42 | Pengakuan Rudi

1.7K 142 13
                                    

- UPDATE SETIAP HARI KAMIS & JUM'AT
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Diana membuka pesan yang Zuna kirimkan secara diam-diam, ketika Rudi sedang sibuk membaca daftar menu. Pelayan baru saja memberikan daftar menu tersebut, sehingga membuat Diana memiliki waktu untuk membaca pesan pada ponsel rahasianya. Ia mengerenyitkan kening selama beberapa saat, usai membaca pesan yang Zuna kirimkan. Ia merasa agak sedikit kaget, karena Zuna mengatakan bahwa Sekar baru saja membantu pekerjaannya.

"Bagaimana bisa Sekar ada di sekitar sini?" batin Diana. "Bukankah biasanya arwah penasaran hanya akan berkeliaran di tempatnya meninggal ataupun di tempatnya dikuburkan? Atau jangan-jangan Sekar ...."

Diana berhenti memikirkan hal itu ketika Rudi sudah selesai memesan makanan. Ia segera menyimpan kembali ponsel rahasianya, lalu fokus pada Rudi yang saat ini kembali menatap ke arahnya.

"Pesananku sebentar lagi datang. Andai aku tahu kalau kamu akan datang ke sini untuk menemani aku, maka aku akan menunda memesan makanan," ujar Diana.

"It's okay. Enggak masalah buatku kalau kamu mau pesan makanan duluan. Kamu 'kan memang berniat untuk makan malam saat datang ke sini. Hadirnya aku di sini adalah bonus agar kamu tidak sendirian," tanggap Rudi, seraya tersenyum.

Diana sadar seratus persen bahwa Rudi sedang berupaya untuk menggodanya. Ia paham betul dengan gerak-gerik laki-laki itu, karena dirinya sudah lama mengenal Rudi meski sempat lama tidak berjumpa. Sosok Rudi yang ada di hadapan Diana saat ini masih sama dengan sosok Rudi saat remaja. Selalu sok karismatik, sok berkuasa, sok tampan, dan sok bisa memiliki segalanya. Dulu Diana tidak pernah mempermasalahkan hal itu ketika masih remaja. Namun kini setelah dewasa dan setelah tahu perbuatan Rudi terhadap Sekar, rasanya Diana ingin sekali mencabik-cabik wajah laki-laki itu sampai hancur tak bersisa. Sayangnya, ia harus menahan diri agar tidak merusak jalan cerita yang telah ia susun dengan rapi. Jasad Sekar harus ditemukan lebih dulu, agar Sekar bisa terlepas dari belenggu yang mengikatnya selama belasan tahun terakhir.

"Dan aku rasa, kamu adalah bonus terbaik yang pernah aku dapatkan dalam hidup ini. Jujur saja, kalau aku sedang sendirian selama ini, harapanku agar ada yang menemani sangatlah tipis. Zuna sering menemani aku, tapi dia juga punya pekerjaan dan juga kehidupan pribadi. Jadi, sudah jelas aku enggak bisa menuntut dia untuk selalu menemani aku," balas Diana, tanpa melepas tatapannya dari Rudi. "Coba cerita sama aku, Rud, bagaimana kehidupanmu selama tujuh belas tahun ke belakang? Apakah, tidak ada satu orang wanita pun yang menarik perhatianmu?" tanyanya.

Rudi tertawa ringan. Laki-laki itu memperbaiki posisi duduknya tanpa melepas tatapan ke arah Diana. Rudi begitu senang, karena akhirnya bisa menikmati kecantikan Diana tanpa perlu merasa canggung. Sejak kembali bertemu dengan Diana, ia selalu saja mencoba menghindar agar tak menatap wanita itu, terutama jika ada Zuna di sampingnya. Diana memang sangat cantik dan Rudi sendiri menyadari hal itu tanpa bisa mengelak. Ia merasa tidak yakin akan bisa menyaingi Zuna, jika harus bersaing untuk mendapatkan Diana. Namun saat tahu kalau Zuna dan Diana benar-benar hanya bersahabat, ditambah saat melihat Reza juga bisa dekat dengan Diana dan hanya berteman biasa, Rudi jelas tidak bisa lagi menutupi rasa tertariknya pada wanita itu. Meski sempat curiga kalau Diana menyembunyikan buku agenda milik Almarhum Helmi, tapi Rudi tidak bersungguh-sungguh ingin mencurigainya. Ia merasa sangat tidak mungkin kalau Diana menyembunyikan buku agenda itu dan hal itu terbukti--bagi Rudi.

"Uhm ... kalau boleh jujur, dulu pernah ada seorang wanita yang menarik perhatianku. Tapi sayangnya, dia memilih menolak aku," jawab Rudi, apa adanya.

"Oh, ya? Dia menolak kamu? Atas alasan apa dia menolakmu, Rud?" Diana sengaja memasang ekspresi heran.

"Kenapa kamu memasang wajah begitu, Na? Kamu merasa heran karena ada wanita yang menolak aku?"

"Iya, dong. Jelaslah aku merasa heran, Rud. Kamu itu Rudi Herbowo. Sosok paling karismatik di angkatan kita saat SMP. Sosok yang selalu diperhitungkan oleh banyak gadis remaja dan banyak yang berharap agar bisa menjadi pacarmu. Kok bisa-bisanya ada wanita yang memilih untuk menolak kamu? Aku jelas heran dengan keputusan wanita itu, Rud. Terus, kalau boleh aku tahu, apa alasan wanita itu menolak kamu? Dia bilang apa alasannya, 'kan? Dia tidak hanya menolak kamu tanpa alasan, 'kan?"

Rudi pun menganggukkan kepalanya. Laki-laki itu sudah terpancing cukup jauh setelah Diana memujinya setinggi langit. Diana juga merasa yakin, kalau sebentar lagi Rudi akan mulai bicara jujur tanpa banyak pertimbangan, karena laki-laki itu jelas sudah mempercayai Diana tanpa ada sedikitpun keraguan.

"Kamu benar, dia bilang padaku mengenai alasannya menolak diriku. Aku ..." Rudi tertawa pelan sejenak, "aku bahkan merasa sangat emosi ketika mendengar apa alasannya, Na. Aku merasa dia sangat keterlaluan, karena berani menolak diriku tanpa mempertimbangkan lebih dulu."

"Dia menolak kamu sesaat setelah kamu mengungkapkan perasaan? Begitu, Rud? Kok dia tega, sih?" Diana berpura-pura merasa gemas.

Hal itu membuat Rudi segera membelai rambut panjang Diana dengan lembut, dengan tujuan untuk membuat Diana tidak berlama-lama merasa kesal. Diana membiarkan hal itu, meski dirinya merasa sangat tidak nyaman dengan sentuhan yang Rudi berikan kepadanya. Menepis tangan Rudi hanya akan membuatnya merasa tersinggung dan marah. Itu jelas tidak boleh terjadi.

"Saat pulang nanti, aku akan mandi dan menghabiskan air dua puluh ember untuk menyingkirkan jejak-jejak Rudi dari rambutku," niat Diana, membatin.

"Jangan ikut merasa kesal, Na. Itu masa laluku. Masa itu sudah berlalu lama sekali. Aku juga sudah membereskan wanita itu untuk mengobati rasa sakit hatiku," ujar Rudi.

DEG!

Diana mendadak curiga pada satu arah. Pikirannya tertuju pada Sekar. Namun ia sedikit meragu, karena bisa jadi bukan Sekar yang dimaksud oleh Rudi saat itu.

"Kamu sudah membereskannya? Benar-benar sudah?" tanya Diana, kembali pura-pura peduli.

"Mm ... aku sudah membereskannya," jawab Rudi, masih sambil membelai rambut Diana. "Setelah dia mengatakan bahwa dirinya tidak tertarik untuk berpacaran dengan orang yang sok berkuasa sepertiku, aku langsung membereskannya tidak lama kemudian. Aku merasa sakit hati, karena dia bilang, mengurusi perasaanku terhadapnya bukanlah hal yang penting. Lebih penting baginya untuk fokus melanjutkan pendidikan selama masih bersekolah. Dia juga bilang, aku seharusnya sering-sering bercermin, karena tampan saja tidak cukup bagi seorang pria untuk bisa mendapatkan hati seorang wanita. Dia mengatakan bahwa adab, sikap, dan sifatku terlalu buruk. Dia merasa bahwa aku tidak pantas untuk menjadi bagian masa remajanya."

Kedua tangan Diana mengepal erat-erat di bawah meja, usai mendengar yang Rudi tuturkan. Ia semakin yakin, bahwa itu adalah jawaban yang Sekar berikan ketika Rudi menyatakan perasaan tujuh belas tahun lalu.

"Remaja? Apakah hal itu terjadi saat kamu dan dia masih remaja?" Diana kembali mengajukan pertanyaan.

"Ya, itu benar, Na. Aku masih kelas tiga SMP dan dia masih kelas satu. Dia cinta pertamaku, tapi dia juga yang menjadi penghancur hatiku. Jadi, aku segera membereskannya sebagai cara untuk mengobati rasa sakit hatiku padanya."

* * *

Rahasia Di Sekolah (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang