- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Reza menerima telepon dari Zuna dan mendengarkan aba-aba. Ia tahu persis bahwa waktu baginya sudah tiba, karena penggeledahan di ruang khusus jenazah kemungkinan telah berhasil dilakukan. Ia pun segera mengingat arahan yang Diana beri melalui pesan, kemudian berusaha menjalani peranan selanjutnya.
"Be--benarkah? Jasad Adik saya akhirnya ditemukan, Pak Septian?" tanya Reza, meski sambungan telepon dengan Zuna sudah terputus.
Rudi dan Diana pun kompak menatap ke arah Reza, ketika mendengar pertanyaan yang diajukan oleh pria itu pada lawan bicaranya di telepon. Diana jelas sudah tahu kalau itu adalah akting. Sementara Rudi justru merasa kaget, karena ia baru tahu kalau Reza sedang berurusan dengan Polisi dalam pencarian jasad Adiknya.
"Apakah Bapak yakin, bahwa jasad itu adalah jasad Adik saya? Bapak yakin, kalau akhirnya Adik saya ditemukan dalam keadaan tidak lagi bernyawa?"
Reza berupaya menahan perasaan sedih sungguhan yang menggelenyar di dalam dadanya. Hal itu membuat Diana segera mendekat padanya, lalu menepuk-nepuk punggung Reza untuk kembali menguatkan perasaan pria itu.
"Baiklah kalau Bapak memang yakin bahwa itu adalah jasad Adik saya. Sekarang katakan, di mana saya bisa bertemu Bapak untuk melihat jasad Adik saya?"
Reza langsung mengerenyitkan keningnya, sehingga ekspresinya saat itu bisa terlihat jelas oleh Diana maupun Rudi.
"Rumah Sakit Bina Husada Prima? Bapak, yakin?"
Rudi mulai merasa tegang. Ia penasaran dengan fakta yang sama sekali tidak diketahuinya tersebut, mengenai kehidupan Reza. Sekarang ia harus merasa terkejut, karena ternyata jasad yang tengah dicari oleh Reza ada di rumah sakit di bawah kepemimpinan Ibunya. Ia jadi ingin ikut segera tahu mengenai jasad yang sedang dibicarakan itu.
"Saya saat ini ada di Rumah Sakit Bina Husada Prima, Pak Septian. Saya ada di ruang perawatan VVIP, karena atasan saya di SMP GENTAWIRA sedang sakit dan saya di sini sedang menjaga Beliau bersama ...."
Reza tidak melanjutkan kalimatnya, namun justru langsung menatap ke arah Rudi begitu tajam. Diana langsung memasang wajah heran atas perubahan ekspresi Reza saat itu, demi melanjutkan aktingnya yang masih berjalan. Rudi sendiri tampak bingung, karena baru kali ini Reza berani menatapnya dengan tajam tanpa alasan.
"Baik, Pak Septian. Saya akan tetap di sini sampai Bapak tiba."
Reza segera menyimpan ponselnya ke dalam saku celana. Tatap tajamnya ke arah Rudi sama sekali belum berakhir, sehingga Rudi merasa tegang dan bingung pada saat bersamaan. Reza saat itu terlihat seperti sangat siap untuk menerkam Rudi, membuat Diana terus memberikan tanda pada Reza melalui tepukan di pundak, agar Reza kembali mengendalikan dirinya.
"Ada apa, Pak Reza? Kenapa Bapak menatap tajam seperti itu ke arahku setelah bicara dengan Polisi di telepon? Apakah ada sesuatu yang tidak baik untuk didengar?" tanya Rudi, mencoba memastikan.
"Tutup mulutmu, Rudi. Tutup saja mulutmu," geram Reza, terus berusaha menahan diri.
Pintu ruang perawatan VVIP itu terbuka tak lama kemudian. Septian masuk bersama Zuna yang terlihat membawa dua buah kardus. Rudi jelas langsung mengenali kedua kardus tersebut, karena ia adalah orang yang menyimpan semua hal buruk yang menyangkut dengan Sekar maupun Helmi di dalamnya. Tubuh Rudi langsung mengalami gemetar yang hebat. Wajahnya memucat tak karuan, saat menyadari satu hal pasti yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Tatapnya kembali ke arah Reza, sementara pikirannya tertuju pada jasad Sekar yang selama ini ia simpan sebagai kenang-kenangan.
Rosna ikut masuk ke dalam ruang perawatan tersebut. Ia tetap ingin mendampingi Rudi, meski tahu bahwa Rudi tidak akan punya kesempatan untuk lolos. Namun langkahnya tertahan oleh dua orang Polisi yang telah diminta untuk menjaga di dekat pintu masuk oleh Zuna. Sebuah brankar dibawa masuk ke dalam ruang perawatan tersebut. Sesosok jasad yang ditutupi kain putih ada di atasnya langsung ditunjukkan kepada Reza ketika brankar itu tiba di sana.
"Ya Allah, Sekar," lirih Reza, tak sanggup lagi menahan airmatanya.
Pria itu akhirnya punya kesempatan mengusap wajah dan rambut jasad tersebut. Kesedihannya meluap begitu saja, diiringi dengan rasa marah terhadap Rudi yang tak berada jauh dari sisinya. Diana sudah menjauh sejak tadi dari Reza maupun Rudi tanpa disadari oleh siapa pun. Rudi semakin merasa takut, karena tahu bahwa kali ini Ibu atau Ayahnya tidak akan bisa memberikan perlindungan meski mereka memaksa.
"Sekar ... Adik kesayangan, Kakak ... bangun, Dek. Sebentar saja. Tolong bangun," Reza memohon dari hatinya yang terdalam.
Septian mendekat ke arah Reza untuk menenangkannya, sementara Zuna kini menghadapi Rudi untuk membeberkan semua bukti yang telah ada di tangannya.
"Saudara Rudi Herbowo," mulai Zuna. "Anda akan kami tangkap atas dua kasus pembunuhan yang telah anda lakukan terhadap saudara Helmi Rosadi dan juga saudari Anindira Sekar."
Zuna membuka kedua kardus yang ada di tangannya, dibantu oleh Polisi lain yang ada di dekatnya.
"Semua bukti di dalam kedua kardus ini memiliki sidik jari dan juga DNA yang melekat dari diri anda. Anda tidak perlu lagi mengelak, karena semuanya sudah diperiksa secara menyeluruh selama satu bulan terakhir, setelah anda menghalang-halangi penyelidikan atas kematian saudara Helmi Rosadi di SMP GENTAWIRA."
Ketika Zuna kembali menutup kedua kardus tersebut, Rudi pun segera melompat dari ranjang yang ia tempati ke arah sisi lain di ruang perawatan tersebut. Ia berharap bisa melarikan diri, karena tahu bahwa ada jalan keluar lain di ruangan itu yang bisa ia gunakan untuk kabur. Sayangnya, langkah Rudi tertahan di tempat karena Diana menghadangnya seraya mengarahkan pistol tepat di depan wajahnya. Wanita itu sudah membuka jaketnya sejak tadi, sehingga kini Rudi bisa melihat dengan jelas jati diri Diana yang sesungguhnya.
"Angkat kedua tangan anda, saudara Rudi Herbowo. Tugas penyamaranku untuk menyelidiki diri anda sudah berakhir dan sekarang adalah saatnya bagiku untuk menyeret anda ke penjara. Anda harus menjalani hukuman yang berat, jadi jangan coba-coba berusaha untuk kabur!" tegas Diana, tanpa ada keraguan.
Rudi menatap penuh amarah kepada Diana. Ia merasa tertipu sepenuhnya, setelah mendengar pengakuan soal tugas penyamaran yang wanita itu lakukan. Bahkan Rosna--yang saat itu sedang dijaga oleh dua orang Polisi--pun bisa melihat sosok Diana yang ternyata juga bagian dari para Polisi di sekitarnya. Ia juga merasa marah terhadap Diana yang ternyata hanya berpura-pura baik di sisi Rudi. Namun perempuan tua itu jelas sama sekali tidak bisa melakukan apa-apa, karena terlalu takut jika dirinya akan kehilangan nama baik.
Zuna mendekat ke arah Rudi, lalu membekuk dan memborgol kedua tangannya. Diana kembali menyimpan pistolnya, lalu menatap dingin ke arah Rudi.
"Teganya kamu, Na!!! Teganya kamu berbuat begini terhadapku!!!" bentak Rudi.
"Kamu yang biadab, Rudi! Kamu biadab karena telah membunuh Sekar, hanya karena gadis itu menolak pernyataan perasaanmu! Kamu juga biadab karena telah membunuh Helmi, hanya karena dia tahu rahasiamu soal pembunuhan Sekar dan mengancam akan membongkarnya jika kamu tidak menyuap dia! Kamu yang biadab! Jadi jangan salahkan orang lain jika akhirnya kamu jatuh ke dalam jurang nistamu sendiri!" balas Diana, dengan bentakan yang tak kalah keras.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Di Sekolah (SUDAH TERBIT)
Horror[COMPLETED] Kematian seorang Guru di SMP GENTAWIRA membawa Zuna dan Diana kembali ke sekolah lama mereka. Awalnya hanya Zuna yang ditugaskan untuk mengusut kematian Guru tersebut, karena Zuna adalah alumni di SMP GENTAWIRA. Diana--yang sebenarnya ad...