LVI

3.1K 126 2
                                    

"Gue rasa Arya lebih baik buat lo sukai ...." ujar Prisil tiba-tiba di seberang san, saat aku menceritakan sosok Arya padanya.

"Dia baik, perhatian dan sepertinya kalian punya banyak persamaan," tambah Prisil lagi.

Entahlah, aku memang sudah berjanji pada Prisil untuk melupakan soal perasaanku pada Arhan. Tapi, bukan berarti aku bisa langsung jatuh cinta, kan?

Arya memang sosok pria yang baik, hanya saja ... beberapa kelakukannya terkadang membuatku mengingat Arhan.  Kejadian malam itu salah satu di antaranya.

"Kak, kenapa teriak?"

"Eh? Kamu gak kesurupan?" Arya balik bertanya, aku menggeleng kuat.

Arya terlihat lega sesaat, sebelum ikut panik saat melihat lampu tengah rumah menyala terang

"Jangan-jangan itu Arhan!" gumamku panik.

"Buruan pergi dari sini, Kak. Kalo Arhan liat Kakak di sini, bisa runyam!"

"Tapi lewat mana? Kalo lewat pintukan harus ngelewatin ruang tengah ..."

Aku berdecak panik, berusaha untuk mencari jalan keluar.

"Ya udah, Kak Arya lewat balkon kamar saya saja. Terus loncat dari sana. Biar saya jaga pintu di luar," saranku.

Bukannya lega dengan ide yang aku temukan, Arya malah makin terlihat panik.

"S—saya gak berani lompat dari ketinggian. Saya takut ketinggian," katanya. Persis seperti Arhan yang takut ketinggian.

"Pasti sekarang lagi ngelamun, kan?" seru Prisil dari seberang sana. Aku terkekeh pelan, Prisil memang sangat tahu kebiasaanku yang satu ini.

"Ily, kebiasaan deh kalo di ajak ngomong malah sibuk ngelamun."

"Maaf ..."

"Tapi lo dengarkan gue ngomong apa?" sahut Prisil. Aku spontan mengangguk, meski tidak fokus ... aku mendengar semua yang Prisil katakan sendari tadi.

"Lo setujukan buka hati buat Arya? Obat ampuh move on itu jatuh cinta, Ily ...."

"Cil, untuk permintaan loh ini gue gak bisa ...." kataku akhirnya.

"Gue mau move on, tapi gak mau jatuh cinta. Kak Arya sudah gue anggap kayak kakak sendiri dan gue rasa, Kak Arya juga cuma anggap gue sebatas sahabat Gina dan mungkin adik untuknya."

"Tapi gue yakin Arya suka sama lo ... " sahut Prisil bersikeras. "Kali ini instuisi gue pasti benar, kita liat aja nanti ...."

***

"Neng Khayla kemana aja? Dari tadi bi Iyem cariin di kamar," tanya bi Iyem padaku yang baru saja selesai menyiram bunga di taman belakang.

Di taman belakang terdapat sepuluh pot bunga mawar putih yang berbaris rapih di sudut taman.

Khusus taman belakang, Arhan tidak memperbolehkan pak Rahmat yang merawat dan menjaganya tanaman itu. Semua bunga mawar yang ada di taman belakang, dirawat langsung oleh Arhan.

Setiap pagi sebelum pergi ke kantor, biasanya Arhan yang menyiram bunga. Bahkan saat sakit kemarin, Arhan tetap melakukan hal itu sendiri.

Namun, dua hari belakangan ini, Arhan kesulitan mengatur waktunya yang semakin tinggi.

Aku yang tidak tega melihat Arhan kerepotan sendiri, menawarkan dirri untuk membantu dan Arhan setuju.

Arhan memperbolehkanku menyiram dan merawat tanaman mawar putih miliknya selama beberapa hari kesibukannya.

"Memangnya ada apa, Bi?" tanyaku balik.

Bi Iyem tersenyum lalu segera menarik pelan lenganku ke dapur.

Nikah Atau Potong Gaji ?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang