- UPDATE SETIAP HARI KAMIS & JUM'AT
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Setelah melihat keadaan di sekeliling mereka dan memastikan bahwa tidak ada Mita atau Beni di warung soto itu, Zuna pun segera memperlihatkan foto yang tadi diambilnya atas buku-buku agenda milik Almarhum Helmi yang didapatnya di tempat les. Reza dan Diana sama-sama melihat foto tersebut lalu mengeluarkan ekspresi yang sama.
"Wah ... dia mencatat apa sampai punya agenda sebanyak itu? Ada berapa jumlahnya? Enam belas, hah?" tanya Reza, sambil mencoba menghitung jumlah buku agenda di dalam foto.
"Tujuh belas di dalam foto itu dan akan menjadi delapan belas jika digabung dengan buku agenda yang ada pada Diana," jawab Zuna.
"Delapan belas?" lirih Diana. "Dalam buku agenda yang ada padaku, ada tulisan tahun yang cukup mencolok pada lembar awal. Tahun yang tercatat di sana adalah tahun dua ribu dua puluh empat. Apakah mungkin, semua buku agenda itu memiliki tulisan tahun yang berbeda-beda?"
"Aku belum periksa secara keseluruhan. Buku-buku agenda itu saat ini ada di bagian belakang mobilku. Rencananya akan kubawa pulang, agar kita berdua bisa memeriksanya bersama," ujar Zuna.
"Aku belum bisa memecahkan singkatan-singkatan yang ada di dalam buku agenda itu, Zu. RH, MMBNH, AS, BYRN. Empat singkatan itu selalu muncul setiap kali aku membuka lembaran baru pada agenda itu. Singkatan RH adalah yang sangat sering dia gunakan sebelum menuliskan angka yang aku yakin sekali merujuk pada nominal uang," jelas Diana.
"Itu jelas semakin aneh dan yang lebih aneh adalah, kamu kok membantu Zuna mengurus kasus yang dia tangani, Na? Kamu 'kan, Guru. Untuk apa ikut campur dengan kasus kematian Almarhum Helmi?" heran Reza.
Zuna dan Diana kini sama-sama menatap ke arah Reza namun tidak mengatakan apa pun. Reza ikut terdiam seraya berpikir. Lalu sesaat kemudian, pria itu mendadak membolakan kedua matanya saat menyadari sesuatu yang sama sekali tidak terpikirkan olehnya mengenai Diana.
"Enggak mungkin! Kamu ... kamu juga Polisi seperti, Zuna?" cicit Reza.
"Oke ... dia cukup cerdas sehingga bisa memahami kalau kamu bukan Guru sungguhan," nilai Zuna, seraya tersenyum menyebalkan.
"Astaghfirullah! Kalian berdua gila, hah? Bagaimana kalau penyamarannya Diana sampai ketahuan oleh Rudi atau yang lainnya? Bisa-bisa Diana kenapa-napa di sekolah, jika memang ada hal yang disembunyikan oleh Rudi sehingga bersikeras menghalangi penyelidikan soal kematian Almarhum Helmi. Kok nekat sekali kalian, sampai Diana harus berada di sana untuk menjadi umpan," protes Reza.
"Kami enggak punya pilihan lain, Za. Kalau kami memaksa melanjutkan penyelidikan soal kasus kematian Almarhum Helmi, maka Rudi akan berusaha sekuat tenaga untuk menyalahkan pihak kepolisian. Dia akan berdalih bahwa Polisi ingin memfitnah seseorang di SMP GENTAWIRA dengan memutarbalikkan fakta, bahwa Almarhum Helmi yang kenyataannya melakukan bunuh diri disebut sebagai korban pembunuhan oleh pihak kami. Kalau sampai hal itu terjadi, maka tidak akan ada yang bisa menemukan penyebab kematian sebenarnya pada diri Almarhum Helmi serta rahasia apa yang disembunyikan oleh Rudi sehingga berusaha menutupi kasus tersebut," tutur Diana.
"Aku paham, Na. Tapi apakah harus dengan mengirim kamu menyamar sebagai Guru di sekolah itu, sehingga kasusnya bisa terus berjalan tanpa diketahui oleh siapa pun? Risikonya besar, Na," Reza mengutarakan keresahannya.
"Aku pun tahu kalau risikonya besar, Za. Makanya setelah aku kenal kamu, aku bisa sedikit lega karena bisa menitipkan Diana padamu selama aku enggak bisa berada di dekatnya," tambah Zuna.
"Ck! Jangan bikin repot Reza, dong, Zu! Dia juga punya kesibukan, tahu! Lagi pula aku bukan anak kecil lagi. Enggak perlu sampai diawasi jugalah gerak-gerikku selama sedang ...."
"Aku setuju!" potong Reza, dengan cepat. "Selama Diana mengajar di sana, maka aku akan membantumu menjaga dia dari bagian dalam sekolah. Aku akan mengabarimu tentang semua tindak-tanduknya, kegiatannya, dan juga siapa saja yang dia ajak bicara."
Diana memasang wajah sebalnya ketika menatap ke arah Reza.
"Sejauh ini aku bicara paling banyak di sekolah, ya cuma sama kamu, Za. Kamu mau melaporkan diri sendiri pada Zuna, gitu? 'Lapor, Zu, Diana baru saja selesai ngobrol sama aku soal Sekar', atau ... 'Lapor, Zu, Diana baru saja membuat Beni bungkam padahal Beni baru mau tebar pesona sama dia'. Gitu?"
Zuna dan Reza langsung tertawa kompak, usai melihat bagaimana Diana mencontohkan kalimat laporan dengan cara yang cukup nyinyir di hadapan mereka.
"Kamu barusan lagi curhat, Na? Beni sukses bikin kamu kesal, hah?" tanya Zuna.
"Ya Allah, Na. Lawan, dong. Masa sama Mita kamu berani skakmat mulutnya, sama Beni kamu harus kalah?" goda Reza.
"Ish! Kalian berdua itu sebelas dua belas, ya, kalau sudah ketemu. Hobi sekali memberi aku ceramah daripada membantuku. Bantulah aku menjauhkan Beni dari sekitarku, biar hidupku menjadi jauh lebih tenang," tuntut Diana.
"Heh! Kalau mau minta bantuan seperti itu, maka kamu enggak bisa minta bantuan sama kita. Kita bukan pacarmu, jadi enggak punya hak untuk melarang Beni mendekat dan tebar pesona sama kamu," balas Zuna.
"Kenapa enggak minta tolong sama Kalingga? Aku lihat dia benar-benar ingin mencoba memperbaiki hubungan sama kamu. Kenapa kamu enggak kasih dia kesempatan? Apakah kamu sudah pernah dengar penjelasan dari Kalingga tentang apa yang kamu lihat dimasa lalu ketika datang kembali ke sini untuk menemuinya? Mungkin kamu cuma salah paham atas apa yang kamu lihat dan kenyataannya tidak seperti yang kamu lihat," ujar Reza.
Diana terdiam sambil menatap mangkuk soto miliknya yang belum habis.
"Apa yang harus aku tanyakan, jika aku sudah melihat Kalingga memeluk wanita lain?" tanya Diana.
"Siapa tahu Kalingga tidak berniat memeluknya, Na. Siapa tahu bukan Kalingga yang memeluk wanita itu, tapi wanita itulah yang memeluknya lebih dulu, lalu kamu hanya melihat tepat pada saat dia sedang memeluk Kalingga. Mungkin kamu cuma salah paham, Na. Maka dari itulah penting bagi kamu untuk mencari tahu lebih dulu duduk masalahnya seperti apa. Penting bagi kamu untuk mendengarkan penjelasan Kalingga," jawab Reza.
Zuna menatap ke arah Diana, berusaha mencari tahu bagaimana Diana akan menanggapi pendapat dari Reza saat itu.
"Reza ada benarnya, Na. Aku juga sudah pernah menyarankan hal yang sama, 'kan, bertahun-tahun lalu? Ya ... siapa tahu kamu sudah lebih siap sekarang daripada dulu. Mungkin tidak ada salahnya bagi kamu, untuk mencoba mencari tahu kebenaran mengenai yang kamu lihat tentang Kalingga dan Silmi dimasa lalu. Mungkin dengan begitu, kamu akan jauh lebih merasa lega meskipun tetap saja tidak ada jaminan kalau kamu dan dia bisa kembali menjalin sesuatu seperti dulu. Aku ikut menyarankan seperti ini, karena aku adalah sahabatmu, Na. Aku selalu ingin hal terbaik akan datang ke dalam hidupmu. Maka dari itulah aku ingin kamu mendapat penyelesaian soal rasa sakit yang pernah kamu dapatkan," tambah Zuna.
"Ya, benar itu. Sama seperti rasa dukaku mengenai Sekar, yang saat ini sedang kamu perjuangkan bersama Zuna agar mendapat penyelesaian. Seperti itulah perasaanmu terhadap Kalingga yang juga harus mendapat penyelesaian, Na," Reza setuju dengan Zuna.
* * *
SAMPAI JUMPA MINGGU DEPAN 🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Di Sekolah (SUDAH TERBIT)
Horror[COMPLETED] Kematian seorang Guru di SMP GENTAWIRA membawa Zuna dan Diana kembali ke sekolah lama mereka. Awalnya hanya Zuna yang ditugaskan untuk mengusut kematian Guru tersebut, karena Zuna adalah alumni di SMP GENTAWIRA. Diana--yang sebenarnya ad...