"Khayla dengarkan bunda dulu ...."
"Siapa Anda?" Khayla melangkah mundur saat Lasmi berusaha meraih putrinya itu.
Seketika Khayla seolah melihat Lasmi sebagai Arhan. Semua terasa sama. Kejadian malam itu terputar diingatan Khayla.
Lasmi terus maju untuk menahan langkah Khayla yang tersudut.
"Khayla, ini bunda ... bunda kamu." Lasmi menatap sedih Khayla yang nampak ketakutan melihatnya.
"Tolong, dengarkan bunda dulu. Kamu percaya pada bunda, kan?"
"Ya ..."
Lasmi hendak memeluk Khayla dan keterlenaan Lasmi itu digunakan dengan baik oleh Khayla. Khayla bergerak cepat untuk kabur dari Lasmi.
Khayla berhasil mengunci Lasmi dari luar.
"Dulu ya ... tapi, sekarang bahkan saya tidak tahu harus memanggil Anda siapa?"
"Anda dan Arhan, siapa kalian?"
"Khayla buka pintunya!" pekik Lasmi. "Kamu dalam bahaya, bunda mohon jangan pergi dari rumah."
"Maaf ...." suara Khayla bergetar. "Bunda ...."
Khayla pergi dari rumah setelah mengatakan kata itu. Perasaan gadis itu campur aduk, ia tidak tahu harus ke mana.
"Prisil tidak ada di rumah ...."
Khayla tertegun. Semua pesan dan panggilan teleponnya juga tidak kunjung dibalas Prisil.
"Apa kamu teman Prisil?" tanya wanita paru baya itu. Khayla mengangguk pelan. "Syukurlah ...."
Wanita paru baya itu tersenyum hangat membuat Khayla merasa bingung. "Saya senang Prisil memiliki seorang teman," katanya.
Setelahnya ibu Prisil menawarkan Khayla untuk masuk dan menunggu di dalam rumah.
Ini pertama kalinya, Khayla berkunjung ke rumah Prisil. Khayla merasa sedikit canggung sendirian di kamar Prisil.
"Siapa dia, Bu? Kenapa Ibu sangat senang?"
Khayla tidak sengaja mendengar percakapan diluar saat ia membuka sedikit pintu.
"Teman, Kakakmu."
"Sulit dipercaya. Sejak kapan kakak bisa punya teman? Dia bahkan tidak berubah setelah insiden—"
"Sayang, lebih baik kita tidak bahas itu lagi," sela wanita paru baya. "Semoga ini jadi awal baik untuk kakakmu."
***
"Dimana Gina!"
"Arhan!"
Belum sempat Arya mencerna kedatangan mendadak Arhan di apartemennya. Arhan langsung menerobos masuk ke dalam apartemennya.
"Apa-apaan ini!"
Arya segera menyusul langkah berantakan Arhan dan menahannya untuk tidak semakin membuat kacau apartemennya.
"Jangan karena dari kemarim gue bersikap baik sama lo, lo jadi seenak jidat ya!"
"Di mana Gina!" Arhan mengepal keras tangannya.
"Ngapai lo cariin adik gue? Lo belum puas buat dia nangis? Jangan lo pikir gue gak tahu apa yang sudah lo lakuin ke adik gue!"
"Di mana Gina!" Wajah Arhan memerah, separuh kesabarannya mulai habis.
Arya melihat jelas kilataan kemarahan pada mata Arhan dan bertanya-tanya apa yang terjadi sampai manusia dataar seperti Arhan menampakan emosinya.
"Gina gak ada di sini. Dia ke luar negeri buat jagain bokap gue," sahut Arya malas.
"Berhenti berbohong!"seru Arhan sengit. "Kamu bahkan tidak pergi ke luar negeri!"
"Apa maksud lo? Gue emang gak jadi ke sana bareng Gina karena Gina minta gue buat urusin keperluan bokap di sini dulu."
"Berhenti berbohong! Saya tahu kamu juga ikut terlibat dalam kejahatan ini, kan?!"
"Jangan bicara lo!" Arya langsung menarik kera baju Arhan. Arhan tidak bergeming, matanya masih memancarkan kemarahan yang membuat Arya bingung.
"Dari tadi gue diam karena gue masih mikirin Gina yang gak akan suka kalo liat cowok yang dia suka lebam karena tonjokan gue."
"Sekarang lo pergi dari tempat gue!"
Arhan tidak bergeming. "Saya akan pergi jika kamu bertahu saya di mana Gina sekarang!"
"Oke. Biar gue panggil polisi ke sini buat ngusir lo!"
"Tidak perlu repot-repot. Saya sudah membawa polisi ke sini." Dari luar lima polisi berseragam menerjang masuk..
Arya menatap bingung Arhan. "Apa yang lo mau?"
"Di mana Gina?"
"Dia ada di rumah sakit Singapura."
Arhan tersenyum miring. "Ternyata bukan hanya saya yang dia bohongi."
"Apa maksud lo?!" Arya menggeram kesal. Dia tidak akan bisa mengendalikan dirinya jika itu tentang adiknya.
"Gina, tidak ada di sana dan ayah kalian sedang berlibur ke Hawai."
Arhan menunjukkan semua bukti yang dia miliki pada Arya. Arya tertegun sesaat, berharap itu hanya kebohongan yang Arhan buat.
"Kasih tahu gue, kenapa lo nyariin Gina?"
"Karena Gina ..." Arhan mengepal keras tangannya. Gina tidak hanya berbohong padanya, tapi juga telah mengkhianatinya.
"Saya telah membantumu. Kamu berhutang budi dengan saya. Saya ingin kamu membayarnya ..."
"Apa yang bisa saya lakukan untuk membalas kebaikan kamu?"
"Katakan kalo kamu mencintai saya."
"Gina, kita sudah sering membahas ini ..." Arhan menghela napas panjang, setiap kali membahas perasaan, Arhan selalu merasa bersalah pada Gina.
"Hanya katakan saja. Saya tidak meminta kamu untuk benar-benar mencintai saya."
Arhan tertegun. Ia tidak bisa melakukannya.
"Katakan satu kali saya Arhan kalo kamu mencintai saya."
"Gina... saya tidak bisa."
Gina tersenyum miris. "Bahkan untuk sekedar mengatakannya saja kamu tidak bisa. Bagaimana bisa saya berharap memiliki hatimu ..."
"Maaf ...." Arhan beranjak pergi meninggalkan Gina yang masih duduk di taman belakang.
"Seharusnya Arhan hanya milik saya saja bukan milik Asyha," gumam Gina.
Langkah Arhan terhenti. Dari mana Gina tahu soal Asyha?
Setelah hari itu Arhan menyelidiki semua tentang Gina dan kemarin ia baru mendapatkan sebuah fakta menyakitkan kalo ....
"Itu gak mungkin!"
"Gina gak mungkin dalang di balik kecelakan lo." Arya menatap tajam Arhan.
"Saya di sini tidak untuk membuatmu percaya. Saya ke sini hanya ingin Khayla kembali!"
"Di mana Gina!"
"Gue gak akan diam aja kalo lo sampai nyakitin adik gue!"
"Dan saya tidak akan tinggal dia jika Gina sampai menyakiti istri saya!"
***
Happy reading...
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Atau Potong Gaji ?!
Literatura Feminina"Nikah atau potong gaji ?!" Pertanyaan yang terus Khayla dengar setiap kali bertemu bosnya, Arhan. Jika kalian berpikir, Arhan itu semacam om-om berperut buncit dengan wajah yang tak enak di pandang serta otak mesum yang menjijikkan. Kalian salah be...