CHAPTER 6 : PAHLAWAN KESIANGAN

204 18 0
                                    


"Gimana persiapan Jurit malam nanti? Udah Ready?" tanya Aysel seraya menyampirkan Jas Almamater nya ke sandaran kursi, lalu mendudukkan diri di kursi itu, menghadap pada meja bulat yang biasa mereka gunakan untuk rapat di ruangan OSIS ini.

Di hadapannya ada Sakti yang berdampingan dengan Rain, dan disisinya ada Heru yang terlihat duduk termangu sambil geleng-geleng lesu.

"Siap apanya? Dana aja belum cair, mau nyiapin pake apa?" gerutu pemuda itu sambil memutar-mutar pulpen di tangan kanannya. Dengan mata yang fokus memandang pada buku panjang catatan pemasukan dan pengeluaran, terlihat seperti hutang, tapi sebenarnya Itu adalah buku catatan bendahara.

"Yaelah... gedung doang elit, ngeluarin dana sulit. Emang dasar yayasan pelit!" sindir Ayselia.

Aysel menggulirkan netra ke arah Sakti, dan Rainanda yang masih terlihat santai menatap layar laptop yang terbuka.

"Kita perlu rapat lagi," putus Sakti.

Heru menaikkan sebelah alisnya. "Kita aja nih?"

"Iya, nanti Pak Rakhan biar gue yang ngasih tau. Dia lagi sibuk di aula ngurus bocah bocah," jawab Sakti seraya menegakkan punggungnya dan menutup layar laptop Rainanda.

Rain yang terkejut hanya bisa melirik pasrah pada Sang Ketua sambil menggerutu dalam hati.

"Jurit malam nya kita batalin aja," ujar Sakti pula.

"Emang gak papa?" tanya Aysel menatap ketua nya ragu.

Sakti mengendikan bahunya. "Mau gimana lagi? Dana nya gak ada, gak mungkin kan kita minta sumbangan sama mereka? Nanti dibilang pungli lagi. Persiapan juga gak ada."

"Kalo kita ajuin proposal lagi aja gimana?" usul Heru.

"Gak bakal ke kejar gue rasa. Lo tau sendiri kan dana sekolah ini cair nya lama," sahut Sakti pula.

"Ck. Punya donatur medit banget, heran!" omel Aysel mengumpati Donatur sekolah.

"Terus ni acara selesai gitu aja?" Rainanda yang tadinya menyimak sambil menopang dagu akhirnya bersuara. "Gak seru, dong."

"Ya... mau gimana lagi?" ujar Sakti yang terlihat begitu pasrah akan apa yang terjadi.

"Gue ada ide," cetus Rain seraya mengetukkan jemarinya ke atas meja, kemudian melipat kedua tangannya disana.

Enam pasang mata itu sontak melirik pada Rainanda dengan tatapan penasaran. Melihat itu Rainanda menarik satu sudut bibirnya dan mulai membuka mulut. "Gimana kalo acara jurit malam nya kita ganti aja, jadi Gelar Senja."

"Gelar Senja?" Heru menautkan kedua alis tebal nya. Sakti dan Aysel pun menunjukkan ekspresi yang sama, mereka menunggu penjelasan dari Sang Wakil ketua.

Rain mengangguk lalu mulai menjelaskan. "Kita cuma perlu ngumpulin mereka di taman belakang sekolah, posisinya menghadap langsung ke barat untuk sama-sama menyaksikan matahari tenggelam. Rangkaian acaranya simpel aja. Baca puisi, Penyampaian kesan dan pesan dari kita ke mereka dan Salah satu dari mereka ke kita, Serah terima surat dari mereka, di tutup dengan nyanyi sama-sama. Gimana?"

BRAK!!!

"SETUJU GUA!!" seru Heru seraya menggebrak meja rapat mereka.

Sakti dan Aysel terkejut dibuatnya, sementara Rain hanya tertawa karena sudah terbiasa. Apalagi melihat ekspresi sumringah Heru saat tadi dia menyampaikan ide. Rain sudah tau, anak itu akan melakukan act out yang tak disangka-sangka.

"Anying! Gak usah ngagetin juga," omel Aysel seraya mencubit lengan panjang Heru, sementara Sang empunya malah tertawa.

"Gimana, Pak Ketua?" Rain menoleh pada Sakti meminta persetujuan.

MY BIG BABY {PRETTY BOY} ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang