CHAPTER 37 : JATI DIRI RAINANDA

53 6 0
                                    


Bastian mengeram marah saat melihat sesuatu yang terpampang di layar handphonenya. Sebuah laporan dari Anggota Kepolisian tentang utas rahasia yang dia jaga. Hampir saja pria itu melemparkan gelas susu yang ada di atas meja, jika tidak ingat akan keberadaan Heru disana.

Heru tentu menyadari raut murka Bastian. Namun, pemuda itu tak berani bertanya. Dia hanya berusaha diam sambil menghabiskan sarapan. Sesekali dia melirik pada Bastian. Sialnya, pada lirikan terakhir aksi Heru itu ketahuan.

Bastian mendapati Heru yang menatap dirinya dalam diam, Heru langsung buru-buru mengalihkan perhatian. Pria itu lantas berdeham.

"Heru..." panggil Bastian dengan suara rendah.

Heru menoleh pada Sang Papa. "Iya, Pah?"

"Hari ini kamu berangkat sekolah sama Papa. Ada yang mau Papa bicarakan," cetus pria itu.

"Tentang apa, Pah?" tanya Heru penasaran.

"Tentang Rainanda," jawab Bastian dengan tenang.

Heru menautkan sepasang alisnya kebingungan. Baru saja dia hendak membuka mulut untuk bertanya lagi, tapi Bastian sudah langsung berdiri.

Pria gagah berusia Empat puluh tahun, dalam balutan Pakaian Dinas Lapangan Kepolisian itu, beranjak ke ruang kerjanya lebih dulu meninggalkan Heru.

Seribu satu tanya mengekal dalam kepala. Setelah teka-teki yang dia temukan di meja kerja Bastian kemarin. Semua hal seolah menjadi seperti Egnima yang tak dapat Heru temukan jawabannya. Pemuda itu terperangkap dalam labirin rahasia yang di ciptakan Sang papa.

...o0o...

Sebuah Vespa biru memasuki gerbang SMA Tenggara. Di atas nya ada sepasang anak muda yang terlihat mesra, saling tersenyum dan tertawa.

Anak laki-laki yang mengemudi sempat menyapa satpam sekolah mereka saat melewati gerbang. Baru kemudian roda vespa itu berputar menuju parkiran. Hingga sampailah mereka di tujuan.

Sang gadis turun lebih dulu, diikuti oleh Sang pemuda. Laki-laki berwajah belia mempesona itu berbalik, dan membantu gadis nya membuka helm yang membalut kepala gadis tersebut.

Keduanya sama-sama tersenyum. Pemandangan manis itu menjadi tontonan beberapa mata di pagi hari yang cerah. Ada yang berdecak kesal, mengingat status diri sendiri yang jomblo. Ada pula yang ikut tersenyum karena merasa terbawa suasana, cukup menghibur kejombloan dirinya.

"Sementara El bonceng pake Vespa ini dulu, gak papa kan, ya? Nanti kalo El udah punya uang sendiri, baru El beli motor yang bagus," kata Elvin sambil meletakkan helm yang mereka gunakan ke atas vespa itu.

Vespa matic kuning itu dia pinjam dari Janoko untuk membawa gadisnya jalan-jalan hari ini. Demi menghibur hati Sang pujaan hati.

"Gak papa, sayang. Vespa ini juga nyaman buat jalan berdua. Asalkan sama kamu," sahut Rain seraya menggandeng tangan Elvin, dan berjalan beriringan meninggalkan parkiran.

Elvin tersenyum malu. "El punya rencana buat usaha kecil-kecilan, Karen. Kayak Coffee truck gitu. Jualan kopi, cemilan, dan ice cream."

"Oh, ya? Bagus dong, tapi kok kamu tiba-tiba kepikiran buat usaha gitu?" tanya Rain heran.

"El cuma mau nyari tambahan buat biaya hidup El. Gimana pun kehidupan tetap berjalan, kan? Kalo El cuma ngandelin harta peninggalan Mama Papa, tabungan itu juga bakalan menipis, takutnya nanti abis." Elvin menarik senyuman simpul di kedua sudut bibirnya. "El pikir... tabungan itu mending di simpen aja buat biaya pendidikan El. Soalnya biaya masuk fakultas kedokteran makin mahal setiap tahun, makanya El kepikiran buat usaha aja."

MY BIG BABY {PRETTY BOY} ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang