11

129 15 5
                                    

Karina terus menangis. Ia ingin ikut mencari Giselle, tetapi ia selalu ditahan yang lain. Bahkan kini dirinya semacam di kurung di tenda khusus kesehatan.

Pintu tenda terbuka. Muncullah dua orang gadis. Mereka adalah Yeji dan Lia. Karina tidak memperdulikan kehadiran mereka.

Lia dan Yeji mendekati Karina. Mereka duduk di dekat Karina di samping kanan kirinya.

"Rin, lo jangan nangis ya. Gue yakin Giselle pasti ketemu kok." Ucap Lia lembut. Ia berusaha menenangkan Karina.

"Lo pasti seneng kan Giselle hilang? Lo pasti seneng kan?." Ucap Karina pelan.

"Ha? Gue seneng? Buat apa? Giselle lagi kena musibah, gue mana mungkin seneng." Ucap Lia yang mendengar ucapan pelan Karina.

Karina menatap Lia tajam, "Ya lo pasti seneng. Karena kalo Giselle hilang, otomatis, lo bisa dapetin Jaemin."

"Rin, gue nggak ada mikir begituan. Gue sama Jaemin udah nggak ada hubungan apa-apa. Gue udah relain Jaemin buat Giselle. Jaemin juga lebih milih Giselle daripada gue. Jadi, gue udah nyerah. Gue bakal berusaha buat hilangin perasaan gue ke Jaemin." Jelas Lia.

Yeji yang merasa suasana jadi menegangkan pun berusaha menghilangkannya. "Udah udah. Jangan berantem."

Yeji menatap Lia, "Li, lo mending keluar dulu deh. Biarin Karina disini sama gue aja."

Lia menatap tidak setuju, ia masih ingin disini menemani Karina.

"Li, nurut sama gue ya. Karina kayaknya nggak suka sama kehadiran lo. Jadi, lo keluar dari sini ya." Jelas Yeji.

"Gue juga nggak suka sama kehadiran lo. Jadi, lo juga harus pergi dari sini." Tambah Karina.

Yeji yang mendengar itu langsung menyahut, "Loh? Kenapa gue juga? Gue kan nggak ada masalah sama sahabat lo si Giselle?."

"Lo kan sahabatnya Lia. Jadi Lia keluar, lo juga harus nemenin dia keluar."

Yeji ingin membalas ucapan Karina, tapi langsung ditahan oleh Lia. "Ji, mending kita keluar."

"Nanti dulu. Gue mau ngomong sama nih anak. Udah syukur kita baikin, kita mau bantu nenangin, tapi kita malah diusir begini. Emang nggak tau terimakasih ya lo!." Sewot Yeji.

"Udah, Ji. Udah. Ayo." Lia langsung saja menarik Yeji untuk keluar dari tenda khusus kesehatan. Ia tidak mau Yeji bertengkar dengan Karina.

"Li, lo kenapa narik gue keluar sih? Gue mau ngasih pelajaran tuh ke si Karina. Sok banget sih. Temennya hilang gitu aja sedihnya begitu amat. Dasar lebay." Dumel Yeji.

"Ya wajar lah. Namanya juga sahabat. Dia itu takut Giselle kenapa-napa. Emang kalo gue diposisi Giselle, lo nggak bakal ngerasa sedih kayak Karina?." Tanya Lia.

"Nggak lah. Buat apa gue sedih-sedihan kayak begitu? Toh nanti juga lo bakal ketemu kan?." Ucap Yeji santai. Lia cuma bisa menggelengkan kepalanya. "Nggak ada prihatinnya lo." Setelah mengucapkan itu, Lia berjalan pergi meninggalkan Yeji.

"Dih, ngambek tuh bocah. Li! Tungguin gue woy!." Yeji langsung saja berlari menyusul Lia yang berjalan dengan langkah cepat.

✷⁠‿⁠✷

"Na, kita puter balik aja yuk. Kita samperin Aeri aja." Ucap Lily yang sedari tadi terus membujuk Nana untuk menemui Aeri yang baru saja ditinggal.

"Alah, biarin aja kali, Ly. Salah sendiri dia nyusahin. Lemah banget sih. Baru jalan segitu aja udah ngeluh capek lah, kakinya sakit lah. Manja!." Ucap Nana tetap fokus menyenteri jalan didepannya.

"Emang lo nggak khawatir apa, Na? Kalo Aeri kenapa-napa gimana? Kita juga yang kena, karena kita itu satu kelompok sama Aeri."

"Ya nggak apa-apa. Bilang aja nanti sama guru, kalo Aeri sendiri yang ninggalin kita duluan. Padahal kita yang capek, tapi Aeri nggak mau nungguin kita. Jadi dia pergi duluan. Beres kan?."

"Itu namanya alesan, Na. Lagipula, kenapa lo memutarbalikkan fakta sih? Kenapa lo buat seolah-olah Aeri yang ninggalin kita yang kecapean?."

"Ya biar kita aman lah. Emang lo mau disalahin? Kalo lo mau disalahin yaudah. Gue ralat alasannya. Gue bilang sama guru. Kalo lo yang maksa gue buat jalan duluan ninggalin Aeri yang lagi capek plus kesakitan." Jawab Nana dengan entengnya. Lily sungguh tidak percaya melihat sahabatnya ini.

"Jadi lo mau gimana, Ly? Mau lo yang disalahin? Atau biarin Aeri yang disalahin?." Tanya Nana dengan entengnya.

"Lo gila, Na!."

"Lily! Jawab dong pertanyaan gue. Lo mau pilih yang mana? Hm?." Tanya Nana sekali lagi, karena belum mendapat jawaban dari Lily.

Lily diam sejenak, lalu menghela napasnya. "Gue milih... Aeri aja yang disalahin."

Nana tersenyum, ia menepuk lembut puncak kepala Lily "Pilihan yang bagus. Dah yuk, kita lanjut jalan."

Lily dan Nana pun melanjutkan perjalanan mereka. Jujur, dalam hati Lily masih gusar. Ia masih mengkhawatirkan Aeri. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia tidak bisa membantu Aeri. Ia juga tidak ingin dirinya akan di adu oleh Nana pada gurunya. Bisa-bisa ia akan disalahkan oleh guru, dan juga akan disalahkan oleh temannya yang lain. Ia tidak mau. Ia tidak mau mengorbankan nama baiknya yang terkenal sebagai Lily si gadis baik hancur hanya karena membantu Aeri.

"Tolong... Tolong..."

Lily mendengar suara yang lirih. "Na, lo denger suara minta tolong nggak?." Tanya Lily pada Nana. Ia beringsut mendekat ke Nana. Ia memegang lengan Nana.

"Apaan sih, Ly? Gue nggak denger apa-apa." Kesal Nana karena Lily memegang lengannya sangat erat.

"Ih, Na. Dengerin baik-baik dong. Gue yakin ada suara minta tolong. Jelas banget loh ini." Nana pun mulai mencoba mendengarnya dengan baik. Namun yang ada, ia tidak mendengar suara apapun. Hanya keheningan yang ada.

"Gue nggak denger apa-apa." Nana lanjut berjalan.

"Tolong..."

Lily lagi-lagi mendengar suara itu. Namun suaranya lebih jelas. "Na, dengerin lagi dong. Suaranya lebih jelas nih."

"Lo jangan halu deh, Ly. Lama-lama lo gue tinggalin juga nih kayak Aeri." Nana sudah mulai kesal dengan tingkah Lily.

"Na, please deh. Gue beneran nggak bohong. Gue beneran denger suara orang minta tolong."

"Tolong.."

"Tuh, suaranya ada lagi. Lo denger kan? Kalo masih nggak denger, sumpah sih. Telinga lo budeg banget."

Dan Nana pun akhirnya dengar suara minta tolong.

"Iya. Itu suara orang bukan sih?." Tanya Nana.

"Na, itu kayaknya suara hantu deh. Kita lari aja yuk."

"Halah. Penakut banget sih lo, Ly. Mending kita cari aja asal suaranya darimana. Barangkali itu orang beneran lagi butuh bantuan."

Nana pun berjalan lebih dulu meninggalkan Lily. Lily pun langsung saja berlari mengikuti Nana.

AERISELLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang