Chapter 17

29 3 0
                                    

SELAMAT MEMBACA...

***



Mata Chiara menatap jendela kecil kamarnya dalam diam.

Sejak dia tiba di tempat tinggalnya di distrik kota mati, dia hanya duduk diam menghadap jendela yang sengaja dibukanya. Membiarkan udara memasuki kamarnya yang selalu tertutup di siang hari, karena dia selalu bekerja seumur hidupnya dari pagi hingga malam. Suasana menyeramkan yang melekat di distrik kota mati pun tidak diindahkannya.

Pikirannya sedang kacau.

Dia terlihat seperti tidak waras dengan pandangan kosong. Kini, dia sudah tidak perawan. Dia tidak menyangka, harus kehilangan keperawanannya demi melayani pangeran yang terkutuk.

Tiba-tiba air matanya membasahi pipinya.

Ternyata, hidupnya yang dipenuhi air mata tidak ada akhirnya.


^^^


Bibi Ingrid terkejut melihat Pangeran Eryk yang sedang melebarkan sayap hitamnya dengan bertelanjang dada.

"Apa yang kau lakukan?!" bentak Bibi Ingrid. Biasanya jika Pangeran Eryk sudah mengeluarkan sayapnya, maka dia akan menyakiti seseorang atau akan melakukan hal buruk.

"Warnanya tetap hitam," ujar Pangeran Eryk.

Bibi Ingrid keheranan.

"Apa maksudmu?" tanya Bibi Ingrid.

"Seingatku, saat aku melakukannya, dia tiba-tiba keluar padahal biasanya kalau hujan tidak pernah bisa keluar dan hanya menyakitiku, tapi dia keluar berwarna putih." Pangeran Eryk menjelaskan.

"Seks?" tanya Bibi Ingrid terang-terangan.

"Hem..." jawab Pangeran Eryk dengan enggan.

Bibi Ingrid berjalan ke ruangan di mana pakaian Pangeran Eryk disimpan. Dia mengambil bulu sayap berwarna putih yang tadi disimpannya.

"Maksudmu ini?" Bibi Ingrid menunjukkannya pada Pangeran Eryk.

"Itu... bagaimana bisa?" tanya Pangeran Eryk kebingungan.

"Aku menemukannya di kasurmu saat aku membersihkannya."

"Lalu?"

"Bulu ini adalah bukti kalau kau berhasil melakukannya. Aku tadi sudah mengeceknya di perpustakaan tentang kutukan kota hujan."

Pangeran Eryk mengerutkan keningnya.

"Penjelasan," tuntut Pangeran Eryk.

"Tertulis bahwa setiap kali kau melakukannya, akan ada satu bulu yang rontok. Seperti ini," Bibi Ingrid memamerkan bulu putih ditangannya. "Kau harus mengumpulkan bulu seperti ini sebanyak umur yang kau sandang, agar kutukan kota hujan lenyap. Saat kutukan itu lenyap, maka sayapmu akan berganti warna menjadi putih." Lanjutnya memberitahukan apa yang sudah dibacanya tadi setelah bertemu Ratu Olivia di perpustakaan kerajaan.

"Apa kau bilang?! Meskipun kutukannya hilang, tapi aku tetap memiliki sayap terkutuk ini?!" bentak Pangeran Eryk marah.

Bibi Ingrid bahkan refleks mundur satu langkah ke belakang.

"Itu yang tertulis," balas Bibi Ingrid membela diri.

"Sial!" Pangeran Eryk mengumpat keras.

"Di sana juga tertulis, jika kau sudah berhasil melakukannya sekali dengan satu perempuan, maka kau harus terus melakukannya hingga akhir dengan perempuan tersebut. Jika tidak, hitungannya kembali dari awal." Bibi Ingrid pun menambahkan penjelasannya.

"HAAAAA!!!"

Pangeran Eryk menjerit keras karena kesal.

Itu membuat Bibi Ingrid terkejut dan melarikan diri.


^^^


Pangeran Adelmo menemui kakaknya – Putri Isla, di taman samping di kediaman khusus Permaisuri Maja. Di sana juga ada ibunya – Permaisuri Maja.

"Kak," panggil Pangeran Adelmo.

"Ya?" sahut Putri Isla tenang.

"Apa tulang pangkal sayapmu masih terasa mengganggu?"

"Anehnya, sejak pagi aku bangun tidur, tulang pangkal sayapku tidak membuatku terganggu sama sekali, tidak seperti biasanya." Putri Isla tersenyum.

"Aku juga. Ini sangat aneh."

"Memangnya ada apa?" sambung Permaisuri Maja.

"Sejak lahir, tulang pangkal sayap ini sangat menggangu meskipun tidak sakit, Bu. Tapi, sejak pagi tadi tidak mengganggu sama sekali. Aku kira, hanya aku yang merasakannya." Pangeran Adelmo yang menjelaskan.

"Benarkah tidak mengganggu lagi? Hanya itu yang membuat kalian rewel selama ini." Respon Permaisuri Maja.

"Benar, Bu. Aku juga merasakannya." Sambar Putri Isla.

"Apakah terjadi sesuatu?" Permaisuri Maja bertanya-tanya.

"Apa ini ada hubungannya dengan sukarelawan yang dikirim ke menara kastil kerajaan? Kenapa belum ada kabar? Kenapa Menara kastil kerajaan masih sepi?" sambar Putri Isla.

"Eryk..." sebut Pangeran Adelmo mengingat Pangeran Eryk. "Aku harus ke menara kastil kerajaan. Aku pergi dulu, Bu." Lanjutnya langsung pergi.

"Aku ikut!" Putri Isla juga beranjak dari tempatnya.

Permaisuri Maja hanya diam di tempatnya.

"Sepertinya, kali ini Pangeran Eryk berhasil melakukannya." Kata Permaisuri Maja yang tetap tenang di tempatnya sambil tersenyum misterius.



***

SALAM SEHAT,

JINAAN00.

08/05/2024

LEGENDA KOTA HUJAN [ONGOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang