Rainanda berjalan sambil menenteng dua buah buku Novel fiksi di tangannya. Dia berniat membaca kedua Novel itu di perpustakaan, karena sebentar lagi bell pulang berbunyi.
Rain ingin menghabiskan sisa waktu disana, sebab di rumah dia tidak bisa leluasa membaca Novel. Papanya selalu memeriksa apa saja yang dibaca oleh anak gadisnya.
Rain hanya boleh membaca buku pelajaran, buku ilmiah, buku sejarah dan biografi pahlawan. Selain itu, dia tidak diperbolehkan, karena menurut Papa nya itu tidak berguna.
Padahal Rain hanya butuh hiburan semata. Gadis itu sangat menyukai Novel fiksi yang bernuansa indie. Bukan hanya fiksi remaja, tapi Novel romansa cinta dewasa, diselingi dengan drama, dan prosa prosa sastra yang jarang digunakan oleh penulis fiksi remaja.
"Kak... Kak, Rain."
Langkah gadis itu terhenti saat mendengar suara seseorang berseru ke arahnya. Terlihat seorang remaja laki-laki berlari dengan tergesa-gesa. Pemuda itu lebih tinggi daripada Rainanda. Memiliki mata sipit, dan hidung mancung serta rahang yang tegas.
"Kak, boleh minta tanda tangan nya?" tanya Pemuda itu seraya mengeluarkan sebuah note book kecil dan sebuah pulpen dari sakunya.
Rain berkedip dengan tenang menatap pemuda itu. Dia menggulirkan netra nya ke arah name tag sang pemuda dan membaca namanya. Nabastala Rikiandra.
"Mau tanda tangan gue?" tanya Rain dengan nada dingin seperti biasa.
Riki mengangguk kukuh. "Iya, Kak."
"Gak semudah itu tentunya," sahut Rainanda pula.
"Kakak mau gue ngelakuin apa?" tanya Riki perlahan dengan keraguan. Agak menakutkan baginya berhadapan dengan Rainanda.
Rain menarik nafas perlahan, lalu melemparkan pandangan ke arah lapangan. Disana dia melihat Elvin tengah berdiri dihadapan Sakti, mungkin untuk meminta tanda tangan Sang Ketua OSIS.
Gadis itu mengambil alih note book dan pulpen di tangan Riki.
"Lo liat cowok cantik itu?" tanya Rain seraya menunjuk Elvin dengan dagu nya.
Riki mengikuti arah pandang Rain, lalu mengangguk sambil menoleh lagi pada Sang Kakak Senior. "Liat, Kak."
"Bilang ke dia di tengah-tengah sana, pake suara kenceng. Bilang kalo dia cantik dan Lo suka sama dia, terus ajak dia pacaran." Rainanda mengatakan itu dengan tegas tanpa menatap wajah Riki.
Riki sendiri melotot tak percaya menatap wajah datar Rainanda. Begitu teganya Rain memberikan persyaratan demikian untuk mempermalukan dirinya. Seketika Riki merasa frustasi.
Bagaimana ini? Dia tidak mungkin menghindar. Apalagi dia sangat membutuhkan tanda tangan gadis ini, sebab semua siswa harus melengkapi tanda tangan inti OSIS, dan Rain punya peranan penting tentunya.
"Mau atau enggak?" tanya Rain karena Riki tak kunjung menjawab.
"Ma-mau, Kak. Mau," jawab Riki dengan cepat dan dengan sedikit keterpaksaan.
Rain mengangguk. "Yaudah, sana buruan!"
Dengan helaan nafas panjang dan raut wajah tak karuan. Riki berjalan dengan langkah berat ke tengah-tengah lapangan. Jarak nya tak jauh dari perpustakaan, hanya beberapa meter saja.
"Harus kedengaran sampai sini, ya? Kalo gue gak denger, gue suruh ulang!!" pekik Rainanda mengingatkan.
Riki meringis sambil menggaruk kepalanya, dan menoleh pada Rainanda yang terlihat melipat kedua tangan di dada atas sambil bersandar pada pintu perpustakaan. "Iya, Kak"
Rain hanya memperhatikan sambil memasang senyuman tipis, dan berkata dalam hati. 'Kena Lo sama gue'
Tak perlu waktu lama. Riki berhenti di depan kerumunan siswa-siswi yang antri meminta tanda tangan Sakti. Tanpa aba-aba, dia menarik tangan Elvin yang tak tau apa-apa keluar dari kerumunan sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BIG BABY {PRETTY BOY} ✓
Teen FictionAlzelvin Arshaq. Seorang anak manis beraura gula. Pemilik senyuman semanis madu. Aroma wangi, sebagaimana Kuntum Bunga Melati. Memikat Kupu-kupu untuk hinggap pada Taman hati. Tak hanya Kupu-kupu yang terpikat pada manisnya itu, bahkan Elang yang te...