27

31 7 2
                                    

Aeri sedang membersihkan kamar tamunya. Mengingat katanya Giselle akan datang dan menumpang untuk sementara.

Pasal ibunya, Aeri sudah menceritakannya pada ibunya. Dan ibunya mengizinkannya. Dia juga penasaran katanya. Semirip apa sih Giselle itu dengan Aeri? Karena Aeri sudah menceritakannya pada ibunya. Tapi ibunya masih agak tidak percaya sebelum melihatnya langsung.

Ketukan pintu terdengar. Aeri yang sekarang hanya di Rumah sendiri pun akhirnya segera membuka pintu. Saat pintu terbuka, muncullah Giselle lengkap dengan seragamnya dan juga sebuah tas sekolah. Ternyata dia benar-benar langsung datang ke sini tanpa kembali ke rumahnya dulu.

"Masuk Selle." Ucap Aeri serta mempersilahkan Giselle untuk masuk ke dalam.

Giselle langsung saja masuk ke dalam, dan duduk di kursi sofa yang ada di ruang tamu.

"Ibu lo ada?" Tanya Giselle.

"Nggak ada. Dia masih ada di toko rotinya. Belum pulang."

"Terus.. ibu lo nggak apa-apa gue tinggal disini sementara?"

"Nggak apa-apa. Tenang aja. Ibu gue baik kok." Jawab Aeri dengan tersenyum.

"Syukurlah." Giselle bersandar pada sofa. Rasanya lelah, karena sepulang sekolah, dia langsung menaiki bus untuk datang ke rumahnya Aeri. Jarak tempuhnya memang sangat jauh.

"Mau gue buatin minuman apa?" Tawar Aeri.

"Apa aja yang ada deh. Gue haus banget."

"Oke. Bentar ya."

Aeri berjalan menuju dapur meninggalkan Giselle. Dia membuka kulkasnya untuk mengambil buah jeruk dan es batu. Dia akan menyuguhkan es jeruk peras pada Giselle. Pasti akan menyegarkan.

Sesudahnya, dia membawa dua gelas di tangannya. Satu untuk Giselle, satunya tentu saja untuk dirinya. Dirinya juga ingin minum yang segar-segar. Karena cuaca yang memang sangat panas.

"Nih minuman lo." Aeri menyodorkan segelas es jeruk pada Giselle.

"Thanks." Giselle langsung meminumnya. Tenggorokannya terasa segar sekali, karena telah tersentuh dengan es jeruk yang dingin dan manis asam.

"Lo ke sini nggak bawa apa-apa?" Tanya Aeri.

"Nggak. Gue kan kabur, jadi gue nggak bawa apa-apa. Cuma bawa keperluan sekolah aja. Eh sama beberapa barang yang menurut gue penting aja sih."

"Terus lo nggak bawa baju gitu?'

"Nggak."

"Terus lo mau pake seragam sekolah itu terus? Bau kali."

"Kan ada lo. Gue liat-liat, ukuran tubuh gue sama lo sama, jadi pakaian lo pasti muat juga di gue." Cengir Giselle.

Aeri mendengus sebal, "Gue sebenernya nggak suka sih kalo baju-baju gue dipake sama orang lain. Tapi karena lo ya yaudah deh. Mau gimana lagi."

"Nahh, gitu dong. Itu baru kembaran gue."

"Emangnya kita beneran kembar?"

Giselle menggidikan bahunya. "Nggak tau juga sih. Tapi karena muka kita mirip, anggap aja begitu. Sekalian juga, kita cari asal usul kita. Siapa tau kita beneran kembar kan?"

"Tapi gue kan beneran anak kandung ibu gue. Nggak kayak lo yang ternyata, lo diculik sama orangtua palsu lo selama ini."

"Emangnya lo yakin kalo lo beneran anak kandungnya ibu lo?"

