"Darimana kamu? Jam segini baru pulang?"
Langkah gadis itu terhenti kala suara rendah seorang pria menginterupsi. Rainanda berbalik sambil menyandang tas ransel nya di bahu sebelah kiri, dia menatap sang papa yang duduk di kursi meja makan dengan keluasan hati.
"Baru kelar ngurusin anak-anak MOS, Pah. Kan ini hari pertama," jawab Rainanda.
Sang Papa mengangguk lalu berooh ria. "Oh, iya. Papa lupa."
Rainanda mengangguk kecil, lantas memutar tubuhnya dan melanjutkan langkah menuju tangga. Rasa lega seketika memenuhi dada.
Untung saja ada alasan untuk nya pulang terlambat. Walaupun sedikit berdusta, karena tadi dia sempat mampir ke Gramedia untuk membeli beberapa novel fiksi.
Pria yang berprofesi sebagai Pilot itu memang selalu protektif pada anaknya. Dia selalu mengikat Rain dengan berbagai peraturan ketak. Jika Rain melanggarnya, maka ikat pinggang akan melayang menghantam raga.
"Rainanda... sini dulu, Nak."
Baru saja Rain menginjakan kakinya dianak tangga pertama. Suara lembut Sang Mama menyerunya lagi.
"Rain ganti baju dulu, Mah. Nanti Rain gabung. Mama sama Papa duluan aja." Rainanda menoleh pada Mama nya yang berdiri samping meja makan sambil menata hidangan makan malam, dibantu oleh Pembantu rumah tangga mereka.
"Sebentar, sayang. Sebentar... aja. Nanti Rain ganti baju deh abis itu," kata wanita itu pula.
Rain menghela nafas panjang dan terpaksa memutar langkahnya menghampiri sang Mama. "Kenapa, Mah?"
"Kamu panitia MOS kan, ya?" tanya wanita itu seraya merangkul pundak anaknya, dan menatap wajah lelah sang anak yang terlihat begitu kusut. Walaupun wajah itu kusut, tapi tak mengurangi kadar kecantikan dan pesona keindahan pada dirinya.
"He'em," jawab Rainanda mengangguk.
"Anak temen Mama ada yang baru masuk kelas X," ujar Sang Mama seraya meraih handphonenya, dan memperlihatkan foto seorang remaja laki-laki pada anaknya. "Nih, orangnya. Kamu kalo ketemu dia, jangan galak-galak, ya?"
Rain menggulirkan netra menatap layar handphone sang mama, dia menyipitkan matanya untuk meneliti wajah seorang pemuda di layar itu, untuk memastikan bahwa dia tidak salah lihat, setelah beberapa detik menelisik. Akhirnya Rainanda menghela nafas berat.
Rain lalu beralih menatap Sang Mama dengan mengerutkan kening dalam. "Emangnya kenapa?"
"Ya... gak papa. Kasian aja dia kalo di galakin, soalnya dia itu biasa dimanja." Sang Mama menarik kembali handphonenya dan mendudukkan diri di kursi.
"Justru itu, Mah. Dia itu udah SMA, udah harus belajar dewasa. Gka boleh manja lagi, biar mandiri. Makanya dilatih dari sekarang," kata Rain seraya mendudukkan diri di kursi ditengah-tengah kedua orang tuanya karena merasa sudah pegal berdiri.
"Betul itu kata Rain. Kalo sudah SMA itu sudah beranjak dewasa," timpal Sang Papa. Rain mengangguk menerima persetujuan.
"Tapi jangan galak-galak juga," sahut Sang Mama. "Kasian anak yatim"
"Anak yatim sih, tapi kaya raya." celetuk Rain sambil memasang wajah cemberut. "Rain yang perempuan di galakin Papa, tapi Mama diem aja. Kenapa tiba-tiba peduli banget sama dia?"
Sang Mama tersenyum sambil melirik pada suaminya yang juga mengulum senyum. "Ulululu, anak Mama.... Sini sini, sayang." Wanita itu berdiri dan memeluk tubuh anaknya dengan hangat sambil membelai rambut Rainanda. "Anak Mama kan kuat? tahan banting. Jadi gak papa kan Pah, ya?"
"Iya..." sahut Sang Papa sambil menyuap nasi beserta lauknya.
Rain hanya memasang wajah kusut. Muka yang tadinya sudah kusut, jadi makin kusut. "Yaudah, Rain mau mandi sama ganti baju dulu." Anak itu berdiri dari kursi dan beranjak dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BIG BABY {PRETTY BOY} ✓
Teen FictionAlzelvin Arshaq. Seorang anak manis beraura gula. Pemilik senyuman semanis madu. Aroma wangi, sebagaimana Kuntum Bunga Melati. Memikat Kupu-kupu untuk hinggap pada Taman hati. Tak hanya Kupu-kupu yang terpikat pada manisnya itu, bahkan Elang yang te...