11 | Sedikit Mengungkit

2.2K 174 20
                                    

- UPDATE SETIAP HARI KAMIS & JUM'AT
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

"Ingat, jangan terlihat terlalu cantik. Jangan sampai kamu terlihat sangat mencolok di depan Kaum Adam mana pun yang ada di sana. Tampil biasa saja, jangan berlebihan," pesan Zuna kepada Diana melalui telepon, pagi itu.

"Zu ... apanya yang terlihat mencolok, kalau pakaian yang kupakai saat ini hanya kemeja dan celana yang sama-sama polos? Aku bahkan enggak pakai make-up seperti saat aku bertugas bersama kamu. Jangan ngaco, deh!" balas Diana, sambil membuka pintu mobilnya.

"Rambutmu ... jangan digerai. Terlalu cantik! Ikat saja, Na. Biar cantikmu tersembunyi dengan baik," saran Zuna.

"Hm! Iya ... iya ... akan kuikat rambutku sekarang juga. Nanti aku foto diriku setelah mengikat rambut lalu kukirimkan sama kamu, biar jadi bahan laporan pada Pak Septian sekalian!" omel Diana.

Setelah menutup telepon, Diana langsung mengikat rambutnya sambil menggerutu panjang akibat mendapat ceramah dari Zuna. Ia mengambil foto dirinya dan segera mengirimkan foto itu pada Zuna. Setelahnya, ia segera melajukan mobilnya menuju ke SMP GENTAWIRA untuk kembali melakukan penyamaran. Ponselnya kembali bergetar, menandakan bahwa baru saja ada pesan yang masuk. Diana tidak menghiraukannya karena sedang fokus mengemudi, agar tidak terlambat sampai di sekolah.

Pesan yang masuk itu baru ia buka ketika akhirnya tiba di SMP GENTAWIRA. Diana berjalan pelan sambil fokus menatap layar ponselnya.

ZUNA
APA ITU, NA??? KOK KAMU MALAH SEMAKIN TERLIHAT CANTIK SETELAH RAMBUTMU DIIKAT??? BATALKAN!!! GERAI SAJA RAMBUTMU SEPERTI KEMARIN!!!

Diana langsung menggeleng-gelengkan kepalanya saat membaca pesan itu. Zuna memang pria paling absurd yang pernah Diana kenal di dalam hidupnya. Keabsurdan pria itulah yang membuat Diana selalu merasa terhibur, dan akhirnya betah berada di sisinya selama bertahun-tahun.

DIANA
Maumu apa sih, Zu? Lama-lama aku akan menyanggul rambutku seperti Ibu Kartini, biar kamu puas sekalian!

ZUNA
Ayolah, Na. Batalkan, ya. Please ... batalkan ikatan rambutmu dan gerai saja.

Beni berjalan cepat di belakang Diana, lalu berupaya mensejajari langkah wanita itu. Ia berusaha melirik ke arah layar ponsel Diana, karena ingin tahu wanita itu sedang berkirim pesan dengan siapa.

"Selamat pagi, Bu Diana. Sedang sibuk berkirim pesan?" sapa Beni, seraya memamerkan senyumannya yang penuh pesona.

Diana pun menoleh serta tersenyum pada Beni saat disapa.

"Selamat pagi juga, Pak Beni. Anda benar, aku sedang sibuk berkirim pesan dengan Pangeran paling konyol dan absurd bernama Zuna Adiwilaga. Entah kesurupan setan mana dia pagi ini sehingga terus saja berceramah tanpa henti kepadaku," jawab Diana apa adanya, agar terlihat natural.

Beni pun tertawa saat mendengar jawaban Diana yang disertai dengan pembuktian, ketika Diana memperlihatkan isi pesan dari Zuna sejak tadi. Mita ada di belakang mereka dan mendengar pembicaraan itu. Wanita itu kembali menyimpan kekesalannya terhadap Diana, terlebih setelah dirinya melihat sekilas pesan dari Zuna yang Diana perlihatkan pada Beni.

"Dia sudah sering seperti itu? Terlihat sangat overprotective, ya?" sindir Beni, sangat halus.

Diana tahu apa tujuan Beni. Laki-laki itu ingin mencoba membuat Zuna terlihat buruk dimata Diana. Sayangnya, Diana sudah terlalu sering menghadapi laki-laki sejenis Beni sejak lama. Ia tahu persis bagaimana cara menangani laki-laki macam itu tanpa harus menyeret perasaan emosional.

"Zuna selalu begitu sejak tahu kalau Papaku sudah meninggal dunia, Ben. Dia ... tahu bahwa tidak akan ada lagi yang bisa melindungi aku setelah Almarhum Papaku tiada. Dia bertindak begitu bukan karena naksir aku. Dia bersikap begitu karena sudah lama menempatkan diri seperti Kakakku sendiri. Kami berdua sama-sama sudah tidak punya keluarga. Jadi saat kami harus sama-sama bertahan, setidaknya harus ada salah satu yang selalu siap untuk mengingatkan agar tidak ada yang menempuh jalan salah. Zuna ... membiarkan aku ada di sisinya karena aku adalah pelipur laranya setelah dia kehilangan seluruh anggota keluarga, termasuk Adik perempuannya. Maka dari itu jangan heran kalau dia sering sekali terlihat overprotective kepadaku, seperti terhadap Adiknya sendiri. Aku ini pelariannya Zuna, Ben. Begitu pula sebaliknya. Zuna adalah pelarianku setelah aku tidak punya siapa-siapa lagi," jelas Diana.

Beni mendadak tidak tahu ingin mengatakan apa, setelah mendengar penjelasan Diana. Bahkan Mita pun mendadak ingat tentang alasan pindahnya Zuna dari kota tempat mereka tinggal saat ini pada tahun dua ribu sepuluh, setelah Diana mengungkit soal pelarian dan pelipur lara.

"Aku membebaskan Zuna untuk bersikap sesuka hatinya kepadaku, karena aku tahu bahwa dia sudah terlalu banyak menanggung rasa sakit di dalam diamnya. Aku juga selalu berusaha bersikap konyol di depannya, agar dia merasa terhibur setiap kali kami bertemu. Kami sama-sama tidak lagi memiliki tempat bersandar, sehingga berusaha untuk bersandar satu sama lain agar tidak lagi merasakan sakit. Tapi terkadang, kedekatan kami sering menjadi bahan salah paham bagi yang melihatnya. Aku yakin kamu juga beranggapan penuh salah paham sejak kemarin. Tapi tidak masalah, Ben. Setidaknya luka yang kami punya perlahan mulai sembuh meski setiap hari ada saja yang salah paham. Oh ya, alasan kenapa Zuna menjadi pelarianku setelah Almarhum Papaku meninggal dunia ... karena pada saat itu aku tidak bisa lagi berlari pada Kalingga, Ben. Aku kembali ke sini untuk menemui Kalingga setelah hari kelulusan, tepat tiga hari setelah Almarhum Papaku meninggal dunia. Aku berharap bisa mengadu padanya. Tapi kenyataannya aku malah mendapati dia berkhianat dan memeluk Silmi di depan umum. Aku hancur sehancur-hancurnya pada saat itu, dan terus memendam semuanya selama dua tahun. Hingga akhirnya aku bertemu lagi dengan Zuna dua tahun kemudian, barulah aku perlahan mulai bisa bangkit dari keterpurukan yang kualami."

Mereka akhirnya tiba di depan Ruang Guru. Diana melihat sosok Sekar yang tampak sedang menunggu kedatangannya. Ia tersenyum sekilas pada sosok itu, lalu kembali fokus pada Beni yang ada di sampingnya. Sosok Sekar tidak tampak marah saat melihat Beni. Padahal kemarin sosok itu terlihat sangat marah ketika Beni melintas di depan ruang 1-B bersama Rudi. Hal itu mulai menjadi bahan dugaan baru bagi Diana di dalam pikirannya.

"Apakah kemarahan Sekar tidak terkait pada Beni, tapi justru terkait pada Rudi? Kalau aku bertanya soal kemarahannya, maka Sekar jelas tidak akan muncul lagi di hadapanku seperti saat ini. Dia akan menghindariku, karena takut bahwa mungkin aku akan membuka rahasia soal kemarahannya pada orang yang dia tuju," batin Diana.

"Jadi ... kamu dan Zuna benar-benar tidak punya hubungan lain selain bersahabat?" Beni ingin mendapat kepastian.

"Ya, tidak lebih daripada itu. Aku beberapa kali berusaha menjodohkan Zuna dengan kenalanku sejak beberapa tahun lalu. Zuna pun juga sering melakukan hal yang sama terhadapku karena bosan melihatku galau di teras rumah setiap malam minggu tiba. Tapi mau bagaimana lagi, kalau nyatanya orang-orang yang kami dekati tidak bisa merasa cocok dengan kami. Jadi, ya, tersematlah predikat jomblowan dan jomblowati abadi pada diri kami sampai sekarang," jawab Diana. "Tapi tenang saja, Ben. Siapa tahu nanti salah satu dari kami berdua mendadak ada yang melengkungkan janur kuning tanpa aba-aba, setelah bertemu dengan orang yang tepat. Kita tidak pernah tahu rencana Allah seperti apa, bukan?"

* * *

SAMPAI JUMPA MINGGU DEPAN 🥰

Rahasia Di Sekolah (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang