"Punya kamu," sahut Arhan membuatku seketika melotot. Apa-apaan ini ? Apa otak Arhan kembali korslet lagi ?
"Tidak Tuan, jawaban saya tetap sama seperti dulu." Aku mengembalikan paper bag itu pada Arhan. Arhan menolak.
"Tuan jangan lakukan ini, Gina benar-benar mencintai Tuan."
"Maksud kamu apa?" tanya Arhan berlaga tidak paham dan bersikeras menyuruhku mengambil paper bag itu.
"Apa hubungan Gina dengan ini ?" tanyanya lagi. Aku memicingkan mata kesal. Kenapa dia berlagak tidak tahu?
"Saya tidak mau Tuan !" sahutku tegas.
"Kamu kenapa sih?" Arhan mengerang kesal.
"Tuan yang kenapa?" Geramku. "Saya tidak akan menerima lamaran Tuan!"
"Siapa yang ngelamar kamu?" sahut Arhan.
Aku mencibir, sepertinya Arhan punya bakat menjadi aktor. Wajah bingungnya sangat menyakinkan. Aku nyaris percaya.
"Saya cuma mau balikin cincin kamu."
"Ha? Balikin cincin?" Aku terkesiap sejenak lalu buru-buru membuka kotak beludru merah.
Aku tertegun saat melihat cincin di dalamnya. Itu cincin yang aku berikan pada bi Iyem. Cincinku !
***
"Sudah puas ketawanya?" sindirku pada Prisil yang tidak kunjung menyelesaikan tawanya.
"Gak bisa, Ily ... otak gue terus ngebayangi gimana wajah malu lo ...."
Aku menghela napas panjang. Bukan hanya Prisil, bahkan otakku pun sama, terus memutar kejadian malam itu.
"Saya dengar soal percakapan kalian tadi malam dan saya rasa ini kewajiban saya untuk membiayai semua pendidikan Fizi," tutur Arhan.
"Saya juga sudah membicarkan semua ini dengan bi Iyem dan bi Iyem ingin cincin kesayangan kamu dikembalikan."
Rasanya saat itu aku ingin pergi ke bulan saja.
"Gue malu ...." teriakku tertahan. Seharian gue berhasil menghindari Arhan, tapi bagaimana dengan besok, besok dan besoknya lagi?
"Arhan pasti ngejer lo teruskan buat ngasih cincinnya?"
Ini fakta buruk selanjutnya. Karena sangat malu, aku pergi begitu saja dan meninggalkan cincinku pada Arhan.
Alhasil, Arhan terus mencariku untuk memberikan cincin itu.
"Ya udah sih, Ily. Pura-pura lupa aja ...." saran Prisil.
Seharian aku berusaha melakukan saran Prisil. Namun, begitu melihat Arhan, bahkan melihat bayangannya saja, nyaliku ciut, aku malu sampai ke ubun-ubun.
"Sedang cosplay jadi pejabat? Susah sekali ditemui ..."
Aku tersentak melihat Arhan di ambang pintu penghubung antara taman belakang dan dapur. Arhan dan kursi rodanya menghalangi aksesku untuk kabur.
"Tuan, ada yang bisa saya bantu?" tanyaku berusaha bersikap senormal mungkin. "Biar saya ambilin sekarang ...." sambungku lagi.
"Mau ambil apa? Saya bahkan tidak bilang apa-apa," sindir Arhan. Arhan mengeluarkan kota belundru warna merah dari sakunya celananya.
"Dari kemarin saya mau kasih cincin kamu, tapi kamu berlagak seperti manusia paling sibuk sedunia," sindir Arhan tajam.
"Ini ambil cincin kamu ...." Arhan membuka kotak cincin itu.
Aku menunduk malu. Kapan ini segera berakhir ?"Buruan, Khayla!" seru Arhan yang jengah karena melihatku yang tanpa sadar berjalan seperti siput.
Gak sabar banget! batinku kesal. Aku segera mempercepat langkah dan mengambil cincin yang Arhan sodorkan.
Aku baru hendak mengucapkan terima kasih, tiba-tiba seruan heboh Fizi mengagetkanku.
"Mbok, Tuan ngelamar Kak Khayla !" teriaknya
***
"Neng Khayla kenapa?" bi Iyem tiba-tiba menangkupkan wajahku dengan kedua tangannya, ia menatapku lambat-lambat dengan raut wajah cemas.
