ?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang