Pernikahan Berdarah - Chapter 9

52 1 0
                                    

Little Thief's POV

"Jika kau berencana untuk membunuhku, kau bisa bilang dari awal. Jadi aku tidak perlu repot-repot dandan se-rapi ini."

Ucapanku mungkin terdengar tangguh. Tapi kenyataannya, aku bisa merasakan ketiakku mulai lengket dengan keringat begitu mobil yang dikendarai sang iblis memasuki kawasan perhutanan.

Jalanan ini sepi. Tidak beraspal. Hanya punya satu jalur yang dikelilingi pepohonan tinggi. Sejauh mata memandang, aku belum menemukan kendaraan lain yang melintas.

Lokasi yang sempurna untuk pembunuhan.

Azrael Leviathan Pereira bisa saja menipu publik dengan menjelma menjadi sosok politisi tampan yang duduk di kursi Parlemen. Tapi aku sudah melihat langsung dengan mata kepalaku sendiri, betapa dingin caranya mengambil nyawa seseorang.

Aku tidak berharap Azael membalas ucapanku, karena selama 20 menit kami berkendara, iblis itu memutuskan untuk mengacuhkan aku—kemungkinan besar karena kejadian canggung di dalam kamarku.

Tapi di luar prediksi, Azrael memberiku lirikan tajam, "Aku tidak jadi membunuhmu jika kau bisa duduk tenang dan tidak berisik.

Tidak jadi? Apa maksudnya tidak jadi? Apa dia awalnya berencana lalu tiba-tiba mengampunkan jiwaku?

Aku ingat betapa menjengkelkan ketika iblis itu tidak memberikan aku respon selama 20 menit penuh kami di dalam mobil—seolah aku hanya boneka yang duduk di kursi penumpang. Tapi ketika Azrael mulai membuka mulut, aku lupa aku lebih benci setiap ucapan yang keluar dari mulutnya.

Semoga iblis itu bisu selamanya.

"Kau lebih menyenangkan ketika sedang mencoba memasukkan jarimu ke dalam diriku." Aku mengatakan itu sangat-sangat pelan. Mengira, tidak mungkin Azael bisa mendengarku.

Tapi wajah kerasnya mendadak tegang—bahkan tulang pipinya sedikit memerah, "Shut up, Kiera."

Oh, sial. Sekarang aku tahu kenapa dia menggunakan namaku. Dia hanya melakukan itu ketika benar-benar marah.

Tapi, tunggu sebentar—apa aku baru saja membuat Azrael Leviathan Pereira merona? Aku?

Wow. Kekuatan super yang tak sadar kumiliki.

Kejadian langka itu membuatku tersenyum selama 3 detik penuh. Tapi lalu, aku teringat iblis macam apa Azrael ini. Bisa jadi senyum tiga detik itu adalah senyum terakhir dalam hidupku.

Jadi aku menuruti ucapannya. Mengunci bibir rapat-rapat sembari mencoba untuk tidak bergidik setiap kali tatapanku menangkap pemandangan pohon besar—yang terlihat sempurna untuk malaikat pencabut nyawa di sebelahku jika dia memang berencana mengirimku bertemu Tuhan.

Sialan. Range Rover besar ini mulai membuatku sesak nafas.

"Bolehkan aku menurunkan kaca?"

"Tidak." Iblis itu menjawab begitu cepat, bahkan tanpa sekali pun menoleh ke arahku.

"Tapi aku tidak sanggup menghirup udara yang sama denganmu."

Aku tahu aku bisa mati karena ini—menantang malaikat maut. Tapi begitu juga jika aku tidak segera mendapatkan udara segar. Tenggorokanku mulai terasa mencekik dan aku tidak bisa bernafas. Lebih baik mati karena peluru yang bersarang di kepala dari pada mati karena kehabisan nafas.

Kaca jendela di kedua sisi mobil bergerak turun, "Apa kau bisa diam sekarang?"

"Oh, Thank God!"

Baru lah saat itu, aku bisa bernafas. Menghirup oksigen yang berbau tanah dan daun segar. Angin musim semi berhembus dingin, meniupi wajah dan rambutku yang terikat ponytail.

MARRIED TO A JERK [Harry Style]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang