15 | Menebar Perlawanan

2.1K 168 23
                                    

- UPDATE SETIAP HARI KAMIS & JUM'AT
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Kalingga menatap ke arah jalanan dan bisa melihat, kalau Diana saat ini sedang berjalan bersama Reza. Kalingga tahu kalau Reza adalah salah satu Guru di SMP GENTAWIRA, karena beberapa kali dirinya pernah membetulkan motor milik Reza jika sedang mogok saat akan pulang dari sekolah. Ia tahu kalau tadi Zuna pergi lebih awal, karena Zuna sempat berlari sendirian menuju mobilnya saat jam makan siang berlangsung. Kalingga sungguh tidak menyangka kalau Diana akan kembali ke sekolah bersama Reza. Karena setahunya, Diana dulu kurang bisa bersosialisasi dengan mudah terutama dengan orang yang baru dikenal.

"Diana," panggil Kalingga.

Sumardi mendengar suara Kalingga memanggil Diana, sehingga membuatnya segera berhenti meminum kopi dan beranjak menuju pintu bengkel. Diana terpaksa berhenti dan menatap ke arah Kalingga ketika laki-laki itu memanggilnya. Reza merasa sedikit heran, karena ternyata Kalingga juga mengenal siapa Diana.

"Apa?" sahut Diana, datar dan dingin.

"Ke mana Zuna? Kenapa kamu kembali ke sekolah bersama orang lain yang belum kamu kenal?" tanya Kalingga.

Reza mengerenyitkan keningnya selama beberapa saat, ketika mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Kalingga. Diana sendiri saat ini mendadak tertawa sinis.

"Apa katamu? Orang yang belum aku kenal? Dia rekan kerjaku, kami sesama Guru di SMP GENTAWIRA. Aku yakin kamu tahu akan hal itu, karena dia pasti sering melintas di depan bengkelmu ini. Lagi pula, apa urusannya denganmu saat aku pergi dengan siapa dan kembali dengan siapa? Kamu itu siapa? Kenapa mau mengatur-atur kehidupanku?" Diana balas bertanya dengan lebih tajam.

Kalingga berkacak pinggang sambil menghela nafasnya.

"Dengar, Diana. Aku tahu, bahwa aku bersalah sama kamu dimasa lalu. Tapi bukan berarti kamu bisa ...."

"Oh ... kamu sadar kalau sudah berbuat salah padaku?" potong Diana dengan cepat. "Baguslah kalau begitu. Itu tandanya kamu adalah orang yang cukup tahu diri. Selamat, kamu berhasil menghancurkan perasaanku belasan tahun lalu tepat tiga hari setelah Papaku meninggal dunia, Kalingga. Aku kembali ke sini waktu itu untuk membicarakan kemungkinan padamu kalau aku akan kembali tinggal di kota ini, setelah aku tidak lagi punya siapa-siapa. Tapi yang aku dapatkan hari itu adalah pelukan kemesraanmu dengan Silmi. Aku menjaga perasaanmu meski kita jauh, tapi kamu malah berkhianat dan menghancurkan perasaanku. Terima kasih. Aku enggak akan pernah lupa."

Diana kemudian berbalik dan langsung menarik lengan Reza, agar tidak perlu lama-lama berada di hadapan Kalingga. Reza menurut saja ketika Diana menarik lengannya tanpa aba-aba. Kalingga sendiri kini hanya bisa berdiri dengan segenap sesal di dalam hatinya, saat tahu kalau kembalinya Diana belasan tahun lalu adalah ketika wanita itu baru saja kehilangan Ayahnya. Sumardi mendekat dan berusaha membujuk Kalingga untuk berhenti mengejar Diana. Sumardi kini paham, bahwa Diana sudah terlalu merasa sakit jika harus kembali ke sisi Kalingga. Semuanya terlalu membekas bagi Diana dan sangat sulit untuk hilang.

Diana melepaskan lengan Reza ketika mereka tiba di gerbang SMP GENTAWIRA. Ia tidak mau ada orang yang salah paham, jika sampai melihat dirinya memegang lengan pria itu. Reza bukanlah Zuna yang bisa bebas Diana gandeng kapan saja ia butuhkan. Dia adalah orang lain yang baru Diana kenal beberapa jam lalu.

"Maaf, soal lenganmu yang aku tarik begitu saja tanpa izin. Insya Allah itu tidak akan kuulangi," janji Diana.

"Tidak masalah. Jangan terlalu dipikirkan. Kalau aku ada di posisi kamu tadi, aku jelas akan melakukan hal yang sama karena tidak ingin kamu mendengar hal yang lebih buruk. Aku paham kalau kamu tidak ingin aku terjebak dengan masalah masa lalumu dengan orang tadi," ujar Reza.

"Terima kasih atas pengertiannya," ucap Diana.

"Sama-sama. Uhm ... apakah Zuna tahu tentang masalahmu dengan dia?"

"Ya, Zuna tahu. Zuna tahu semua hal tentangku tanpa terkecuali."

Reza melihat sekilas kalau Beni saat ini sedang mengawasinya ketika bersama dengan Diana.

"Dan apakah kamu tahu kalau ada orang lain selain laki-laki tadi, yang tampaknya menginginkan kamu agar bisa menjadi miliknya?"

Diana langsung melirik ke arah jendela Ruang Guru dan mendapati kalau Beni sedang memperhatikan mereka berdua.

"Ya, aku tahu. Hanya aku berpura-pura saja tidak tahu. Zuna bilang, berpura-pura tidak tahu akan membuatku jauh dari masalah dan tidak akan menjadi sasaran balas dendam, jika sekiranya aku akan menolak perasaan orang yang menyukaiku. Dia akan memaklumi jika aku menolak, karena aku berpura-pura tidak tahu soal perasaannya," jawab Diana.

"Mm ... Zuna tampaknya memang panutan yang sangat tepat untuk membimbing kamu. Dia jelas tahu bagaimana caranya membuatmu bisa melindungi diri sendiri, ketika dia tidak sedang berada di sekitarmu. Dia hebat. Seandainya Adiknya masih hidup, maka dia akan bangga karena memiliki Kakak seperti dirinya," nilai Reza.

"Oh ... mungkin akan ada sedikit hal yang perlu diubah dari penilaian itu. Jika Adiknya masih hidup, maka dia akan sering mengomel tentang betapa menyebalkannya Zuna setiap kali sudah mulai berceramah," ralat Diana.

Sosok Sekar terlihat lagi oleh Diana. Kali ini sosok itu melayang di antara dirinya dan Reza seraya tersenyum begitu bahagia, ketika menatap ke arah Diana. Diana juga tersenyum sebentar, lalu kembali memasang wajah datar karena akan bertemu lagi dengan Mita di Ruang Guru. Sayangnya, wajah penuh senyum dari sosok Sekar mendadak berubah penuh kemarahan ketika mereka tiba di Ruang Guru. Diana pun menyadari bahwa saat itu ada Beni dan Rudi di sana, sehingga dirinya kembali mencoba menerka-nerka, siapa di antara kedua laki-laki itu yang berhasil memicu kemarahan Sekar hanya dengan melihat keberadaannya.

"Bu Diana? Bu Diana? Ibu baik-baik saja?" tanya Reza, sambil melambai-lambaikan tangannya di hadapan wajah Diana.

Diana tersadar dari lamunannya, sementara Reza mendadak khawatir karena Diana mendadak melamun sambil menatap ke arah Rudi dan Beni.

"Ada apa, Bu Diana? Apakah terjadi sesuatu?" tanya Rudi, terlihat ikut khawatir.

"Oh ... tidak, Pak Rudi. Bukan apa-apa. Aku hanya sedikit merasa lelah, karena baru saja tahu satu kebenaran yang disembunyikan oleh seorang pembohong," jawab Diana, sambil melirik ke arah Mita.

Mita balas menatap ke arah Diana, lalu dengan segera beranjak dari kursinya dan keluar menuju kelas yang harus diajarnya. Diana berbalik dan menatap sengit ke arah Mita yang terus berjalan menjauh.

"Pastikan semua siswa dan siswi yang kamu ajar tidak akan menyimpan kebohongan, seperti bagaimana kamu menyimpan kebohongan tentang yang pernah Zuna alami selama ini!" tegas Diana.

Mita pun berhenti mendadak di tempatnya setelah mendengar peringatan itu. Seharusnya ia berbalik untuk menantang Diana. Namun ia sadar, bahwa dirinya hanya akan mengalami kekalahan yang telak jika sampai balas menantangnya. Maka dari itulah ia bergegas melanjutkan langkahnya.

* * *

SAMPAI JUMPA MINGGU DEPAN 🥰

Rahasia Di Sekolah (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang