Harry tidak berbicara sepatah katapun saat kami sarapan. Ia hanya menyantap makanannya dengan khidmat, tanpa suara. Suasanan yang paling kubenci.
Aku mencoba mencari topik pembahasan. Tapi sampai piring Harry kosongpun, kami masih sama-sama diam. Aku menoleh padanya. Ia sedang menatap susu buatanku sengit. Cepat-cepat aku berkata, "Perlu kusuap?"
Ada jeda sesaat sebelum ia menjawab, "Nope. Aku bisa sendiri, B."
Aku tidak tau apa yang salah dengan diriku. Mendengar jawabannya membuat hatiku jengkel. Aku tidak suka dengan Harry yang sekarang. Dia bukan lagi Harry yang kukenal.
"Kau yakin?"
"Ya. Aku bisa minum sendiri." Harry menggengam gelas berisi susu tersebut dengan senyum bangga. Perlahan, ia mulai meneguk susu vanilla rendah lemak yang kubuatkan untuknya itu. Dia tidak menghabiskannya, menyisakan seperempat gelas.
"See?"
"Syukurlah. Kau mulai menyukai susuku." Aku pura-pura tersenyum, "Hei. Ngomong-ngomong, aku akan masuk kuliah hari ini. Kurasa kita sudah cukup liburannya. Kau juga harus kuliah."
"Entahlah. Aku akan pikir-pikir dulu." Harry mengelap bibirnya yang belepotan susu. Dan itu benar-benar menganjal. Biasanya dia merengek padaku agar aku melakukan itu untuknya. Tapi kurasa tidak akan terjadi lagi.
Terkadang, ingatan itu sulit di lupakan karena begitu manis.
"B?" Aku terhentak dari lamunanku. Wajah Harry adalah hal pertama yang kulihat. "Apa kau kuliah agar Zayn tidak curiga?"
Tenggorokanku terasa kering. Aku tidak suka membicarakan Zayn bersama Harry. Rasanya... aneh. Harry suamiku, dan Zayn pacarku. Itu lebih aneh lagi.
"Mungkin. Menurutku, lebih baik kita merahasiakannya saja."
"Jadi maksudmu, kau tidak ingin siapapun tau tentang perjodohan kita?"
Aku mengangguk pelan, "Seperti itulah."
"Apa itu juga alasan kenapa kau melepas cincinmu pagi ini? Supaya Zayn tidak curiga?"
Aku menganggam tanganku sendiri, yang sudah kosong. Mataku melirik jemari Harry. Cincin itu masih di sana. Cincin yang ia belikan saat kami berbelanja dulu.
"Maafkan aku, Harry."
"Tidak perlu minta maaf, aku tahu posisiku, B." Ia tersenyum tipis. "Boleh kita bertemu selain di rumah?"
"Tentu saja." Aku kesusahan melanjutkan ucapanku, "Kita bisa menjadi teman."
Aku melihat Harry meringis, "Teman?"
"Kau tidak mau?"
Harry bangkit dari tempat duduk, "Kemarin kau sebut aku suami sandiwara. Dan hari ini teman. Aku tidak tau mana yang lebih buruk. Kurasa dua-duanya."
"Harry... aku hanya..."
Harry tersenyum, "Tidak saling kenal di luar cukup untukku."
•••
Hari ini adalah hari pertama aku masuk kuliah setelah lebih dari seminggu aku libur. Sebenarnya aku masih ingin bersantai di apartemen, tapi aku tidak mau mendapat nilai F di mata kuliah apapun. Dan, aku juga tidak ingin Zayn mencurigaiku.
Kelasku baru saja bubar 10 menit yang lalu. Untungnya setelah ini, aku free. Jadi aku bisa langsung pulang. Aku sedang memasukkan beberapa buku ke loker saat seorang gadis menghampiriku.
"Hei." Aku menoleh padanya. Gadis itu sangat cantik. Rambutnya ikal berwarna coklat madu. Ia lebih tinggi sejengkal dariku. Tampilanya kurang lebih seperti model. "Bianca Smith?"
"Yeah. Apa kita saling kenal?"
