52 | Pesan Untuk Sekar

1.5K 136 6
                                    

- UPDATE SETIAP HARI KAMIS & JUM'AT
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Diana kembali meraih satu buah donat. Kali ini ia memilih rasa Katy Berry yang memiliki tampilan paling menarik--menurutnya. Lia kembali tersenyum saat melihat ekspresi Diana sekali lagi. Entah mengapa ia merasa ikut senang ketika melihat ekspresi di wajah Diana. Hal itu benar-benar sedang ia tanyakan dalam benaknya, dan sepertinya lama-kelamaan ia membutuhkan jawaban atas semua tanyanya mengenai Diana.

"Lalu setelah mendengar suara guntur berulang dan setelah kamu berdoa, apa yang kemudian terjadi?" tanya Diana.

Lia menarik nafas sejenak.

"Sekar melanjutkan pekerjaannya yang belum selesai, setelah dia mencoba menenangkan aku. Dia sedang membaca data para anggota OSIS yang akan dipilih untuk melakukan tugas-tugas tertentu. Aku sendiri masih menatap layar komputer saat itu. Tapi meski aku menatap layar komputer, beberapa kali secara tidak sengaja aku menangkap bayangan yang melintas dari luar, Na. Aku melihat bayangan itu melalui celah di bawah pintu ruang OSIS yang tertutup. Aku merasa ada yang sedang mengawasi ruang OSIS, tapi kemudian aku tidak berpikir macam-macam karena takut membuat Sekar tidak nyaman. Aku segera berpikir ... mungkin itu adalah cleaning service yang akan mulai membersihkan area sekolah. Dan setelah Sekar hilang, aku merasa seharusnya pada saat itu aku tidak berpikir positif. Mungkin pada saat itu kami memang sedang diawasi dan targetnya adalah Sekar. Seharusnya aku tidak meninggalkan Sekar. Mungkin dia tidak akan hilang jika ...."

"Ketika kamu akhirnya memutuskan untuk pulang ..." potong Diana dengan cepat.

Diana jelas tidak ingin Lia kembali menutup memorinya dengan rasa sesal. Maka dari itu ia segera memotong ucapannya dengan cepat, sebelum Lia kembali memenuhi pikirannya dengan sesal tak berujung.

"... adakah hal ganjil yang kamu lihat pada saat itu?"

Tatapan Lia kembali menerawang. Ia kembali menyelam dalam ingatan lama yang akhirnya terbuka.

"Aku pamit pulang pada Sekar. Sekar pun tersenyum padaku dan mengangguk. Dia lalu mengatakan, 'Iya, Kak. Pulang saja. Jangan sampai Kak Lia nanti kehujanan jika terlambat pulang'. Setelah itu, aku membalas senyumnya dan masih sempat membelai rambut panjangnya yang begitu lembut. Aku ingat sekali bagaimana harumnya rambut Sekar, karena posisi kami sangatlah dekat pada saat itu. Setelahnya, aku langsung membuka pintu ruang OSIS. Aku melangkah keluar dan kembali berbalik untuk menutup pintu itu lagi."

Kedua mata Lia mendadak membola.

"Dan ... dan ... dan pada saat itulah aku melihat sosok seseorang yang baru saja melangkah masuk ke kelas kosong di sebelah ruang OSIS, Na! Iya! Aku sekarang ingat, kalau saat itu ada seseorang yang aku lihat secara sepintas!"

"Oke, Lia. Tarik nafas," bimbing Diana.

Lia segera menarik nafasnya begitu dalam.

"Embuskan perlahan," lanjut Diana.

Lia kembali mematuhinya. Wanita itu mengulangi hal tersebut beberapa kali, sampai Diana memberinya tanda untuk berhenti.

"Bagus, Lia. Sangat bagus," puji Diana. "Ada seseorang yang kamu lihat, hm? Kamu lihat wajahnya?"

Lia pun menggelengkan kepala.

"Aku enggak lihat wajahnya, Na."

"Kalau ciri-ciri? Perawakannya, barangkali?"

"Dia memakai baju seragam yang sama seperti yang aku pakai. Bedanya, dia pakai celana dan aku memakai rok. Uhm ... dia tidak memakai jas almamater sekolah. Dia hanya memakai kemeja putih saja dan juga sepertinya masih memakai dasi, meski sangat berantakan. Kalau perawakannya, menurutku dia memiliki punggung yang tidak terlalu lebar dan agak sedikit bungkuk. Dia memakai sepatu bermerek dan tampaknya sepatu itu cukup mahal. Sepatu itu berwarna hitam, tapi memiliki dua garis tepian berwarna putih. Merek sepatunya adalah Steve Madden. Oh ya, dia juga terlihat memakai jam tangan berwarna hitam. Tapi, jam tangan itu tidak terletak ...."

"Tidak terletak di tangan kiri, tapi justru terletak di tangan kanan," potong Diana, sekali lagi.

Tatapan Diana dan Lia pun bertemu. Lia tampak begitu terkejut. Ia tidak menyangka kalau Diana bisa menebak kelanjutan ceritanya mengenai sosok yang sedang ia gambarkan.

"Ba--bagaimana kamu bisa tahu, Na?" tanya Lia, terbata-bata.

"Karena saat ini aku sudah tahu siapa orangnya, Li. Aku tahu siapa yang membuat Sekar menghilang tanpa jejak. Tapi aku butuh banyak bukti untuk bisa membuatnya jatuh ke dalam jurang dosanya sendiri. Maka dari itulah aku menemui kamu. Karena aku yakin, bahwa ada beberapa hal yang bisa kamu bagi padaku mengenai hari itu," jawab Diana, tidak berusaha menyembunyikan apa pun.

Pukul setengah enam, akhirnya Lia tiba di rumah. Diana sengaja mengantarnya, untuk memastikan bahwa Lia benar-benar pulang ke rumah setelah mengingat semua tentang masa lalu bersama Sekar. Ia tidak mau Lia merasa sendirian. Ia tidak mau Lia terus berkubang dalam rasa sesalnya.

"Jadi ... Sekar benar-benar sudah tiada sejak lama?" Lia ingin kembali memastikan.

Diana pun mengangguk. Lia tampak benar-benar merasa sedih usai tahu mengenai fakta itu. Kedua matanya tidak berhenti berkaca-kaca sejak tadi, meski ia terus berusaha menghalau agar airmata tidak menganak sungai di wajahnya. Diana segera membuka seat belt dan keluar dari mobil. Ia berjalan memutar untuk membukakan pintu bagi Lia, agar bisa turun dengan mudah. Lia beringsut pelan, lalu berdiri di hadapan Diana yang saat itu segera menutup kembali pintu mobilnya. Diana memeluknya dengan hangat, membiarkan Lia menangis untuk memecah kesedihan yang ditahannya sejak tadi.

"Sabar, Li. Bukan kamu penyebabnya. Berhentilah merasa menyesal atas apa yang terjadi pada Sekar. Kamu tidak tahu bahwa seseorang akan menyakiti Sekar pada saat itu. Kamu hanya manusia biasa, Li. Kamu tidak akan bisa mencegahnya meski kamu berusaha. Karena kejahatan orang itu memang sudah terencana. Dia akan melakukannya, sekalipun kamu tetap berada di sisi Sekar," ujar Diana.

Lia pun melepaskan pelukan Diana dan menatapnya. Ia menghapus airmatanya dan berusaha untuk kembali menenangkan diri.

"Ka--kamu bilang ... ka--kamu bisa melihat so--sosok Sekar? A--apa itu benar, Na?" Lia ingin tahu.

"Iya. Itu benar, Li. Aku bahkan tahu soal Sekar dan kasusnya pun adalah karena aku bertemu dengan sosoknya lebih dulu, bukan bertemu dengan Kakaknya yang bekerja menjadi Guru di SMP GENTAWIRA," Diana meyakinkan.

"Kalau begitu, boleh aku titip sesuatu untuk disampaikan pada Sekar, Na?"

Diana menatap Lia sejenak, lalu kemudian mengangguk untuk menyetujui keinginan wanita itu.

"Tentu saja boleh, Li. Katakan, kamu ingin aku menyampaikan apa kepada Sekar?"

Lia segera membuka tas tangan miliknya, lalu mengeluarkan sebuah gelang manik-manik berwarna biru muda.

"Ini, katakan pada Sekar kalau aku suka dengan hadiah yang dia berikan. Katakan padanya, bahwa aku masih menyimpan hadiah yang dia buat sendiri untukku. Dan ... katakan padanya bahwa aku sangat menyesal telah meninggalkannya sendirian. Andai aku bisa mengulang waktu, aku akan memilih tetap di sana agar bisa pulang bersama dengannya. Sampaikan hal itu padanya, Na. Aku mohon," pinta Lia, penuh harap.

* * *

Rahasia Di Sekolah (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang