- UPDATE SETIAP HARI KAMIS & JUM'AT
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Kalingga benar-benar mengirim rekaman suara itu kepada Zuna, seperti yang Diana inginkan. Beni langsung bersimpuh di kaki Diana sambil berusaha untuk bersujud.
"Ma--maaf, Na. Ma--maafkan aku, Na. Aku mo--mohon, jangan ba--bawa masalah ini ke Polisi, Na. A--aku mohon padamu, Na. A--aku mohon," pinta Beni, terbata-bata.
"Apa? Kamu memohon agar aku tidak membawa masalah ini ke Polisi? Kenapa? Kamu takut dipenjara? Kamu takut nama baikmu hancur? Iya? Begitu?" sinis Diana.
Beni berganti menatap ke arah Kalingga. Namun Diana dengan cepat menghalangi tubuh Kalingga, agar tatapan Beni tidak perlu tertuju pada pria itu.
"Jangan coba-coba memohon pada Kalingga! Dia tidak akan pernah memberikan kamu ampunan meski kamu bersujud siang dan malam di kakinya! Apa tadi yang kamu rencanakan bersama perempuan setan itu? Hah? Kamu setuju mau menjebak Kalingga agar langsung tidur di hotel dengan Silmi? Dan menurutmu aku akan membiarkan hal itu terjadi pada Kalingga? Dengar baik-baik, ya, Ben. Apa pun rencana gila di dalam pikiranmu yang terlintas saat ini, aku tidak akan pernah membiarkan kamu menyentuh Kalingga! Aku tidak akan membiarkan kamu merusak nama baiknya, meski dia hanyalah mantan pacarku! Ingat itu baik-baik!" tegas Diana.
Kalingga membuka WhatsApp milik Diana dan sengaja memperdengarkan voice note yang dikirim oleh Zuna.
"Akan aku proses segera surat pemanggilan untuk Beni dan Silmi. Surat panggilan dari Polisi untuk Beni akan aku kirim sekarang juga ke SMP GENTAWIRA."
Wajah Beni tambah memucat dan kini terlihat seperti orang yang siap untuk mati. Ia tahu akan jadi seperti apa dirinya hari ini, setelah surat panggilan dari Polisi sampai ke tangan Rudi. Rudi jelas akan bekerja sama dengan Polisi dan akan menyerahkan Beni dengan sukarela. Diana mlayangkan tatapannya pada Silmi yang sejak tadi sama sekali tidak berani buka suara.
"Kamu juga, perempuan setan! Tunggu saja waktunya! Jangan coba-coba lari, karena kamu tidak akan bisa lari dari kejaranku yang sudah terlanjur marah ini!" Diana memberi peringatan keras.
Wanita itu segera meraih tas miliknya, lalu menarik lengan Kalingga agar pergi dari sana. Setelah membayar semua pesanan yang tidak mereka makan sama sekali serta memberi uang lebih untuk membersihkan lantai yang kotor akibat tumpahan Mie Ramen, akhirnya Diana dan Kalingga meninggalkan restoran tersebut. Bagaimana pun, Diana merasa harus bertanggung jawab setelah melakukan aksi penyiraman terhadap Beni dan Silmi. Mobil milik Diana melaju meninggalkan halaman parkir restoran tersebut, namun tidak langsung pergi begitu saja dan memilih berhenti sejenak di seberang jalan. Ia kembali memantau ke arah restoran, yang mana tak lama kemudian ia melihat Beni keluar dari sana dengan terburu-buru. Beni terlihat menaiki taksi online yang sudah dipesannya, sementara Silmi masih berada di dalam restoran dan mungkin masih berurusan dengan pihak manajemen restoran.
Polisi yang dikirim oleh Zuna tiba tak lama kemudian di restoran itu. Silmi diseret oleh mereka agar ikut ke kantor Polisi untuk menjalani pemeriksaan atas laporan yang Diana ajukan. Diana segera melajukan mobilnya menuju SMP GENTAWIRA. Kalingga baru saja selesai membereskan isi tas Diana yang tadi ia obrak-abrik demi menemukan kartu Identitas wanita itu.
"Kamu sepertinya buru-buru sekali, Na," ujar Kalingga, saat sadar kalau Diana mengemudi dengan kecepatan agak tinggi.
"Aku tidak mau ketinggalan tontonan seru, Kal. Kamu juga harus melihat berapa serunya saat Beni akhirnya dipecat oleh Rudi dan diseret oleh Polisi. Dia dan Silmi berniat menghancurkan nama baikmu, tapi akulah justru yang akan menghancurkan nama baiknya lebih dulu," jelas Diana, seraya tersenyum senang.
"Wah ... kamu bisa mendendam juga, rupanya," nilai Kalingga.
