BRAK...."Jawab dengan jujur! Apa motif kamu melakukan itu?" bentak Seorang Perwira Polisi berpangkat Melati satu dipundak nya.
Kompol Wira, yang bertugas menginterogasi dua pelaku tindakan kejahatan yang menyebabkan kebakaran di rumah Keluarga Wardhana.
Kedua orang yang di kejar oleh Heru malam itu, dua duanya adalah laki-laki dewasa, kira-kira berusia dua puluh tahunan. Mereka kini tengah menjalani proses interogasi. Segala bukti-bukti di TKP dan CCTV dari rumah tetangga juga membuktikan, bahwa semua tuduhan mengarah pada mereka.
Kedua laki-laki itu terbukti menyabotase aliran listrik di rumah Keluarga Wardhana, sehingga menyebabkan konsleting listrik yang membuat kebakaran. Sekarang tinggal mengorek kesaksian dari keduanya, tentang alasan mereka melakukan hal tersebut dengan sengaja.
"Hutang nyawa dibayar dengan nyawa," jawab salah seorang diantara nya dengan tatapan mata tajam dan mencekam, sementara satunya lagi memilih diam dengan gelagat gelisah tak karuan.
Pemuda yang lebih muda terlihat meringkuk ketakutan. Dia bahkan terperanjat saat Kompol Wira memukul meja di hadapan mereka.
"Apa maksud kamu dengan hutang nyawa?" tanya Wira pula.
Bastian dan dua rekannya menyaksikan proses interogasi itu, dari sebuah monitor sambil mendengarkan semuanya. Rainanda juga ada disana bersama Sang Papa, demi mengais informasi tentang kebakaran Rumah Wardhana.
"Sepuluh tahun yang lalu. Ayah dan ibu saya mati dalam kecelakaan Pesawat Cakrawala Airline yang di kemudikan Wisnu Wardhana," jawab Pemuda yang lebih tua dengan nada geram seolah menahan amarah. "Saya dan adik saya jadi yatim piatu, sedangkan dia.... Dia selamat dan bisa hidup sejahtera diatas penderitaan kami berdua."
Mata pemuda itu melirik pada adik nya yang gemetaran. Sang adik duduk dengan gelisah sambil sesekali memukulkan tangan ke atas paha.
Pemuda itu terlihat seperti sedang melampiaskan emosi. Di terka dari gerak-geriknya, anak itu terlihat sedikit spesial dengan keterbelakangan mental yang dia punya.
"Saya tidak terima! Wisnu juga harus kehilangan anggota keluarganya. Sebagaimana kami kehilangan orang tua kami. Orang yang kami sayangi," sambungnya pula. Dengan berani dia melirik Wira tanpa tatapan berdosa sama sekali. "Mereka pantas mati! Wisnu harus menderita."
Rain menahan nafasnya mendengar pengakuan itu. Pikiran gadis itu bercelaru. Segala perasaan dan pikiran-pikiran nya menjadi satu. Rasa terkejut ketika mendengar pernyataan pemuda itu cukup membuat Rainanda terperangah.
Ditambah lagi satu kekhwatiran nya tertuju pada Elvin. Kekasihnya yang masih terbaring koma di ruang ICU. Bagaimana jika Elvin tau, bahwa Kecelakaan pesawat yang menimpa Papa nya di kendalikan oleh Wisnu?
Apakah pemuda itu juga akan melakukan hal yang sama? Apa Elvin juga akan melakukan pembalasan dendam, seperti halnya pemuda didalam sana.
Nyawa dibayar nyawa, ungkapnya.
Bastian mendapati dengan jelas raut gelisah Rainanda, lantas merangkul pundak anak itu dan mengusapnya. Demi menyalurkan ketenangan, dan menghalau kegelisahan pada hati Rainanda.
Perwira polisi itu jelas tau, apa yang menganggu pikiran Rainanda saat ini. Mungkin keraguan nya atas fakta itu memang terjawab, tapi kekhwatiran apakah kekasihnya akan menerima kenyataan menyakitkan itu, tentu akan membuat Rainanda kepikiran.
Rain menoleh pada Bastian dengan tatapan sayu. "Apa El bakalan ngelakuin hal yang sama, Pah? Kalo dia tau Faktanya?"
"Enggak, sayang. Pacar kamu gak akan ngelakuin hal keji kayak gitu. Dia anak yang baik. Papa percaya itu," balas Bastian sambil memeluk pundak anaknya hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BIG BABY {PRETTY BOY} ✓
Ficção AdolescenteAlzelvin Arshaq. Seorang anak manis beraura gula. Pemilik senyuman semanis madu. Aroma wangi, sebagaimana Kuntum Bunga Melati. Memikat Kupu-kupu untuk hinggap pada Taman hati. Tak hanya Kupu-kupu yang terpikat pada manisnya itu, bahkan Elang yang te...