- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Diana tiba kembali di rumah sakit dan langsung menyimpan barang-barang bawaannya di atas meja samping ranjang. Wanita itu tampaknya benar-benar membawa makanan untuk Rudi, agar laki-laki itu tidak kelaparan tengah malam nanti. Makanan yang diberikan rumah sakit kepada pasien jelas dibatasi dan hanya akan diberikan tiga kali sehari. Jadi karena Rudi terdaftar menjadi pasien setelah lewat jam makan siang pada hari itu, jatah makan yang akan Rudi terima hanyalah satu kali pada saat makan malam. Dengan perhitungan itulah, Diana berinisiatif membawa makanan tambahan.
Reza bangkit dari kursi yang ia tempati setelah Diana selesai menyusun semua barang di atas meja. Tatapannya terarah ke meja tersebut meski sedang berpikir untuk berpamitan. Air mineral, tisu kering dan basah, serta cemilan tersedia di sana. Bahkan gelas, piring, dan sendok juga tidak terlupakan oleh Diana. Hal itu membuat Reza ingin sekali tertawa, karena Diana terlihat seperti sedang mengurus keluarganya sendiri yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit.
"Kamu enggak bawa bantal dan kasur lantai sekalian, Na? Sepertinya barang bawaanmu itu menandakan bahwa kamu siap menginap di sini untuk menjaga Pak Rudi," goda Reza, dengan sengaja.
Rudi pun kini ikut menatap ke arah meja yang sedang ditatap oleh Reza. Laki-laki itu juga tampak kaget dengan semua perlengkapan yang Diana bawa saat itu.
"Ada, kok, bantal dan kasur lipat di mobilku. Aku memang akan menginap di sini bersama Zuna. Nanti Zuna akan datang ke sini menyusulku setelah urusannya di SMP GENTAWIRA sudah selesai. Kalau Rudi tidak dijaga dan dibiarkan sendirian di sini, nanti siapa yang mau tolong dia kalau ada serangan gaib lagi? Memangnya menurutmu serangan gaib semacam tadi siang itu hanya bisa terjadi disatu tempat saja, hah? Serangan gaib itu bisa terjadi di mana-mana, Za, jadi Rudi tetap harus dijaga meski rumah sakit ini kelihatannya aman," jawab Diana.
Reza benar-benar ternganga dibuatnya setelah pria itu mendengar jawaban yang Diana berikan. Bahkan Rudi pun tidak menyangka bahwa Diana akan berpikiran sampai ke arah sana, sehingga rela mau menginap bersama Zuna di rumah sakit.
"Pikiranmu itu kok jauh sekali, sih, Na? Bisa-bisanya loh kamu sudah berpikir sejauh itu," tanggap Rudi.
"Haruslah aku berpikir sejauh itu, Rud. Kamu enggak paham betapa paniknya aku saat melihat kamu sekarat di lantai Ruang Guru tadi siang. Kalau hal yang sama terjadi lagi padamu di sini, bagaimana? Tanganmu masih tertusuk jarum infus. Badanmu masih sakit dan bahkan aku tidak yakin kalau kamu bisa bangun sendiri untuk pergi ke kamar mandi. Jadi, bagaimana caranya kamu akan lari dari sini kalau terjadi serangan gaib lagi? Terus, kamu berharap tidak akan dijaga dan dibiarkan berbaring sendirian tanpa teman? Itu enggak akan terjadi, ya, Rud! Aku mau kamu keluar dari rumah sakit ini dalam keadaan sehat wal 'afiat. Bukan malah keluar dari sini dalam keadaan tambah parah."
Rosna mendengar semua jawaban itu dengan sangat jelas. Ia sengaja berdiri begitu lama di ambang pintu dan tidak segera masuk ke dalam, karena ternyata Putranya tidak sedang sendirian di kamar perawatan tersebut. Diana ternyata kembali lagi ke rumah sakit, padahal tadi ia melihat wanita itu pergi membawa mobilnya. Ia pikir, Diana tidak akan kembali lagi karena Rudi sudah ditangani sepenuhnya oleh pihak rumah sakit. Ia tidak menyangka sama sekali, bahwa Diana akan kembali dan bahkan berniat menginap bersama temannya untuk menjaga Rudi. Hal itu jelas membuat senyum di wajah Rosna mengembang tiada henti. Ini adalah pertama kalinya ia tahu, bahwa Rudi ternyata memiliki teman yang sikapnya sangat baik seperti Diana.
"Iya ... iya ... Pak Rudi pasti paham, kok, dengan apa yang kamu maksud. Jangan diomelin, dong. Masa orang sakit malah kamu omelin," bujuk Reza.
"Aku enggak ngomel, Za. Aku cuma mau memberi Rudi pemahaman, bahwa dia tidak boleh ditinggal sendirian saat sedang sakit."
"Iya, aku paham, Na," sahut Rudi. "Maaf, ya, karena tadi aku sempat merasa heran dengan apa yang kamu lakukan. Selama ini tidak ada satu orang pun temanku yang punya inisiatif seperti kamu. Makanya aku sempat heran dengan semua hal yang kamu lakukan."
"Makanya kamu kalau berteman itu jangan cuma sama orang yang bisa nyusahin, Rud. Pilih-pilihlah sekali-kali, biar kamu enggak perlu heran saat ada yang khawatir sama keadaanmu. Lagipula, mana mungkin aku dan Zuna enggak khawatir sama keadaanmu saat ini. Kita sudah lama berteman sejak masih SMP. Mustahil kalau kami tidak khawatir terhadapmu."
Rosna berhenti tepat di ujung ranjang yang Rudi tempati saat itu.
"Apa yang Nak Diana katakan sejak tadi jelas benar semua. Bahkan Mama pun tidak perlu merasa heran dengan sikap dan perhatiannya jika ada di posisi kamu. Kamu saja yang selalu tidak peka dengan orang-orang di sekelilingmu, sehingga kamu harus merasa heran dan kaget dengan hal-hal yang Nak Diana lakukan," ujar Rosna, terhadap Rudi.
Diana dan Reza langsung tersenyum tidak enak saat menatap wajah Rosna.
"Maaf, Dokter, teman saya ini memang suka sekali mengomeli orang. Maaf kalau Putra Bu Dokter kali ini menjadi korbannya," ucap Reza, bersungguh-sungguh.
"Tidak apa-apa, Nak Reza. Sesekali Rudi memang harus dinasehati oleh seseorang dan diberi pengertian. Terutama jika itu adalah nasehat dan perhatian yang baik, seperti yang Nak Diana berikan. Saya jelas tidak akan keberatan kalau Rudi menerima semua itu setiap hari," tanggap Rosna, sangat jujur.
"Mama! Jangan bicara begitu. Aku malu, Ma," protes Rudi, yang suara seraknya belum juga pulih.
"Kamu malu kenapa? Kamu bukan anak remaja lagi sekarang dan sudah wajar jika menerima perhatian dari seorang wanita. Lagipula, siapa tahu Mama akan segera dapat calon menantu, 'kan?" balas Rosna, seraya melirik ke arah Diana.
Diana langsung memasang wajah serba salah dan juga diiringi warna kemerahan yang mendadak merebak di kedua pipinya. Reza ingin sekali berguling-guling seraya tertawa terbahak-bahak. Akting Diana jelas berhasil membius ke dalam pikiran Rosna maupun Rudi, sehingga keduanya yakin jika Diana memang pantas untuk dijadikan istri serta menantu bagi keluarga mereka.
"Ekhm! Na ... aku rasa barusan Bu Dokter sudah memberimu sinyal, loh. Tanggapi, dong," dorong Reza, kembali menambahkan bumbu.
"Mm ... Za ... enggak mau pulang? Pulang sana. Kamu belum mandi sore, 'kan? Ayo, cepat pulang. Jangan menambah-nambah rasa maluku di sini," Diana benar-benar mendorong Reza agara segera berjalan menuju pintu.
"Iya ... iya ... aku pulang, Na. Aku pasti pulang, kok."
Diana dan Reza pun segera keluar dari ruang perawatan tersebut, sementara Rosna hanya bisa tertawa pelan saat tahu kalau Diana bisa salah tingkah seperti wanita pada umumnya. Rudi masih menatap ke arah Ibunya sambil tersenyum diam-diam.
"Kalau aku mengajukan nama Diana untuk jadi calon menantu Mama, apakah Mama akan setuju?" tanya Rudi.
"Menurutmu Mama bisa menolak, jika nama yang kamu ajukan itu adalah Diana?" balas Rosna, tanpa kehilangan senyumnya.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Di Sekolah (SUDAH TERBIT)
Terror[COMPLETED] Kematian seorang Guru di SMP GENTAWIRA membawa Zuna dan Diana kembali ke sekolah lama mereka. Awalnya hanya Zuna yang ditugaskan untuk mengusut kematian Guru tersebut, karena Zuna adalah alumni di SMP GENTAWIRA. Diana--yang sebenarnya ad...