- UPDATE SETIAP HARI KAMIS & JUM'AT
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Pukul tiga sore, akhirnya Diana tiba di kantor setelah berganti pakaian seragam seperti biasanya. Wanita itu jelas sudah ditunggu kedatangannya oleh Zuna, karena mereka berdua sama-sama akan memberi laporan kepada Septian. Septian meminta mereka duduk di tempat biasa, lalu menghadapi mereka setelah selesai menerima telepon.
"Bagaimana keadaannya, Bu Diana? Apakah kamu baik-baik saja, meski tadi harus menghadapi Bu Marti dan sempat terjatuh dari jendela Ruang Guru di SMP GENTAWIRA?" tanya Septian.
"Alhamdulillah keadaan saya baik-baik saja, Pak. Apa pun yang Bapak dengar dari Zuna saat melapor, sebaiknya tidak perlu ditanggapi berlebihan. Dia terkadang suka kelewatan panik karena terlalu merasa khawatir," jawab Diana, tampak begitu tenang.
Zuna kini hanya bisa melirik ke arah Diana, sambil menahan omelannya yang sudah berada di ujung mulut. Saat ini ia hanya bisa mengomel dalam hati, karena merasa tidak enak jika harus adu mulut dengan Diana di hadapan Septian.
"Kalau begitu sebaiknya kamu pulang lebih awal hari ini. Penyamaranmu sebagai Guru di SMP GENTAWIRA masih harus berjalan. Kita harus bisa menemukan hal yang disembunyikan oleh Rudi Herbowo, sehingga dia berani menghalang-halangi pihak kepolisian demi tidak mengusut kematian Helmi Rosadi. Maka dari itu, fokus saja pada tugas penyamaranmu. Berhenti sejenak berpenampilan seperti yang saat ini kami lihat, agar identitasmu tidak terbongkar," saran Septian.
"Saya paham soal itu, Pak Septian. Tapi melihat bagaimana tindakan Bu Marti di sekolah tadi, sepertinya saya dan Zuna harus melakukan sesuatu lebih dulu sebelum saya melanjutkan penyamaran besok. Kami harus membuat Bu Marti tenang, dengan cara memberinya penjelasan tentang siapa saya sebenarnya dan apa tujuan saya berada di SMP GENTAWIRA. Dengan begitu, saya akan merasa ikut tenang ketika menjalani tugas penyamaran sebagai Guru," ujar Diana, menyatakan keinginannya.
Septian pun menganggukkan kepalanya. Apa yang diinginkan oleh Diana jelas ada benarnya. Mereka harus membuat Marti tenang lebih dulu, jika ingin melanjutkan penyelidikan tanpa diketahui melalui penyamaran yang Diana lakukan.
"Kalau begitu pergilah sekarang juga ke rumah Bu Marti bersama Pak Zuna. Tapi ingat ... wajahmu jangan sampai terlihat, begitu pula dengan nama yang tercantum pada baju seragammu itu. Kamu paham, 'kan?"
"Iya, Pak. Saya paham," jawab Diana.
Setelah keluar dari ruangan milik Septian, Diana pun segera menggunakan masker untuk menutup wajahnya dan mengenakan jaket untuk menutup baju seragamnya. Mereka akan pergi menggunakan mobil milik Zuna, karena mobil milik Diana sudah disimpan di rumahnya setelah pulang dari SMP GENTAWIRA. Zuna menyetir dengan kecepatan sedang. Hal itu dilakukan untuk menghindari adanya orang-orang tertentu yang kemungkinan mencoba mengikuti mobil miliknya. Bisa saja Rudi mencoba untuk memata-matai Zuna, setelah mereka berdebat cukup sengit di SMP GENTAWIRA, kemarin. Keberadaan Diana di sisi Zuna kali itu tidak boleh sampai terlihat oleh siapa pun, agar penyamaran Diana nantinya tetap aman.
"Rudi, Beni, ataupun Mita tampaknya menjalani hidup yang santai-santai saja, setelah peristiwa kematian Helmi terjadi. Lihatlah story WhatsApp mereka. Mereka sangat menikmati hidup, seakan tidak pernah terjadi apa pun," ujar Diana.
"Kamu saja yang lihat. Kalau memang aku akan melihat story WhatsApp mereka, paling story WhatsApp Beni dan Rudi yang akan kuperhatikan," sahut Zuna.
Diana pun tersenyum saat mendengar hal itu.
"Kenapa? Kamu takut kembali tertarik untuk menjadi bagian hidupnya Mita?" tebak Diana.
"Sudah jelas aku tidak akan pernah tertarik untuk menjadi bagian hidupnya, Na. Aku tidak ingin melihat story WhatsApp-nya karena tidak ingin tahu seluk-beluk kehidupan Mita. Bagiku hal itu sama sekali tidak penting, Na," jelas Zuna.
"Tapi kamu malah sering sekali melihat story WhatsApp aku yang isinya jauh lebih tidak penting, Zu. Tadi aku mengambil foto pot tanaman yang ada di SMP GENTAWIRA sebelum pulang dan menjadikannya story WhatsApp. Eh ... kamu ternyata ikut melihat story tidak penting yang aku unggah."
"Itu karena aku salah fokus sama bunga yang kamu foto tadi. Bunganya cantik. Persis seperti yang mengambil fotonya."
Diana pun langsung memutar kedua bola matanya.
"Mulai lagi gombalan gilamu, Zu. Duh ... aku mendadak kenyang gara-gara menerima gombalanmu itu," ungkap Diana.
Zuna pun terkekeh senang, saat melihat ekspresi Diana yang selalu sama ketika dirinya sedang menggombal. Memakai masker ataupun tidak, Zuna akan selalu tahu kalau Diana pasti tersenyum meski merasa sebal dengan kalimat gombal yang ia ucapkan. Mobil itu akhirnya berhenti di depan sebuah rumah yang masih terikat sebuah bendera kuning pada ujung pagarnya. Zuna dan Diana turun dari mobil, lalu langsung beranjak menuju pintu rumah tersebut. Zuna mengetuk pintunya beberapa kali, hingga Marti membukakan pintu dan mempersilakan mereka untuk masuk. Setelah pintu rumah itu tertutup dan terkunci, Diana pun segera membuka jaket beserta maskernya di hadapan Marti. Marti tampak sangat terkejut karena harus berhadapan lagi dengan Diana hari itu, namun dalam keadaan yang berbeda.
"Ka--kamu, Polisi?" tanya Marti, terbata-bata.
"Iya, Bu Marti. Benar sekali. Saya adalah Polisi yang ditugaskan untuk menyamar menjadi Guru di SMP GENTAWIRA, setelah Kepala Sekolah di SMP tersebut menghalang-halangi penyelidikan dari pihak kepolisian. Kami sedang berusaha mencari tahu soal apa yang disembunyikan oleh Bapak Rudi Herbowo, sehingga dia merasa sangat takut jika Polisi sampai melakukan penyelidikan atas kematian Suami Ibu, yaitu Almarhum Bapak Helmi. Kebetulan, saya adalah orang yang bisa beradaptasi dengan mudah di dekat Bapak Rudi. Karena saya dan rekan saya ini dulunya adalah teman sekelas dari Bapak Rudi dan Almarhum Suami Ibu," jawab Diana.
Marti pun langsung terduduk lemas di tempatnya, setelah mendengar penjelasan dari Diana. Ia benar-benar menyesal karena telah bertindak terlalu jauh sampai mendorong Diana keluar dari jendela Ruang Guru, siang tadi.
"Maafkan saya," mohon Marti dengan kedua mata berkaca-kaca. "Saya tidak tahu kalau Polisi masih tetap berusaha ingin mengusut kematian Suamiku. Maaf, karena saya sudah bertindak begitu buruk kepadamu tadi siang. Maaf karena saya memaki dan bahkan menyakitimu, hingga hampir saja jatuh dari jendela itu. Maaf."
Diana segera merangkul Marti untuk membuatnya tenang. Zuna tidak mengatakan apa-apa, karena saat ini dirinya lebih ingin meredam rasa kesalnya atas apa yang terjadi pada Diana siang tadi. Ia masih belum bisa melupakan hal tersebut. Namun sebisa mungkin ia tidak akan mengungkitnya lagi.
"Tidak perlu meminta maaf, Bu Marti. Kami juga yang salah karena tidak memberi tahu pada Bu Marti tentang rencana yang kami jalankan untuk dapat mengusut kasus kematian Almarhum Suami Ibu. Sekarang, kami berharap bahwa Bu Marti akan merasa jauh lebih tenang, setelah tahu tentang siapa aku sebenarnya," harap Diana.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Di Sekolah (SUDAH TERBIT)
Horror[COMPLETED] Kematian seorang Guru di SMP GENTAWIRA membawa Zuna dan Diana kembali ke sekolah lama mereka. Awalnya hanya Zuna yang ditugaskan untuk mengusut kematian Guru tersebut, karena Zuna adalah alumni di SMP GENTAWIRA. Diana--yang sebenarnya ad...