"Tidak usah meroasting aku, Kal! Kuroasting balik, baru tahu rasa kamu!" omel Diana.
Keributan sudah terjadi ketika Diana dan Kalingga akhirnya sampai di SMP GENTAWIRA. Rudi tampak sedang marah besar di samping Zuna, sehingga laki-laki itu tidak bisa mengontrol ekspresinya. Wajahnya memerah akibat emosi yang sedang ia luapkan kepada Beni. Beni sendiri terlihat sedang bersimpuh seperti yang terjadi tadi di restoran. Beni mungkin sedang memohon pada Rudi agar tidak dipecat dan juga memohon pada Zuna agar tidak perlu diseret ke kantor Polisi. Diana mendekat ke pintu Ruang Guru bersama Kalingga yang masih mengikuti langkahnya. Reza menatapnya dari dalam dengan wajah yang begitu tenang.
"Andai kata kamu tidak berencana gila dengan Silmi untuk menjebak Kalingga, maka aku mungkin masih akan mempertimbangkan soal laporan yang Diana ajukan. Tapi dalam rekaman itu terdengar sangat jelas, bahwa kamu menyetujui saran yang Silmi berikan untuk menjebak Kalingga hingga nama baiknya akan hancur. Jadi atas dasar pencegahan agar tidak terjadi hal-hal buruk pada Kalingga, maka aku memutuskan memproses perbuatanmu dan Silmi agar kalian bisa diadili sesuai hukum yang berlaku. Berencana jahat terhadap seseorang juga termasuk tindakan kriminal, Ben. Seharusnya kamu sadar akan hal itu dan tidak melakukannya lagi, setelah kamu pernah melakukannya satu kali di masa lalu terhadap Diana dan Kalingga," jelas Zuna.
"Memang sudah gila dia, Zu! Benar-benar gila! Bawa saja dia dari sini! Aku sudah tidak mau lagi melihat batang hidungnya di sekolah ini! Aku sudah memecat dia dan dia bukan lagi bagian dari SMP GENTAWIRA!" tegas Rudi.
Mita hanya bisa menatap Beni dengan tatapan ngeri. Mulutnya benar-benar terkunci. Ia menjadi semakin takut kalau dosa-dosanya di masa lalu akan terbongkar seperti yang terjadi pada Beni. Semua orang baru menyadari keberadaan Diana setelah Beni diseret keluar oleh Polisi. Kalingga masih bersamanya, meski tidak mengatakan apa-apa sama sekali. Rudi menatap ke arah Kalingga dengan perasaan cemburu. Namun Kalingga justru menjabat tangan Diana, seakan mereka sama sekali tidak pernah punya hubungan apa-apa di masa lalu.
"Terima kasih banyak, Na. Tanpa bantuanmu, aku mungkin akan benar-benar hancur atas ulah Beni dan Silmi," ucap Kalingga.
"Sama-sama, Kal. Bagaimana pun masa lalu kita, baik ataupun buruk, bagiku kamu tetaplah temanku dan aku tidak mau temanku menjadi korban kejahatan dari manusia tidak berotak seperti Beni dan Silmi. Mari kita lupakan saja masa lalu, Kal. Mari kita berteman lagi seperti awalnya kita saling mengenal," ajak Diana.
"Ya, aku setuju. Mari kita berteman lagi, Na. Mari jangan saling membenci meski kita pernah melalui masa lalu yang sama," sambut Kalingga.
Mendengar apa yang diputuskan oleh kedua insan tersebut, Guru-guru yang sejak tadi memperhatikan pun ikut merasa lega. Mereka merasa lega karena Diana ternyata memiliki pikiran yang jauh lebih dewasa daripada pikiran orang lain. Diana tidak memilih membenci dan justru memilih untuk tetap menjaga ikatan pertemanan terhadap orang yang pernah menjadi kekasihnya.
Mita segera meraih tas miliknya dan berpura-pura lebih mementingkan akan segera mengajar. Reza mengawasinya diam-diam, karena tahu bahwa perempuan satu itu sejak tadi sudah gemetaran di balik mejanya.
"Sebentar lagi adalah giliranmu, Mita. Zuna sudah menyusun rencana. Hanya perlu menjalani eksekusinya saja, lalu kamu akan mengalami hal yang sama seperti Beni," batin Reza, tanpa melepas tatapannya dari langkah Mita.
* * *
SAMPAI JUMPA MINGGU DEPAN 🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Di Sekolah (SUDAH TERBIT)
Horror[COMPLETED] Kematian seorang Guru di SMP GENTAWIRA membawa Zuna dan Diana kembali ke sekolah lama mereka. Awalnya hanya Zuna yang ditugaskan untuk mengusut kematian Guru tersebut, karena Zuna adalah alumni di SMP GENTAWIRA. Diana--yang sebenarnya ad...