- UPDATE SETIAP HARI KAMIS & JUM'AT
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Reza tiba di rumah Zuna, setelah dirinya sempat pulang ke rumah lebih dulu untuk mandi dan berganti pakaian. Ia bahkan membawa martabak telur, agar tidak membuat Zuna dan Diana kembali repot memasak bersama seperti tadi malam. Namun saat ia masuk ke rumah itu setelah dibukakan pintu, dirinya langsung ditarik ke meja makan oleh Diana dan diajak makan bersama. Ternyata Diana dan Zuna sudah selesai memasak lebih dulu sebelum ia datang. Martabak telur yang Reza bawa akan dijadikan cemilan sambil minum teh, saat nanti mereka mulai memeriksa isi dari loker yang disewa oleh Almarhum Helmi.
"Ayo, Za. Langsung sikat!" ajak Zuna, penuh semangat.
"Iya, Za. Itu aku masak ayam panggang sama sambal kecombrang. Makan yang banyak, Za. Biar kamu jadi gendut," tambah Diana, dari arah dapur.
Reza pun kini hanya bisa-bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Diana keluar dari dapur sambil membawa sebuah mangkuk berukuran besar yang masih beruap.
"Aku ... benar-benar berharap kalian enggak repot memasak seperti kemarin malam, saat sedang membeli martabak telur itu. Tapi ternyata kalian sudah ...."
"Za, kami ini sudah belasan tahun hidup sendiri. Jadi enggak mungkin kami tidak memasak saat sedang berada di rumah. Kalau kami beli makan di luar terus, kami tidak akan bisa beli rumah permanen seperti yang saat sedang kamu datangi. Jadi setidaknya kalau kami rajin memasak pada waktu makan malam dan sarapan pagi, kami hanya perlu keluar uang ketika pada waktu makan siang saja. Kami jadi lebih hemat, Za," jelas Diana, usai memotong komentar yang Reza berikan.
"Sekalian bisa nabung buat tambahan biaya nikah juga, bro," tambah Zuna, sangat enteng.
"Hah? Nabung buat biaya nikah? Calonmu sudah ada, Zu?" kaget Reza.
"Ada. Aku yakin Allah sudah menuliskan namanya dalam takdir hidupku. Tinggal ketemuannya saja yang belum," jawab Zuna.
"Atau sudah bertemu, Zu. Tapi kamunya belum diberi rasa untuk jatuh cinta lagi gara-gara trauma dengan hubungan yang lama," ralat Reza.
"Halah! Hubungan kandas dengan perempuan seperti Mita itu enggak perlu kamu jadikan bahan trauma, Zu. Kalau kamu akhirnya bertemu dengan wanita yang kamu rasa cocok dan pantas untuk jadi pendamping hidupmu, langsung gas saja. Bawa segera ke KUA dan nikahi. Enggak usah bertele-tele. Pacarannya setelah nikah saja, biar lebih romantis," saran Diana, berapi-api.
Reza dan Zuna yang baru saja akan menyuap makanan pun langsung menatap tak percaya ke arah Diana yang sedang menyajikan sup ayam ke atas meja makan. Apa yang Diana ucapkan barusan jelas membuat kedua pria itu merasa kaget. Karena setahu mereka, Diana selalu enggan membicarakan soal hubungan yang sampai menginjak ke arah pernikahan, akibat masih trauma dengan hubungan lamanya dengan Kalingga.
"Na ... kamu sehat, 'kan? Kok tumben membicarakan soal pernikahan, Na? Ada apa?" tanya Zuna, begitu berhati-hati.
"Aku mau menyelesaikan persoalan masa laluku, Zu, makanya aku membicarakan pernikahan. Kalau persoalan masa laluku sudah selesai, aku akan langsung menikah dengan seseorang jika dia mau menikah denganku," jawab Diana.
"Sama siapa? Bukan sama Beni, 'kan?" tanya Reza, tampak begitu kaget.
Tatapan Diana langsung menukik tajam ke arah Reza. Diana pun langsung melempar serbet yang tersampir di bahunya ke arah Reza, saat pria itu dengan entengnya menyebut nama Beni. Zuna terkikik geli karena tidak tahan melihat ekspresi Reza yang baru saja terkena serangan mendadak. Reza sendiri kini tampak mewaspadai gerakan Diana yang selanjutnya, karena Diana selalu saja melakukan gerakan-gerakan tidak terduga.
"Ngawur, kamu! Bisa-bisanya dari semua pria di dunia ini yang bisa aku nikahi, kamu malah menyebut nama Beni Sudiaji! Apakah kamu benar-benar tidak kreatif, ya? Padahal kamu itu Guru Kesenian loh, Za. Harusnya kamu kepikiran menyebut-nyebut nama salah satu aktor papan atas. Coba sebutlah nama lain. Angga Yunanda, misalnya," omel Diana.
"Heh! Kamu enggak cocok untuk Angga Yunanda, Na. Kamu terlalu baik buat dia," tegur Zuna, agar kesadaran Diana segera kembali.
Diana kini hanya bisa memajukan bibirnya beberapa sentimeter, setelah mendapat teguran dari Zuna agar tetap waras. Wanita itu kemudian duduk di samping Zuna dan mengambil piring yang sudah diisikan nasi oleh Zuna. Ia kini hanya tinggal mengambil lauk saja dan memulai makan malamnya bersama yang lain.
"Apakah persoalan masa lalu yang akan kamu selesaikan itu adalah persoalan masa lalu dengan Kalingga, Na?" tanya Reza.
"M-hm ... itu benar. Aku akan menyelesaikan persoalan masa lalu dengan Kalingga sekaligus menyeret Silmi dan Beni ke dalamnya. Makanya saat ini aku sedang bertingkah manis setiap kali berada di depan Beni. Aku mau dia merasa terbuai dan merasa punya jalan untuk bisa meraih aku. Padahal tanpa dia sadar, aku sedang menggelar karpet merah untuknya agar bisa terperosok ke dalam jurang yang pernah dia gali untukku dan Kalingga demi memisahkan kami berdua," jawab Diana.
Zuna mendengarkan semua itu dengan ekspresi yang begitu tenang dan justru tampak berpikir keras. Ia tahu betul bahwa Diana pasti mendapatkan informasi, sehingga kini kemarahannya mulai tersulut hingga membentuk sebuah rencana besar untuk Beni dan Silmi.
"Berarti kamu sudah mendengar sesuatu dari mulut Beni secara langsung, ya? Dia membicarakan soal yang pernah terjadi di antara kamu dan Kalingga dengan seseorang, sehingga kamu tahu kalau itu adalah rencana yang dibuat oleh Beni untuk memisahkan kamu dan Kalingga?" tebak Zuna.
"Ya. Kamu benar, Zu. Aku mendengarnya secara langsung saat dia sedang menelepon dan membicarakan itu dengan Silmi, Sang Aktris utama."
"Dan kamu langsung menahan diri untuk tidak mengumbar emosimu kepada Beni, Na?" Reza tampak takjub.
Zuna dan Reza dengan kompak bertepuk tangan, karena merasa tidak habis pikir dengan jalan pikiran Diana.
"Aku kalau berada di posisimu, pasti akan aku jambak langsung rambutnya Beni hingga tercabut, Na. Demi Allah," ujar Zuna.
"Aku juga kalau ada di posisimu pasti langsung mengamuk dan mencak-mencak, Na, karena sudah membuatku salah paham terhadap Kalingga selama belasan tahun. Demi Allah," tambah Reza.
Diana pun tersenyum sambil tetap fokus pada makanan yang sedang dihadapinya. Mendengar niatan Zuna dan Reza langsung membuatnya hatinya merasa tergelitik. Kedua pria itu selalu saja sibuk ingin menghiburnya. Seakan mereka takut kalau Diana akan melalui saat-saat yang sulit atau menyedihkan.
"Aku tidak suka marah pada apa yang sudah Allah takdirkan untukku. Aku lebih suka menghadapi, lalu menerima dengan lapang dada. Aku berniat menuntaskan masa lalu pun bukan karena ingin mengubah takdir yang terjadi di dalam hidupku. Aku hanya ingin ... terlepas," jelas Diana, apa adanya seperti yang ia inginkan.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Di Sekolah (SUDAH TERBIT)
Horror[COMPLETED] Kematian seorang Guru di SMP GENTAWIRA membawa Zuna dan Diana kembali ke sekolah lama mereka. Awalnya hanya Zuna yang ditugaskan untuk mengusut kematian Guru tersebut, karena Zuna adalah alumni di SMP GENTAWIRA. Diana--yang sebenarnya ad...