20 - Should I stop here?

9.5K 598 65
                                    

Semua kembali lagi pada tempatnya. Minggu yang berat ini seakan terbalaskan saat aku melihat Harry tertidur pulas disebelahku. Hal yang paling kurindukan.

Rutinitasku seperti biasapun berlanjut. Aku langsung membersihkan diriku setelah itu beranjak ke dapur untuk menyiapkan sarapan.

Tak sampai tiga puluh menit, dua porsi pancake dan dua gelas susu vanila rendah lemak tersaji di meja makan.

Bertepatan dengan itu, Harry muncul dengan hanya mengunakan boxer hitam setengah paha. Dari raut wajahnya, ia terlihat masih setengah sadar.

Hatiku menghangat, mengingat betapa aku rindu dengan sifatnya yang selalu terlihat menggemaskan di mataku. Harry berhenti tepat di hadapanku. Tampangnya memang seperti orang loyo, tapi diluar dugaanku ia meraih pinggangku dan dengan mudahnya mengangkatku ke atas meja.

Aku masih begitu terkejut. Tau-tau Harry menghimpitku. Ia memeluk pinggangku, menghilangkan jarak antara kami. Tubuhnya berada diantara pahaku.

"Harry!" Aku memekik.

Ia menyungging senyum, "Good morning, angel."

Duru napasnya menerpa bibirku. Wajah kami nyaris menempel. Kembali kurasa pasokan udara di sekitarku menipis saat tatapan Harry menusuk kedalam mataku.

"G-good m-morning..." Suaraku sangat halus, nyaris tidak dapat terdengar.

"Bolehkan aku mendapatkan morning kiss?" Harry mengelus pipiku, sangat lembut. Kupejamkan mataku, menikmati sentuhannya yang begitu kurindukan. "Diam artinya boleh."

Sepersekian detik, bibir kami bertemu. Jantungku bergemuruh saat benda lunak itu mengecup bibirku. Hanya saja terlampau singkat, sedikit membuat hati kecilku kecewa.

Ketika kurasa Harry akan pergi, segera kulingkarkan kakiku pada pinggangnya. Aku tidak peduli dengan senyum licik dan geli di wajah Harry, buru-buru kutarik tekuknya, menyatukan bibir kami.

Tidak ada yang lebih kunanti selain ini. Kulumat bibir Harry kasar, melampiaskan kerinduanku padanya. Tanganku menjalar menjambak kecil rambutnya dan menekan tekuknya, memperdalam ciuman kami.

Harry tidak bergerak, membuatku gerah. Kupangut bibirnya atas dan bawah bergantian. Sesekali memberi hisapan kecil.

Sepertinya pertahanan Harry roboh saat ia mulai membalas ciumanku. Aku tersenyum kecil disela ciuman kami. Ia mulai melahapku dengan buas. Bahkan tak memberiku kesempatan untuk sekedar mengambil napas.

"Ngh!" Napasku masih tersenggal-senggal. Kening dan hidung kami menempel. Matanya yang menghitam karena nafsu menatapku sayu.

"Seandainya saja aku tidak memikirkanmu kesusahan membuat sarapan, mungkin sekarang aku akan menidurimu di meja ini, B."

Aku meneguk ludah. Kata-kata vulgarnya berhasil membuat celana dalamku basah. Membayangkan-fuck!

Apa yang kubayangkan?! Ini masih pagi, Bi!! Jangan biarkan Harry mengotori pikiranmu.

Kudorong dadanya pelan. Akupun beringsut turun dari meja. Kuberi ia senyuman kebanggaanku sambil melipat tangan di depan dada. "Tidak ada yang akan kau tidurin di meja pagi ini, Mr. Styles. Kau dan aku harus kuliah." 

"Membosankan." Harry mendengus.

Kutarik tubuh besarnya, mendudukkannya di kursi. "Ayo sarapan. Ada bayi raksasa yang harus minum susu."

"Ugh, fuck!"

•••

"What's so funny, princess?"

Aku terhentak ketika mendengar bisikan Zayn disebelahku. Ketika aku menoleh ke sekitar, kami sudah berada di parkiran kampus. Melamun tentang Harry membuatku lupa waktu.

Aku mengkup sebelah pipinya yang condong padaku, lalu mencium sisi sebelahnya. "Nothing, babe."

Baru aku mau membuka pintu mobil, Zayn mencegatku. Aku menoleh dengan pandangan penuh tanya ke arahnya.

"Aku ingin bicara serius."

Jantungku berhenti berdebar. Aku menelan ludah, saking gugupnya, "Kenapa?"

Dia diam beberapa saat, membuatku semakin gelisah di tempatku.

Apa jangan-jangan... dia tau?

Zayn berdehem, "Karena Ibu dan Ayahmu sedang di luar kota..." Aku mulai bernapas lega, sampai kemudian dia melanjutkan kalimatnya. "...bagaimana kalau kau menginap di tempatku?"

Aku berusaha terdengar selogika mungkin, "Zayn... kau tau aku masih tidak siap dengan-"

Zayn meraih tanganku, "Aku tahu, B. Aku hanya ingin selalu bersamamu. Kita tidak perlu...  melakukan itu."

"Tapi..."

Dia menatapku dengan pandangan paling lembut, "Hanya seminggu, aku ingin bersama pacarku."

Hatiku terbelah menjadi dua.

"Baiklah."

•••

Sore harinya, ketika aku sedang mengemas keperluan pindah, Harry masuk ke kamar. Aku tidak berani menoleh ke arahnya. Sampai dia menghampiriku, duduk di tepi kasur memperhatikan gerak-gerikku.

"Kenapa kau berkemas?"

Aku mengigit bibir dari dalam, "Aku... aku akan menginap di tempat lain selama seminggu."

Ada diam yang sangat lama sebelum Harry membalas, "Bersama Zayn?"

Damn it, kenapa dia harus bertanya?

Aku mengangguk, sangat singkat. Kenapa Harry selalu membuatku menyakitinya di saat aku tidak mau?

Dia tidak bergeming. Aku akhirnya memberanikan diri untuk melihatnya.

Dia duduk dengan tenang, memperhatikanku, dan tersenyum kecut. Dan itu membuatku juga tersenyum sepertinya.

Harry bangkit dan menghampiriku. Dia berlutut di lantai, tepat di depan diriku.

"Akan sepanjang apa perjalanan ini, B?" Dia menangkup pipiku, bibirnya tersenyum tipis. "Haruskah aku berhenti disini?"

Aku menjatuhkan kepalaku di dadanya. Kupejamkan mataku. Bayangan Harry meninggalkanku, membuat hatiku begitu sakit. Aku menggeleng di dadanya.

"Kumohon... jangan."

MARRIED TO A JERK [Harry Style]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang