75 | Pengakuan Secara Langsung

1.5K 135 48
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Mita keluar dari rumahnya, sambil membawa tas berukuran besar berisi uang lima puluh juta yang sudah ia siapkan sejak semalam. Tas itu ia simpan di bagian tengah mobilnya, karena di bagian depan tentulah tidak muat jika harus ia isi dengan tas tersebut. Ia kemudian mengemudi dengan tenang menuju lokasi pertemuan dengan orang suruhannya di masa lalu. Lokasi itu sangatlah tidak asing bagi Mita. Selain karena di tempat itu pernah terjadi tragedi yang membumihanguskan rumah keluarga Zuna, di tempat itu pulalah akhirnya hubungan antara Mita dan Zuna harus berakhir.

Ingatan lama Mita mengenai kandasnya hubungan dengan Zuna jelas menjadi sesal yang begitu membekas. Ia sering menyumpahi mulutnya sendiri, karena tidak bisa menahan ucapan menyakitkan yang ia keluarkan di hadapan Zuna ketika pria itu hendak menyelamatkan Rania. Ia menyesali ucapannya, karena ucapannya adalah penyebab Zuna langsung memutuskan hubungan dengannya. Seandainya Zuna tidak mendengar ucapannya yang tidak manusiawi, mungkin ia dan Zuna tetap masih berhubungan awet sampai hari ini.

"Bahkan mungkin Zuna sudah jelas akan menjadi Suamiku, seandainya saja aku tidak kelepasan bicara di hadapannya mengenai ketidakpedulianku terhadap nyawa Rania. Aku jelas akan menjadi Istrinya Zuna jika mulutku bisa diajak kerja sama dan Diana tidak akan bisa berada di sisi Zuna meski hanya satu jengkal," batin Mita, berisi amarah dan dendam.

Pikiran-pikiran itu tidak pernah bisa berhenti melintas dalam benak Mita. Hal itulah yang akhirnya membuat ia terobsesi kepada Zuna dan ingin sekali memilikinya lebih daripada ketika mereka masih memiliki hubungan romantis. Ia benar-benar sulit menerima fakta, bahwa Diana jelas lebih spesial di mata Zuna melebihi dirinya, karena Diana adalah wanita baik yang tidak memiliki cela seperti dirinya. Untuk itulah Mita tidak ingin Zuna tahu mengenai kejahatannya di masa lalu. Kalaupun Zuna harus tahu, maka Zuna harus mendengar sendiri dari mulut Mita yang akan mengakui dosa-dosanya terhadap pria itu. Karena Mita selalu yakin, kalau Zuna akan memberikan maaf padanya dan kembali ke sisinya seperti dulu.

"Zuna harus menjadi milikku. Dia adalah satu-satunya hal yang paling aku inginkan di dunia ini. Tidak ada yang lain," gumam Mita, penuh ambisi.

Zuna sudah siap di tempat yang menjadi lokasi pertemuan dengan Mita. Ia sengaja memakai trench coat berwarna hitam yang pernah Diana hadiahkan kepadanya beberapa tahun lalu. Trench coat itu memiliki tudung yang bisa menutupi kepalanya, sehingga dirinya benar-benar tidak akan dikenali oleh Mita jika dilihat dari arah belakang.

"Cek alat komunikasi, Pak Zuna. Satu ... dua ... tiga ... apakah ada masalah yang terdengar atau suara terputus-putus?"

"Alat komunikasi tersambung dengan baik, Pak Devan. Suara Bapak terdengar jelas olehku di sini dan tidak terputus-putus," jawab Zuna.

"Oke. Alat komunikasi sudah terpasang dan tersambung. Sekarang Pak Zuna silakan berjalan ke berbagai arah, agar saya bisa menyesuaikan pantauan kamera pada trench coat yang Bapak pakai."

"Baik, Pak Devan."

Zuna pun segera berjalan ke berbagai arah di lokasi bekas rumah keluarganya yang pernah terbakar habis. Zuna benar-benar menahan diri untuk tidak larut dalam duka cita ketika menatap puing-puing yang masih ada di sana. Ia mengingat kuat pesan yang Reza berikan, agar dirinya tetap bisa terkendali meski nanti ia akan berhadapan dengan Mita. Beberapa langkah baru saja diambil oleh Zuna, ketika tatapannya mendadak tertuju ke arah satu sosok yang selama ini sangat ia rindukan. Kedua matanya mendadak berkaca-kaca, perasaannya ikut bergejolak ketika menatap wajah itu lagi setelah sekian lama.

"Rania," bisik Zuna, sedikit gemetar.

Sosok itu tersenyum cerah ke arahnya, seakan tahu bahwa Zuna butuh dikuatkan sebelum menghadapi manusia biadab seperti Mita. Hal itu menyadarkan Zuna bahwa segalanya memang harus segara berakhir, agar Rania bisa pergi dengan tenang untuk selamanya.

"Oke, Pak Zuna. Pantauan kamera yang ada pada trench coat milik Bapak sudah terlihat sangat jelas di sini. Sekarang Pak Zuna boleh kembali berdiri di tempat yang sudah disepakati dengan target."

Zuna segera menghapus airmatanya yang belum sempat menetes.

"Baik, Pak Devan. Terima kasih banyak atas kerja samanya," ucap Zuna.

"Sama-sama, Pak Zuna."

Zuna kini berdiri di tempat semula. Ia hanya perlu menunggu kedatangan Mita seperti yang sudah disepakati bersama perempuan itu. Sosok Rania masih tetap berada di tempatnya yang tadi. Zuna masih menatapnya dan kali ini ia mencoba tersenyum agar Rania bisa melihat senyumnya untuk terakhir kali.

"Kakak sayang kamu, Dek. Insya Allah rasa sayang Kakak terhadapmu tidak akan berhenti sampai di sini, meski nanti kamu sudah benar-benar pergi dan kita tidak akan bertemu lagi. Kakak akan semakin sering mengunjungi makam kamu serta makam kedua orangtua kita, Dek. Kakak janji," batin Zuna, mencoba terus bertahan meski Diana sedang tidak ada di sisinya untuk memberi sandaran.

Sebuah mobil datang tak lama kemudian. Zuna mengenali mobil itu dan tahu bahwa Mita akan segera mendekat ke arahnya. Ia terus mempertahankan posisinya, agar Mita hanya bisa menatap punggungnya saja.

"Target sudah tiba di lokasi. Silakan persiapkan anggota Polisi yang lain untuk membekuk tersangka kedua, jika kita sudah mendapatkan cukup bukti," ujar Zuna, sangat pelan.

"Anggota Polisi lain sudah siap pada posisi masing-masing, Pak Zuna. Semuanya akan keluar jika Bapak sudah memberi aba-aba," balas Devan, mewakili Septian yang sedang mengawasi dari jauh.

Mita turun dari mobilnya dan segera mengeluarkan tas berisi uang lima puluh juta yang tadi disimpan pada bagian tengah mobil. Perempuan itu berjalan dengan susah payah sambil membawa tas besar dan berat tersebut, untuk bisa mendekat ke arah tempat Zuna berada saat itu.

BRAKKK!

Mita membanting tas berisi uang itu ke atas tanah, setelah merasa lelah mengangkat beban yang berat. Perempuan itu berhenti delapan langkah dari posisi Zuna berada, sehingga Zuna tidak mendapat kesulitan menutupi wajahnya.

"Heh! Cepat berikan semua buktinya padaku! Itu uang lima puluh juta yang kamu inginkan! Ambil cepat!" perintah Mita, sangat tajam dan kasar.

"Kenapa kamu terburu-buru?" tanya Zuna, sengaja membuat suaranya terdengar lebih berat. "Apa kamu sangat takut kalau semua bukti kejahatanmu sampai ke tangan mantan pacarmu? Apa kamu sangat takut dia tahu, bahwa kamu adalah orang yang menyuruh untuk membakar rumah keluarganya dan menghabisi seluruh anggota keluarganya? Benar begitu?"

"Halah, banyak omong kamu! Tutup saja mulutmu rapat-rapat dan segera serahkan semua buktinya kepadaku!" amuk Mita, mulai meledak-ledak.

Zuna masih berupaya diam di posisinya, sementara Septian sedang mendengarkan pancingan yang Zuna beri untuk memancing emosi Mita.

"Intinya aku sudah membayarmu lima puluh juta! Dan untuk urusan aku menyuruhmu membunuh seluruh anggota keluarganya Zuna, itu adalah urusanku! Aku memang membenci mereka! Kedua orangtuanya tidak merestui hubunganku dengan Zuna, bahkan Adik kesayangannya yang sok pintar dan licik itu berani membuntuti aku hanya untuk mendapatkan bukti bahwa aku hanya diperintah oleh Ibuku untuk menghancurkan keluarga mereka! Itulah alasan terbesar mengapa aku sampai menyuruhmu untuk membakar rumah mereka! Aku tidak mau kalau Zuna sampai tahu, bahwa Ibuku merasa iri dengan kehidupan Ibunya Zuna! Aku tidak mau si Rania sialan itu menyerahkan bukti pada Kakaknya agar hubunganku dengan Zuna segera berakhir! Intinya, aku tidak mau Zuna memiliki keluarga! Dia hanya boleh memiliki keluarga jika menikah denganku! Paham, 'kan? Sekarang cepat serahkan bukti-buktinya padaku, atau aku akan memaksamu dengan sangat kasar!"

Zuna pun membuka tudung dari trench coat yang dipakainya, lalu berbalik untuk menatap Mita dengan penuh amarah.

"Siapa tadi yang kamu sebut sok pintar dan licik, Mita? Berani-beraninya kamu menyebut Rania sok pintar dan licik setelah kamu membunuhnya!!!" bentak Zuna, tidak lagi ingin menahan diri.

Wajah Mita memucat saat melihat amarah yang membara di wajah Zuna.

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

Rahasia Di Sekolah (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang