Tidak seperti biasanya, kali ini aku tidak akan menghindari Arhan. Aku akan menghadapi apa pun reaksi Arhan setelah membaca pesanku itu.
"Khayla, hari ini saya tidak ingin teh ..." kata Arhan memecah lamunku.
Arhan bersikap biasa saja. Dia memintaku membuatkan sarapan lalu ia mulai sibuk dengan laptopnya.
"Apa dia sudah membaca pesanku?" batinku bingung. Arhan sama sekali tidak memberikan reaksi apa pun seperti penolakan atau .... ah! sejujurnya, aku lebih takut akan penerimaan Arhan.
"Apa ada yang ingin kamu bicarakan?" ujar Arhan tiba-tiba. Pandanganya masih fokus pada layar laptop yang menyala.
Rasa kaget membuatku jadi berbicara kacau. "Ah, itu, tidak, hem, Tuan ..."
Arhan menghentikan pergerakan jarinya, lalu melihat dari balik laptopnya. "Apa?" tanyanya.
"Tidak, Tuan. Maaf jika menganggu ..." Aku menggeleng cepat lalu berbalik hendak pergi. Baru lima langkah, Arhan kembali memanggilku.
"Oh iya, semalam kamu kirim pesan ke saya, kan?" tanya Arhan
Hawa panas seketika langsung memenuhi tubuhku. Tengorokanku mendadak kering, dengan susah payah aku menelan ludahku sendiri. Aku mengangguk kaku.
"Saya-"
"Apa isi pesannya?" tanya Arhan kembali fokus pada layar laptopnya. Aku mengerjap, apa maksud Arhan? Apa dia tengah mengejekku atau apa?
"Ponsel saya rusak ketumpahan air minum pas saya mau buka pesan dari kamu," tambah Arhan menjelaskan.
"Serius Tuan?" Seketika mataku berbinar terang, sinarnya sepertinya dapat Arhan rasakan. Pria itu menoleh ke arahku dengan kening berkerut.
"Kenapa kamu terdengar sangat bahagia? Ada apa?" tanya Arhan curiga.
Aku tersenyum lebar, sangat lebar dari yang aku duga. Keberuntungan memihakku.
"Pesan tidak penting. Beruntung Tuan tidak membacanya."
"Karena ponsel saya diperbaiki, saya butuh ponsel baru secepatnya. Sehabis Isya, temani saya ke mall," kata Arhan.
"Kenapa harus saya, Tuan?" tanyaku spontan, tidak berniat menolak sebenarnya. Aku hanya terbiasa menanyakan banyak hal.
Arhan mengintip dari balik layar laptopnya dengan alis terangkat. "Menurut kamu siapa lagi yang bisa bantu saya soal ini?"
Aku mengangguk paham. Segera aku kembali ke dapur untuk membereskan peralatan masak sebelum bersiap untuk pergi.
"Cie ...." Bi Iyem tiba-tiba menyenggol lenganku. Karena terlalu fokus aku jadi tidak sadar akan keberadaan bi Iyem di sana. "Ada yang diajak jalani ...." godanya.
"Bantuin Tuan Arhan cari ponsel baru doang, Bi ..." sahutku.
"Cuma itu doang? Gak sekalian jalan-jalan?"
"Gaklah. Bi Iyem lupa, walau di rumah tuan Arhan masih aja curi waktu buat kerja. Dia super sibuk. Makanya butuh backup ponsel baru ...."
Bi Iyem tersenyum menggodaku. "Neng Khayla emang paling paham soal Tuan. Bi Iyem aja baru tahu kalo tuan Arhan sepekerja keras itu...."
"Kalo tuan Arhan belum punya tunangan, Bi Iyem orang pertama yang masuk kapal Neng Khayla dan tuan Arhan," kata bi Iyem polos.
Aku bertanya-tanya dari mana bi Iyem belajar istilah itu dan terkekeh geli.
***
Arhan memang tipe orang yang tahu apa yang dia mau dan butuhkan. Tidak sampai satu jam di dalam mall, Arhan sudah mendapatkan ponsel yang dia butuhkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Atau Potong Gaji ?!
Literatura Feminina"Nikah atau potong gaji ?!" Pertanyaan yang terus Khayla dengar setiap kali bertemu bosnya, Arhan. Jika kalian berpikir, Arhan itu semacam om-om berperut buncit dengan wajah yang tak enak di pandang serta otak mesum yang menjijikkan. Kalian salah be...