Chapter 9

30 2 0
                                    

SELAMAT MEMBACA...

***



Pukul sembilan pagi tepat.

Matahari mulai bersinar terang menyinari Kota Cantessa. Semua orang bergegas memulai hari dengan ceria. Namun, itu tidak berlaku bagi Pangeran Eryk yang masih terbaring lemah di lantai tertutupi selimut tebalnya. Kondisinya masih sangat lemah. Dia membiarkan cahaya matahari menyinari tubuhnya agar bisa kembali pulih seperti biasanya.

Ketika itu, pintu ruangan pribadinya terbuka. Masuklah Bibi Ingrid sambil membawa makanan untuknya. Bibi Ingrid juga tidak lupa membawakan pakaian bersih serta obat luka. Setelah meletakkan semua kebutuhannya, Bibi Ingrid segera keluar ruangan tanpa kata.

Jam terus berputar.

Satu jam berlalu. Dua jam berlalu. Tiga jam berlalu. Akhirnya Pangeran Eryk bisa menggerakkan tubuhnya meskipun masih lemah. Dia berusaha untuk duduk menghadap matahari. Kali ini, rasa perih mendominasi punggungnya. Dia yakin hukuman yang diterimanya melukai tulang pangkal sayapnya, sehingga tidak bisa disembuhkan oleh sinar matahari seperti biasa.

Dia berusaha tidak menghiraukannya.

Saat matahari menghilang pada pukul 12 siang, dia kembali beringsuh di dalam selimutnya. Berusaha menerima sakit dari kutukannya yang setiap hari dia rasakan. Haruskah dia menyerah?


^^^


Langkah kaki Pangeran Adelmo terhenti saat melihat sosok ratu berdiri di depan menara kastil kerajaan sambil ditemani pelayannya. Dia merasa tidak enak jika mengganggu ratu, maka dia memutuskan pergi dari sana.

Aku akan datang lagi, Eryk.

Maaf, aku tidak bisa melakukan apa pun untuk menolongmu.

Batin Pangeran Adelmo.

Perlahan dia membalikkan badan lalu pergi meninggalkan menara kastil kerajaan tanpa diketahui oleh ratu yang masih fokus melihat depan.

Selepas kepergian Pangeran Adelmo, Bibi Ingrid keluar untuk menemui ratu yang sudah datang sejak pagi, bahkan sebelum matahari muncul.

"Sebaiknya Yang Mulia kembali lagi besok. Sebentar lagi hujan."

"Apa... dia... Putraku... bagaimana kondisinya?" ratu tergagap karena isi hatinya yang tidak menentu.

Kepala Bibi Ingrid tertunduk tanpa mampu menjawab dengan kata-kata. Itu semakin membuat ratu sedih bahkan menangis tanpa suara. Suasananya jadi menyedihkan, ditambah mendung yang mulai bermunculan.

"Kenapa aku begitu lemah? Kenapa aku membiarkan putraku tersakiti? Kenapa aku tidak melakukan apa pun untuk menolongnya?" gumam ratu meratapi hidupnya.

Ketika rintik gerimis bermunculan, ratu mengusap air matanya dengan asal sambil memasang wajah dipenuhi kemarahan. Bibi Ingrid dan pelayan ratu jadi merasa aneh dengan perubahan sarat di wajah ratu.

"Memangnya sehebat apa dia?! Hanya karena dia raja, bukan berarti dia bisa menyakiti putraku seenaknya! Aku adalah RATU. Tidak ada satu pun yang boleh menyentuh putraku! Sekalipun dia adalah raja." Lanjut ratu yang sangat bersemangat lalu dia membalikkan badan meninggalkan menara kastil kerajaan.

"Yang Mulia Ratu," panggil pelayannya yang ikut bergerak pergi setelah berpamitan dengan Bibi Ingrid.

Benar, berjuanglah, Yang Mulia. Memang tidak adil jika hanya putramu yang tersakiti.

Bibi Ingrid membatin dalam hati.


^^^


Suara keributan di luar ruangan musyawarah petinggi kerajaan membuat raja tidak fokus. Perdana menteri yang ikut bermusyawarah pun jadi merasa terganggu. Ketika itu, ada yang melaporkan bahwa yang membuat keributan adalah ratu. Tentu itu membuat raja marah. Raja langsung keluar ruangan.

"Ada apa ini?!"

Suara raja membuat ratu yang sedang memegang vas kristal pajangan yang tertata rapi di setiap tiang langsung melemparkannya dengan asal.

"Setelah menghukum putramu – darah dagingmu – Pangeran Eryk, kau mengurungnya. Di mana hati nuranimu?! Saat Putra Mahkota Rhys dan Putri Illona terluka, kau mengutus semua medis untuk merawat mereka. Apa itu yang namanya keadilan?! Apa itu, keadilan yang kau janjikan saat melamarku!!!" ratu meluapkan amarahnya. Dia bahkan tidak perduli jika ditonton oleh para petinggi kerajaan.

"Di mana sopan santunmu sebagai ratu? Kamu kira ini di mana? Kembali ke kamarmu dan istirahat." Raja mencoba mengabaikan.

"Lihat dirimu! Kau sama sekali tidak perduli! Padahal putraku yang selama ini menanggung kutukan keluargamu! Di mana urat malumu, hah?! Kau bisa hidup hanya karena putraku! Semua keturunanmu bisa baik-baik saja juga karena putraku!!!"

Tiba-tiba Permaisuri Abella datang.

"Itu karena putramu bisa menanggungnya, Yang Mulia. Putramu yang menanggung kutukan itu, tapi dia dianugerahi kelebihan lewat kutukan itu. Dia bertahan meskipun disiksa seumur hidupnya. Tapi itu tidak berlaku untuk anak-anakku." Permaisuri Abella berusaha menjaga martabatnya.

"Apa kau bilang?!" ratu semakin marah.

"Putriku – Putri Illona bahkan sedang diambang kematiannya, apa Yang Mulia Ratu tahu itu?! Itu semua karena ulah putramu – Pangeran Eryk!!!" lanjut Permaisuri Abella meninggikan suaranya sambil menangis.

Deg!

Ratu bungkam seketika.



***

SALAM SEHAT,

JINAAN00.

30/04/2024

LEGENDA KOTA HUJAN [ONGOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang