Sudah tiga hari Elvin absen dari sekolah, karena harus menjaga Mama nya di rumah sakit. Selama tiga hari itu pula Rainanda bolak-balik kesana untuk menjenguk, dan memberi dukungan secara mental pada Sang Pemuda. Setiap pulang sekolah hingga malam tiba, barulah Rainanda pulang ke rumah.
Wisnu tak marah. Kali ini Pria itu di berikan pengertian oleh Widya, bahwasanya Elvin membutuhkan Rainanda disisinya. Alhasil, dia hanya bisa pasrah menurut saja.
Hari ini Sabtu, mengawali akhir pekan. Rain pagi-pagi sudah tiba di rumah sakit setelah mendengar kabar dari Elvin, bahwa Yunda sudah siuman tadi malam dan sudah di pindahkan ke ruang rawat VIP.
TOK, TOK, TOK...
Rain mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk. "Permisi...?"
"Karen, sini masuk." Elvin yang duduk di kursi samping ranjang Yunda, lantas menoleh dan berdiri mendapati kehadiran kekasihnya.
Rain tersenyum tipis dan berjalan masuk sambil membawa paper bag berisi sarapan untuk Elvin.
"Gimana, El?" tanya Rain seraya meletakkan paper bag itu ke atas nakas.
Elvin mengerjapkan matanya menatap Rainanda, lalu beralih pada sang Mama yang terlihat masih lemah. Mata wanita itu kadang tertutup, kadang terbuka. Seolah begitu berat untuk nya membuka mata.
Terkadang juga pandangannya kosong. Setiap menatap wajah Elvin, Yunda menyipitkan mata seolah tak dapat mematri sosok sang anak dan tak mengenali anaknya sendiri.
"Mama udah sadar, tapi kondisinya memburuk." Helaan nafas panjang keluar dari bibir mungil Elvin. Kepalanya tertunduk lesu. "Sejak tadi malem, Mama udah beberapa kali muntah-muntah. Mama juga keliatan linglung."
"Kata dokter itu emang gejala dari Tumor Otak Stadium akhir. Wajah, tangan dan kakinya lumpuh. Penglihatan nya kabur, bahkan bisa sampai hilang ingatan dan kesulitan berbicara," jelas Elvin perlahan.
Tatapannya kian sendu, menyorot pada raga Sang Mama yang hanya tinggal separuh nyawa. Anak mana yang tega, melihat ibunya tersiksa dengan sakit berkepanjangan seperti itu?
Ingin rasanya Elvin menggantikan posisi Yunda untuk menerima segala rasa sakitnya. Biar Elvin saja yang menderita, jangan Mama nya.
Sejenak pemuda itu merasakan sentuhan tangan Rainanda mengusap pundaknya perlahan, demi menenangkan hati yang penuh kekalutan.
"Kuat ya, sayang? Demi Mama," bisik Rainanda.
Elvin menggeleng, dia masih tertunduk tak berdaya. "El gak kuat kalo liat Mama terus-terusan begini, Kak. Mending El aja yang terbaring disana. El aja yang menderita, asal jangan Mama.
"Hey... sayang." Rainanda meraih kedua pundak Elvin agar menghadap pada dirinya, kemudian menggenggam lembut kedua tangan sang pemuda. "Gak boleh ngomong gitu, sayang. Kita seharusnya minta yang baik-baik, bukan minta sesuatu yang memperburuk keadaan."
"Mama kamu juga pasti sedih kalau kamu yang sakit. Aku juga gak kalah sedih. Ajel gak mau kan buat Mama sama Karen sedih?" tutur Rainanda penuh kelembutan dalam menanamkan pengertian.
Elvin menggeleng sambil memejamkan matanya dalam. Dia tidak mau menangis lagi, dia tidak mau cengeng di depan kekasihnya kali ini.
Rain tersenyum tipis sembari mengusap lembut kedua punggung tangan Elvin. "Yaudah, sekarang kamu makan dulu, ya? Aku udah bawain sarapan. Biar aku yang jagain Tante Yunda."
"Gak papa?" Elvin menatap ragu pada gadisnya.
"Gak papa... kamu juga harus bersih-bersih sama makan, kan? Biar ada tenaga," kata Rainanda seraya melepaskan tautan tangan mereka dan meraih paper bag yang dia bawa tadi. Rain kemudian menyerahkan nya pada Elvin. "Abisin, ya? Itu aku bikinin buat kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BIG BABY {PRETTY BOY} ✓
Teen FictionAlzelvin Arshaq. Seorang anak manis beraura gula. Pemilik senyuman semanis madu. Aroma wangi, sebagaimana Kuntum Bunga Melati. Memikat Kupu-kupu untuk hinggap pada Taman hati. Tak hanya Kupu-kupu yang terpikat pada manisnya itu, bahkan Elang yang te...