Sudah lewat tengah malam saat Zayn mengantarkanku pulang. Aku melambai padanya hingga mobilnya menghilang di tikungan jalan.
Lampu teras rumahku mati. Membuat halaman rumahku sangat gelap saat aku masuk. Senyumku masih terukir, sampai aku melihat sosok Harry muncul entah dari mana. Aku sangat terkejut. Baru saat itu aku sadar, mobilnya terparkir di pekarangan rumahku.
"Hi."
"Ha-harry," bataku belum pulih dari keterkejutan, "Sedang apa kau disini?"
Harry berhenti selangkah di hadapanku. Ia tersenyum tipis, "Tentu saja menjemput istriku pulang."
Walau aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas, tapi aku tau ada sesuatu yang tidak beres. "Kau... sudah lama?"
Harry menyibakkan beberapa rambutku kebelakang telinga, "Lumayan."
"Sejak kapan?"
"Itu tidak penting." Harry tiba-tiba menarik pergelangan tanganku, "Ayo pulang. Aku lapar."
Suasana di dalam mobil jadi begitu mencengkam. Aku sendiri tidak tau harus berkata apa. Sampai beberapa menit kemudian, Harry membuka suara.
"Jadi," katanya, "Apa kencan kalian berjalan dengan lancar?"
Ada rasa mengganjal di hatiku ketika Harry menanyakan itu. Rasanya sangat tidak nyaman.
"Begitulah." Tiba-tiba aku teringat ucapan Zayn sebelumnya, "Terima kasih untuk idemu. Aku menyukainya."
"Aku senang kalau saran dariku berhasil."
Kami tiba di apartemen tak beberapa lama kemudian. Aku merasa begitu aneh saat Harry tiba-tiba meraih tanganku, menggenggamnya selama kami berjalan melewati lobi hingga sampai ke depan pintu apartemen. Perlakuan sederhana itu menjalarkan perasaan asing ke hatiku. Baru kali ini kami berpengangan tangan saat berjalan. Biasanya Harry hanya merangkul pinggangku seenaknya.
Aku menahan tangan Harry saat ia hendak membawaku memasuki kamar tidur. Harry menoleh dengan tatapan lembut. Sangat lembut hingga membuat kata-kataku tercekat di tenggorokan.
Tapi kami tidak bisa begini terus. Keadaan berbeda sekarang.
"Ada yang ingin kau katakan?" Tanyanya dengan wajah datar. Aku mengangguk pelan. Kuhembuskan napas sejenak, mencoba menghilangkan perasaan aneh yang terus mengelilingi hatiku.
"Menurutku, kita harus meluruskan sesuatu." Aku berusaha bersuara senormal mungkin "Apa yang terjadi antara kau dan aku kemarin, itu tidak benar. Saat itu kita hanya sama-sama sedang bergairah."
Aku melihatnya dengan jelas. Bagaimana raut wajah Harry tiba-tiba berubah. Dan, itu membuatku semakin susah melanjukan kalimatku.
"Bagaimanapun juga, pernikahan kita ini hanya sandiwara." Harry hanya diam saja, membuatku tiba-tiba tidak yakin dengan kalimatku sendiri, "Benarkan?"
Harry terdiam sangat lama sebelum akhirnya mengangguk.
"Kita sama-sama punya urusan pribadi, dan kita harus saling menghargai privasi masing-masing, 'kan?"
Harry mengangguk lagi. Dadaku sesak. Kenapa rasanya sangat sulit? Padahal yang ada antara aku dan Harry jelas-jelas hanya sebatas nafsu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARRIED TO A JERK [Harry Style]
FanficMenikah di usia muda sama sekali buka prioritas utama Bianca Smith, apalagi jika calon tunangannya adalah cowok paling mesum sekaligus paling tampan di kampus?! Sialnya, Harry Edward Styles bukan hanya mata keranjang tapi juga sahabat baik crush mas...