"Neng Khayla harus istirahat ...." gumamnya.
Aku mengerjap bingung. Istirahat kenapa?
"Duduk sini, Neng. Biar bi Iyem buatin jamu buat Neng Khayla ...." ujarnya langsung mendudukkan aku di kursi sebelum aku sempat menjawab.
"Neng Khayla suka kencur same jahe, kan? Itu baik buat orang yang lagi sakit ...." ujar bi Iyem yang mulai sibuk mengupas jahe. Aku buru-buru menyusul bi Iyem.
"Bi, gak perlu. Saya gak sakit kok ..."
Bi Iyem kembali menatapku teliti. "Loh, tapi wajah Neng Khayla merah gitu? Kalo gak sakit, terus apa dong?"Aku refleks menangkup wajahku kaget. Bi Iyem bisa melihat rona merah pada wajahku? Bagaimana ini... aku tidak bisa mengontrol diriku sendiri.
"Gak kok, Bi ...." Segera aku mengalihkan wajah.
Sial, wajahku kembali menghangat setiap kali melihat cincin di jariku. Ini semua karena Arhan! Kenapa dia harus melakukan ini?
"Mbok, Tuan Arhan ngelamar Kak Khayla !" teriak Fizi sembari lari dari sana. Aku panik saat itu, tanpa pikir panjang langsung mengejar Fizi.
"Apa yang kamu dengar salah ...." ujarku, Fizi malah semakin bersemangat lari dariku. "Fizi ..."
Aku berusaha mengejar Fizi hingga lupa kebiasaanku yang tidak memperhatikan sekitar.
Klise, seperti para gadis cupu lainnya, aku jatuh tersungkur membentur kursi dan cincin di tanganku yang belum sempat terpasang, menggelinding, membentur kursi.
"Cincinnya penyok ...." Aku menatap nanar cincinku.
Fizi yang semula berlari, mendadak ikut mematung, lalu berlari kecil menghampiriku yang masih terpaku menatap cincin.
"Kak ...." panggil Fizi terdengar iba. Namun, aku tidak menyahut. Bukan bermaksud mengabaikan atau marah pada Fizi.
Aku hanya tidak menduga telah merusak cincin yang Bunda belikan.
Saat aku bergerak hendak mengambil cincin itu, Arhan sudah terlebih dahulu memungutnya. Arhan melihat dengan seksama, lalu memasukkan cincin itu kembali ke kotak belundru.
"Akan saya kembalikan setelah diperbaiki," katanya. Arhan kemudian meminta Fizi mengambilkannya selembar kertas.
Aku memperhatikan dalam diam, Arhan nampak sibuk melipat kertas, dari besar menjadi kecil, lalu menggulungnya, lalu jadi ...
"Cincin kertas?"
"Ini untuk menganti sementara cincin kamu yang sedang diperbaiki."
"Tuhkan, wajah Neng Khayla merah lagi !" seru bi Iyem menyadarkanku dari lamunan.
Aku memutuskan cepat untuk melepaskan cincin itu, sebelum bi Iyem melihatnya.
"Bi Iyem tahu kenapa wajah Neng Khayla merah padahal gak sakit," seru bi Iyem menatap jahil cincin kertas di jariku.
"Ini gak kayak yang Bi Iyem pikirin," sanggahku cepat.
"Emangnya apa yang bi Iyem pikirin?" Bi Iyem tersenyum jahil. "Bi Iyem paham kok ... kan bi Iyem juga pernah muda. Bi Iyem tahu kalo Neng Khayla lagi tengah jatuh cinta."
"Siapa yang jatuh cinta?" sanggahku cepat.
Bi Iyem tersenyum simpul. "Coba tanya ke hati Neng Khayla sendiri .... jatuh cinta atau tidak?"
***
Holla Guys ...Readers "NAPG" udah pada coblos belum nih?
Happy reading ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Atau Potong Gaji ?!
ChickLit"Nikah atau potong gaji ?!" Pertanyaan yang terus Khayla dengar setiap kali bertemu bosnya, Arhan. Jika kalian berpikir, Arhan itu semacam om-om berperut buncit dengan wajah yang tak enak di pandang serta otak mesum yang menjijikkan. Kalian salah be...