XLII

3.6K 178 0
                                    


"Coba tanya ke hati Neng Khayla sendiri .... jatuh cinta atau tidak?"

Bunda selalu bilang, saat hati gelisah maka bangunlah di seperempat malam. Suasana yang tenang sangat cocok untuk mengadukan segalanya pada Sang Pencipta.

03.00 WIB

"Astagfirullah ...." Hatiku merasa tidak nyaman untuk alasan yang aku pun tidak tahu apa. Mimpi-mimpi aneh itu terus berdatangan memperburuk segalanya.

أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ

Langkahku melambat, samar-samar telingaku mendengar lantunan pelan surah yang Arhan bacakan. Aku membatin, Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?

وَوَضَعْنَا عَنكَ وِزْرَكَ

Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu. Aku memutuskan menghentikan langkahku untuk mendengar sampai selesai.

Sejak dulu aku memang sangat suka surah Al-Insyirah.

"Ya Allah, kenapa bisa pas gini?" Aku tersentuh saat Arhan melantunkan ayat ke 5-6.

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan ... Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

Tanpa sadar aku menitihkan air mata. Ada apa denganku?

***

Hari ini Fizi akan berangkat ke pesantren. Aku senang sekaligus sedih. Senang karena akhirnya keinginan Fizi terkabul dan sedih karena itu artinya aku kehilangan teman.

"Nanti di sana jangan nakal, jangan lupa makan teratur, belajar yang rajin, oke ...." nasihatku pada Fizi. Fizi mengangguk patuh.

"Kak Khayla mau liat Fizi pas pulang jadi ulama besar ...." Doaku.

Ini pertama kalinya aku melihat Fizi tidak menyembunyikan wajah lugunya. Bocah kecil itu tersenyum cerah. Sangat bahagia.

"Mbok, aku mondok dulu ya ...." Fizi memeluk bi Iyem yang berdiri terharu, berpamitan sebelum berlari-lari kecil ke mobil.

Aku menepi dari sana, pergi ke dapur. Air mataku turun tanpa bisa kutahan. Sekarang perasaan sedih sepenuhnya menguasaiku.

Aku tidak ingin suasana bahagia ini menjadi tangisan gara-gara aku.

"Dari pada nangis mending makan permen ...." Tiba-tiba sesuatu terjulur dari belakangku. Permen lolipop

"Siapa yang nangis?" elakku cepat. Dengan cepat aku segera menghapus kasar air mataku.

Arhan tersenyum miring. "Oke, saya percaya ...."

Itu terdengar seperti ejekan, kan? Aku mendengus kesal. "Terima kasih permennya !" ujarku dan berharap Arhan segera menjauh dariku.

"Kenapa masih di sini?" tanyaku frustasi melihat Arhan malah berdiam diri di sana.

"Saya akan pergi setelah saya berhasil menghibur kamu ..."

"Ha?" Aku kaget. Arhan berhasil membuatku makin terlihat aneh dan bodoh. Tegagap saat menangis. Apa ini ?

"Oke, biar saya yang pergi," putusku segera sebelum tangisku menguap menjadi marah.

Aku segera menghapus kasar air mata, pergi dari sana. Apa-apaan ini, Arhan bahkan tidak membiarkan aku puas menangis.

"Neng Khayla, biar Bapak kerjain sendiri saja ...." kata pak Dadang tiba-tiba saat aku baru hendak mengambil lap untuk membantunya mengelap mobil yang barusan selesai dicuci.

Biasanya, pak Dadang tidak keberatan saat aku dan Fizi membantunya mengelap mobil.

Ya, biasanya, setelah semua pekerjaanku selesai, aku dan Fizi sering membantu pak Dadang mencuci atau mengelap mobil.

"Loh gak papa, Pak ... saya bosen kalo gak ngapa-ngapain ...." Aku bersikeras.

Pak Dadang melirik ke arah pintu, lalu tersenyum canggung. "Duh, gak usah Neng ... Bapak gak enak sama tuan Arhan."

"Tuan Arhan?" Aku diam-diam mengikuti arah lirikan mata pak Dadang.

"Pak Dadang dari tadi liat, tuan di sana. Mungkin tuan nungguin Neng Khayla ...." bisik pak Dadang lalu memintaku untuk mendatangi Arhan yang masih di sana.

"Tuan ngikutin saya ya?" tudingku.

"Siapa?" Arhan berpura-pura tidak mengerti.

Saya akan pergi setelah saya berhasil menghibur kamu ... Bagaimana bisa aku lupa kalo Arhan manusia keras kepala. Jika dia sudah berkata A maka selamanya akan tetap A

"Oke, fine. Memangnya Tuan mau buat saya terhibur dengan cara apa?" tanyaku to the poin.

Arhan berpikir sejenak, sebelum senyum simpul terbit di wajahnya. "Gimana kalo KUA?"

KUA? Kantor urusan agama. Aku memutar bola mata malas. Sungguh ini lelucon yang sudah sangat basi.

"Apa Tuan pikir ini lucu? Saya bertanya serius dan Tuan-"

"Saya serius," sela Arhan.

Deg!

Apa ini? Kenapa hatiku tiba-tiba berdebar tidak karuan. Ada sensasi hangat meluap dari dadaku seperti ribuan kupu-kupu yang beterbangan di perutku. Perasaan apa ini?

"Khayla, ini bukan loh! Lo yang dulu sudah bisa denger Arhan ngajak nikah? Seharusnya lo marah atau kesal, hari ini juga harus gitu. Lo harus marah, Khayla !

Ayo marah!

"Tuan-"

"Kamu setuju, kan? Kita akan bahagia di KUA," sela Arhan lagi.

Dan lagi, aku merasa seperti ada getaran aneh mengalir di tubuhku. Suara Arhan membuatku seketika tersenyum dan mengangguk seperti robot yang korslet.

"Lo pembohong ! lo jatuh cinta!"

"Lo jatuh cinta !"

TIDAK! Ini pasti salah!

Pasti ini hanya mimpi! Ini bukan Khayla!

"Aku mau bangun dari mimpi buruk ini, tolong !"

***

Holla guys...

Btw makasih ya buat kali yang mau ngikutin cerita "NAPG?!"

Alhamdulillah, karena bantuan kalian para pembaca yang sering vote maupun para pembaca yang pemalu, cerita ini akhirnya masuk rangking 2 dari 19,3 Ribu dengan hastag hati.

Alhamdulillah, karena bantuan kalian para pembaca yang sering vote maupun para pembaca yang pemalu, cerita ini akhirnya masuk rangking 2 dari 19,3 Ribu dengan hastag hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pelukan hangat buat kalian semua, kalian adalah bagian dari perjuangan hebat ini. Thank you.

Seee yoouuu ....
Happy reading

Nikah Atau Potong Gaji ?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang