"Ily ... coba sebutin makanan kesukaan lo?" tanya Prisil, setelah berhasil tiba-tiba menarik tanganku ke pentri kantor.
Aku mengernyit bingung menatap Prisil yang terlihat mengawatirkan sesuatu.
"Ayam ...." jawabku. "Emang kenapa—"
"Jawaban lo benar, tapi ...." sela Prisil sebelum aku sempat menyelesaikan kalimatku. Prisil kembali menatapku dengan penuh selidik. Tatapan Prisil membuatku merasa seperti penjahat yang tertangkap basah.
"Tingkah lo aneh hari ini ...." sambung Prisil.
"Lo kemarin gak makan atau minum apa-apa dari bos, kan?"
Seketika aku tertawa pelan. Biarku tebak sepertinya Prisil menyadari perubahanku hari ini. Prisil memang gadis yang sangat peka.
"Gue aman. Gue sadar kok. Dan gue gak tertular penyakit Arhan," sahutku lengkap.
Prisil kembali mengernyitkan keningnya, tatapan matanya masih penuh dengan kewaspadaan.
"Terus kenapa tiba-tiba lo kayak gini? Maksud gue, sejak kapan seorang Khayla bisa ngomong baik dengan Bos? Mana pake senyum lagi. Ini fiks bukan Khayla yang gue kenal. Siapa lo? Ngaku?!"
"Gue, Taylor Swift," sahutku asal.
Tanpa kuduga, Prisil tiba-tiba melonjak ke belakang, memasang benteng dengan tanganya menjaga jarak dariku. "Gue makin yakin kalo lo bukan Khayla. Sejak kapan Khayla suka Taylor Swift? Khayla cuma suka Qosidariah,"ujarnya.
Aku spontan terkekeh. "Cil, masa lo gak kenal sahabat lo sendiri sih? Ya kali gue bukan Khayla ... terus apa dong gue? Wonder women?"
"Apa buktinya kalo lo Khayla?" tuntun Prisil. "Harus bukti kongrit !"
Aku memutar bola mata malas. Berpikir sejenak sebelum ingat sebuah kata-kata sakti yang akan milikku.
"Gue benci Arhan sampe ke tulang."
"Khayla !" seru Prisil penuh gimik seolah dia baru saja menemuiku dari lubang anta branta. Prisik tersenyum lebar.
Sekarang, dia benar-benar yakin kalo aku Khayla. Prisil lantas menarik kursi yang berada di seberangku, mengambil snack yang tadi kubawa.
"So, apa yang buat lo berubah hari ini?" tanya Prisil.
"Rahasia. Gue bakal kasih tahu lo setelah selesai. Lo tahu sendiri kalo kantor ini tempat paling berbahaya. Bahkan tembok aja punya telinga."
"Ha?" Prisil bergumam bingung.
Aku memberi isyarat mata pada Prisil kalo di belakangnya ada seseorang yang menguping dari balik pintu. Aku berdeham pelan, saat Prisil menoleh dan mengerti isyaratku.
"Cil, lo tahu gak apa siksa neraka buat orang yang suka banget gibahin orang ...." Aku sengaja membesarkan suaraku.
Orang di balik pintu masih belum menyadari kalo aksinya sudah ketahuan. Dia masih setia menempelkan dirinya di belakang pintu.
"Hm, apa tuh?" Prisil menahan tawanya. Aku tersenyum jahil. Berjalan ke arah pintu.
"Entar di neraka, bakal di kasih makan daging bangkai," kataku sembari meraih gagang pintu dan menariknya dengan cepat, hingga tidak memberi jeda bagi sang penguping untuk kabur.
Aku tersenyum padanya, yang nyaris terjengkang jika saja tidak aku tahan lengannya.
Sebenarnya aku tidak mengenali siapa gadis ini, aku hanya tahu dia kalo dia satu karyawan yang sering sekali membahas soal Arhan. Mereka tergabung dalam klub pencinta Arhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Atau Potong Gaji ?!
ChickLit"Nikah atau potong gaji ?!" Pertanyaan yang terus Khayla dengar setiap kali bertemu bosnya, Arhan. Jika kalian berpikir, Arhan itu semacam om-om berperut buncit dengan wajah yang tak enak di pandang serta otak mesum yang menjijikkan. Kalian salah be...