Dia menggeleng sambil tersenyum. Gadis yang ramah. "Aku Grace. Kau mungkin tidak tau aku karena aku baru kembali dari luar negeri. Aku temannya Harry."
"Harry?"
Dia mengangguk, "Apa kau tau dimana dia sekarang? Aku belum melihatnya."
"Maaf, Grace. Aku kurang tau. Sebaiknya tanyakan saja pada teman-temannya."
"Benarkah? Kupikir kalian dekat."
Aku mengernyit, "Kenapa kau berpikir seperti itu?"
"Uhm-seseorang memberitahu. Aku lupa. Mungkin Liam."
Aku menghela napas lega. Kukira itu tentang perjodohan. "Tidak. Kau salah paham. Kami... tidak terlalu dekat.
Grace mengut-mangut, "Aku mengerti. Terima kasih."
Aku melihat Grace hendak berbalik pergi, tapi cepat-cepat kutahan. Aku tidak tahan. Beribu pertanyaan muncul di otakku semenjak gadis ini menyebut nama Harry. Setidaknya aku bisa tau sesuatu.
"Apa ada urusan penting hingga kau mencarinya?"
"Aku mengadakan pesta dirumahku nanti malam. Aku ingin mengundangnya. Tapi dia tidak di kampus. Aku sudah menelponnya beberapa kali. Tapi dia tidak menjawabnya. Aku sudah datang ke apartemennya, tapi dia tidak tinggal disana lagi. Saat aku tidak sengaja bertemu Liam, katanya tidak ada yang tahu kemana Harry pindah. Dia menyuruku menanyakannya padamu, siapa tahu kau tahu. Jadi.. begitulah."
Aku mangangguk paham, "Maaf. Tapi aku benar-benar tidak tau dimana dia."
"Its okay. Ngomong-ngomong, aku tadi lupa-mengundangmu. Datalah bersama Zayn. Zayn tau dimana rumahku."
Aku tersenyum lebar, "Baiklah. Sampai bertemu nanti malam."
•••
Aku dan Zayn sedang di Mc Doland mengerjakan tugas. Siang itu begitu panas, membuat kami betah berlama-lama duduk di sana. Aku sedang merebahkan kepalaku di bahu Zayn, saat ia tiba-tiba berkata. "Kau tau, Harry banyak berubah."
Mendengar nama Harry ada efek tersendiri bagiku, hingga sepersekian detik, aku menoleh padanya, "Benarkah? Aneh bagaimana?"
"Dia... berubah. Dia tidak seperti Harry yang biasa."
Ya. Apa yang baru saja si katakan Zayn, aku sangat setuju. "Mungkin dia ada masalah."
"Dia tidak pernah menyembunyikan sesuatu padaku. Semalam, setelah dia mabuk, dia merancau seperti orang kesetanan. Aku khawatir sesuatu yang buruk terjadi padanya saat aku pergi."
Ya, tuhan. Apa penyebabnya karena pembicaraan kami yang terakhir?
•••
Bunyi bip-bip di pintu membuat hatiku berjingkrak senang. Kukira Harry tak akan pulang lagi malam ini. Tapi aku salah. Jam masih menunjukkan pukul enam, namun dirinya sudah dirumah.
Harry berjalan ke arahku yang sedang duduk di sofa tv. Wajahnya terlihat lelah. Ia menjatuhkan badanya tepat disebelahku. Dan tiba-tiba saja, dia menjatuhkan kepalanya tepat pada bahuku.
Jantungku berhenti berdetak selama satu detik.
"Sialan kau Bianca, kenapa tidak kau bunuh saja aku?"
•••
P.s dilarang keras mengcopy/repost cerita ini tanpa izin!
Gadissurga
![](https://img.wattpad.com/cover/74322853-288-k399578.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MARRIED TO A JERK [Harry Style]
FanfictionMenikah di usia muda sama sekali buka prioritas utama Bianca Smith, apalagi jika calon tunangannya adalah cowok paling mesum sekaligus paling tampan di kampus?! Sialnya, Harry Edward Styles bukan hanya mata keranjang tapi juga sahabat baik crush mas...