"Yakin. Karena sebelum gue cerita tentang lo, gue sempet nanya nanya sama ibu gue. Kalo gue itu anak kandungnya apa bukan? Terus ibu gue jawab iya. Terus ibu gue nanya, kenapa gue nanya-nanya kayak gitu? Terus gue jawab aja, gue ketemu sama orang yang mirip sama gue. Seumuran lagi. Gue sempet mikir, mungkin gue bukan anak kandung ibu, dan ternyata kita saudara kembar. Tapi karena ibu gue jawab iya, gue anak kandungnya. Ya gue udah nggak mikir gitu lagi. Mungkin emang kita cuma kebetulan mirip."

"Tapi gue bukan anak kandung orangtua yang ngerawat gue selama ini. Dan gue ternyata punya kembaran. Itu gimana?"

"Ya itu mah nasib lo. Lo emang kembaran, dan kembaran lo terbunuh kan. Jadi bukan gue kembaran lo. Kembaran lo kan udah.. maaf, mati."

Giselle menghela napasnya. "Entah kenapa, gue merasa hidup gue rumit banget. Padahal sebelumnya, hidup enjoy enjoy aja. Nggak terlalu pusing mikirin."

"Ya sabar aja. Lo cukup tenangin diri disini. Omong-omong, lo udah kasih tau ke temen-temen lo?" Tanya Aeri.

Giselle menggeleng,"Belum semua sih. Cuma satu temen deket gue aja, si Karina. Gue udah ngasih tau dia, kalo gue bukan anak kandungnya mama papa. Tapi kalo masalah gue yang kabur dari rumah, dan numpang disini.. gue belum ngasih tau siapa-siapa."

Aeri tentu saja terkejut, "Loh. Kok gitu. Terus kalo yang lain nyariin lo gimana? Kalo mereka lapor polisi gimana? Gue nggak mau ya, gue sama ibu gue dianggap nyulik lo. Padahal kan lo sendiri yang niat kabur dan numpang disini."

Giselle tertawa, "Nggak bakal lah. Kalo pun memang mereka mau lapor polisi, dan lo sama ibu lo ketangkep karena tuduhan penculikan, gue bakal nyelametin lo sama ibu lo kok. Dan kalo bisa, gue mau laporin balik. Kalo mama papa yang sebenernya penculik. Mereka udah nyulik gue dan kembaran gue. Terus malah ngebunuh kembaran gue lagi. Pasti bakal kena pasal berlapis-lapis."

"Yaudah. Lo laporin aja sekarang. Biar lo juga tenang kan."

"Masalahnya nggak semudah itu, Ri. Lo tau sendiri kan? Mereka nyulik gue waktu gue masih bayi. Otomatis, kasus itu udah belasan tahun. Dan gue juga nggak punya bukti apa-apa. Yang ada gue malah dicelakain sama mereka, karena gue udah tau fakta itu dan udah ngebangkang dengan ngelaporin."

"Hm.. bener juga."

"Eh!"

Aeri dan Giselle menatap seseorang yang baru saja masuk ke rumah. Ibu Aeri berdiri mematung karena terkejut melihat anaknya ada dua.

"Ibu!" Aeri langsung menghampiri ibunya. Dia menggandeng ibunya untuk segera mendekati Giselle. Ia akan mengenalkannya.

"Ibu, ini Giselle. Orang yang Aeri ceritain kemarin karena mirip banget sama Aeri." Jelas Aeri dengan tersenyum.

"Giselle?" Tanya ibunya Aeri.

"Iya tante. Hai." Sapa Giselle dengan riang.

Ibunya Aeri menatap Giselle dan Aeri bergantian. Ternyata mereka berdua benar-benar mirip. Apa ini artinya?

Ibunya Aeri mendekati Giselle. Tangannya menangkup wajah Giselle. Mengelus lembut pipinya Giselle.

Giselle yang diperlakukan begitu hanya melirik Aeri. Meminta penjelasan pada Aeri mengenai perlakuan ibunya Aeri. Namun Aeri juga sama bingungnya dengan Giselle. Dia sama sekali tidak tau alasan kenapa ibunya begitu.

AERISELLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang