Hola readers. Lama tidak bertemu. Selamat hari lebaran ya, mohon maaf kalau author ada salah dan cerita ini kurang memenuhi eskpetasi kalian.
𓂀
·:*¨༺ ♱⚔✮⚔♱ ༻¨*:·
°
~°~°~
"Stop it..." Ivy mencoba bergerak karena Snape terus memeluknya dari belakang dan sesekali mengecup pucuk kepalanya.
Mereka berada di atas sofa dekat dengan perapian yang hangat. Snape membacakan buku sejarah kerajaan Camelot seolah itu adalah sebuah dongeng yang romantis. "Why?"
"You're so clingy. I can't even move my arms." sebalnya.
Snape terkekeh kecil. "Benarkah? Maafkan aku." Pria itu akhirnya melonggarkan pelukannya. "Cuacanya dingin, aku ingin menjagamu agar tetap hangat."
"Kukira Profesor Snape juga sama dinginnya dengan Dungeon...achuh!" Ivy mengusap-usap hidungnya yang mulai memerah karena bersin lagi.
"Aku rasa sudah terlalu lama aku berada di Dungeon. Aku harus kembali ke asramaku-"
Tangannya digenggam oleh Snape. Seakan tidak rela gadis itu meninggalkannya. "Sebentar, aku akan membuatkanmu coklat panas."
Tidak sampai tiga menit, coklat itu datang melayang tersaji di atas meja. Ivy lekas mengambilnya.
"Kau tidak minum juga?"
Snape menggelengkan kepalanya. "Aku tidak terlalu suka coklat."
Ivy mengendikan bahunya dan melanjutkan minumnya sampai terbatuk. Tidak, ia bukan tersedak biasa. Namun karena sakit di perutnya yang habis terkena tikaman beberapa hari lalu.
Padahal sebelumnya ia yakin lukanya sudah sembuh hampir tidak berbekas. Tapi kenapa tiba-tiba rasanya kembali sakit.
"Careful darling, you can burning your tongue." Snape tampaknya tidak menyadari jika Ivy sedang kesakitan.
Ivy kembali tersedak dan terbatuk sampai harus meletakkan cangkirnya ke meja. Ingin menenangkannya, Snape dengan reflek mengusap punggung Ivy lalu mengambil sebuah sapu tangan dari balik kantongnya. Namun ia mengurungkan niatnya untuk mengelap bekas coklat yang bercecer di mulut gadis itu.
Daripada menggunakan sapu tangan, lebih baik dilakukan oleh bibirnya bukan? Snape menyeringai kecil dan langsung menempelkan bibirnya membuat Ivy merasa terkejut tetapi membiarkannya.
Snape mendorong gadis itu sampai terpojok di sofa sedangkan mulut mereka masih beradu. Perlahan rasa batuk itu mereda dan sedikit demi sedikit menghilang seiring dengan cumbuan Snape yang semakin intens.
"Feeling better?" desis Snape saat melepaskan ciumannya hingga tali salivanya menetes.
Gadis itupun mengangguk dua kali sebagai respon cepat. Snape tersenyum tipis, tangannya menggenggam Ivy kemudian merangkak naik ke atas sofa.
"Aku pikir aku bisa meminum coklat dengan cara seperti ini." kekeh Snape kecil lalu kembali menubrukkan bibir mereka, menjilati sisa-sisa rasa manis coklat yang bercampur dengan saliva.
Snape mengeratkan genggamannya pada sela-sela jari Ivy. Gadis itu tampak pasrah akan permainan ini. Dapat dirasakan bagian bawah Snape sudah berdiri tegak dari balik celana panjangnya. Jika saja jam dinding tidak berdenting, maka dipastikan mereka akan kembali melakukan adegan panas itu kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last HOME
FanfictionSemua berawal dari seorang gadis pengidap Heterochromia tak sengaja masuk ke dunia fantasi Harry Potter. Ivy terpaksa menjalani kehidupan barunya yang cukup merepotkan di sana. Seiring berjalan waktu, rasa cinta tumbuh dengan Professor killer Nomor...