LVII

2.9K 136 2
                                    

Entah bagaimana caranya, Arya berhasil menyakinkan Arhan untuk membiarkan aku memelihara anak kucing yang kuberi nama Molly.

"Sepertinya semenjak ada Molly, kamu jadi lupa punya sahabat di sini," gumam Gina membuatku terkekeh.

Semenjak ada Molly aku jadi semakin sering ke taman belakang untuk bermain dengan Molly.

"Saya jadi kesal sama Molly," tambah Gina, lalu ikut terkekeh dengaku.

Kehadiran Molly disambut hangat oleh semua orang, Gina dan bi Iyem yang semula takut kucing, perlahan mulai senangikut mengurus Molly bersama aku dan Arya.

"Tolong jangan berisik di sini, Molly sedang tidur. Dia harus cukup tidur biar cepat besar," ujar Arya menghentikan pembicaraan kami.

"Khayla, susu buat Molly masih banyak, kan?"

"Masih, Kak ..."

"Kalo makanannya?"

"Masih banyak. Tadi, Molly gak terlalu banyak makan. Makananya gak di abisi. Kayaknya dia lagi gak napsu makan. Apa sebaiknya kita kasih vitamin penambah napsu makan ya, Kak?"

"Iya tuh, kita harus kasih vitamin. Jangan sampe berat badan Molly turun satu ons pun."

"Oke, Kak. Nanti, setelah Molly bangun bakal saya kasih. Oh iya, terus jangan lupa buat—"

"Hello guys ... ada Gina di sini," sindiri Gina yang kali ini menghentikan percakapan aku dan Arhan.

Nyaris saja aku melupakan keberadaan Gina karena terlalu khawatir dengan kondisi Molly.

"Dek, jangan berisik ..." Arya mengingatkan Gina lagi. "Kita bicara di meja tengah aja yuk ..."

Bertepatan dengan itu, Arhan yang baru saja pulang kerja. Gina memaksa Arhan untuk bergabung sembari menikmati teh jahe dan biskut.

"Duh, enak banget ya jadi Molly banyak yang sayang," ucap Gina.

"Molly ?" tanya Arhan.

"Nama kucing kesayangan kak Arya dan Khayla. Akhir-akhir ini mereka sibuk banget ngurusin Molly," adu Gina yang langsung disambut tawa geli dari Arya.

"Kan kamu sendiri yang gak mau kakak perhatiin," sahut Arya. "Lagian sekarang saya dan Khayla, orang tua Molly."

"Orang tua Molly? Berarti kalian pasangan dong," sahut Gina asal.

Aku yang sedang menyeruput teh hangat, terbatuk-batuk karena kaget.

"Pelan-pelan minumnya, Khayla ..." kata Arya. "Minum air putih dulu ..."

Aku makin kaget saat melihat dua gelas putih ke arahku, gelas dari Arhan dan gelas dari Arya.

"Tidak, terima kasih. Saya bisa ambil sendiri ...." cicitku membuat dua gelas itu segera menjauh dari hadapanku.

Orang tua Molly ....

Aku meringgis malu mengingat itu semua, aku juga merasa
dajevu, kejadian di pesantren waktu itu.

"Aku dan Arhan orang tua Fizi..." batinku mengulang.

Aku melirik ke arah Arhan yang tidak sengaja melihat Arhan  mengepalkan tangannya dan tiba-tiba ...

Bruk ....

"Suara apa itu?" Arya segera bangkit. "Kayaknya itu suara dari taman belakang. Jangan-jangan kadang Molly jatuh ..."

Arya pergi, disusul aku, Gina dan Arhan di belakangnya. Saat sampai di taman, pemandangnya aku lihat berupa kadang Molly yang jatuh dan pintunya terbuka.

"Bunga mawar saya!" seru Arhan murka saat melihat Molly menjatuhkan dan merusak semua pot bunga mawar.

"Dasar kucing tidak tahu terima kasih!"

Nikah Atau Potong Gaji ?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang