CHAPTER 38 : KISAH SANG PERWIRA

56 6 0
                                    

Hari Ini Ucapara Pelepasan Masa Purna Bakti OSIS SMA Tenggara telah terlaksana. Seluruh siswa-siswi berkumpul di lapangan untuk memberikan apresiasi, pada Inti OSIS yang telah memimpin ketertiban sekolah mereka.

Guru-guru pun ikut mengapresiasi. Sekolah memberikan cinderamata sebagai kenang-kenangan untuk para siswa-siswi kebanggaan mereka itu.

Setelah acara berakhir. Para murid kembali ke kelas masing-masing. Termasuk Rainanda. Gadis pergi ke loker untuk menanggalkan almamater OSIS kebanggaan yang telah menemani nya setahun sebagai wakil ketua.

"RAIN.... RAINANDA!"

Tangan gadis itu baru saja menyentuh pintu loker, tapi gerakannya terhenti, saat suara tinggi seorang laki-laki menyeru namanya sambil berlari menghampiri.

Seorang remaja laki-laki, dalam balutan Almamater yang sama seperti Rainanda, berhenti di hadapan gadis itu.

"Gue mau ngomong, penting!" ucap pemuda itu dengan menekankan satu kata terakhir.

"Udah masuk jam pelajaran, Her. Nanti aja," hela Rainanda.

"Sebentar aja, Rain. Gue serius, ini penting!" ulang Heru dengan nada mendesak.

Rain menghela nafas panjang seraya menurunkan tangan nya dari gagang pintu loker. "Yaudah, mau ngomong apa?"

Heru mengedarkan pandangan ke sekitar sampai kepala nya berputar, dia celingak-celinguk mengawasi situasi. Sejurus kemudian dia menarik tangan Rainanda dan membawanya pergi.

"Eh...-eh, apa-apaan sih?" berang Rainanda kebingungan saat di seret tiba-tiba oleh Heru.

"Ikut gue bentar, ya? Kita harus cari tempat yang aman," ucap Heru sambil berjalan cepat mengitari gedung sekolah mereka ke arah belakang.

"Katanya sebentar, kok harus pindah spot segala?" cecar Rainanda seraya menatap pemuda di hadapannya yang terus berjalan.

"HERU!!" panggil gadis itu dengan nada tinggi, karena tak mendapatkan jawaban pasti.

Heru berhenti dan menoleh pada Rain. Dia tak melepaskan lengan gadis itu dari genggaman.

"Tentang apa, sih?" tanya Rain dengan raut muka marah bercampur heran melihat tingkah Heru.

"Tentang Alina," jawab Heru dengan tenang.

Rain membulatkan matanya sempurna saat mendengar Heru menyebutkan nama sang mama. "Gimana Lo tau?"

"Kita ngobrol di tempat lain aja," sahut Heru kembali menarik tangan Rain, tepat saat mendengar suara keramaian siswa di ujung gang menuju perpustakaan.

Dia membawa Rainanda menuju taman belakang. Tempat itu cukup sepi dan sunyi. Sehingga tidak ada siapapun yang bisa mendengar pembicaraan rahasia mereka ini.

Keduanya duduk di bangku taman dengan saling bersisian. Rain menatap Heru dengan penuh rasa penasaran.

"Jelasin!" titah gadis itu dingin.

Heru menarik nafas sesaat seraya melirik pada Rainanda sekilas. Dia merogoh saku jas nya bagian dalam, lalu mengeluarkan sebuah amplop putih yang sudah menguning usang, karena termakan oleh waktu.

Pemuda itu membuka amplop tersebut, kemudian mengeluarkan sepucuk surat dan selembar foto yang terselip diaan, lalu menyerahkan foto tersebut kepada Rainanda.

Rain menerima nya. Dia melihat foto itu dengan seksama, seketika debaran gemuruh bergelora di dalam dada. Di foto itu ada Alina dan....

"Itu Papa gue. Bastian Huanran," ucap Heru sambil mengikuti arah pandang Rainanda yang masih meneliti foto di tangannya. "Disampingnya adalah...."

MY BIG BABY {PRETTY BOY} ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang