Menikah.
Hal yang sering kali dianggap tidak terlalu penting oleh remaja seusiaku. Pernah sekali ketika sekolah menengah, aku berpikir akan menikah dengan pria sederhana yang mempunyai senyum manis. Tamat sampai disitu.
"Mom sadar apa yang kau katakan barusan itu tidak masuk akal, kan?" Aku memandang Ibuku dengan tatapan menuntut penjelasan, "Perjodohan? Omong kosong macam apa itu?!"
Sampai suatu ketika, perusahaan milik orangtuaku terancam bangkrut akibat terjerat bisnis gelap yang menghanguskan jutaan dollar saham perusahaan beserta hutang yang tak kalah gila nominalnya.
"Language, sweetheart..."
Untuk seukuran perusahaan kecil, hal itu cukup untuk membuat ibu dan ayahku menjadi gila. Dan satu-satunya cara yang yang terpikir oleh mereka adalah menjodohkanku dengan anak rekan kerjannya. Genius.
"Who cares about language when you're about to be married to THE BIGGEST JERK AT CAMPUS?!"
Itulah pertama kali dalam dua puluh satu tahun hidupku, aku berteriak di depan Ibu. Beliau terkejut, dan begitu pula denganku.
"Aku tidak mau menikah, tidak sekarang di tahun terakhir kuliahku. Apalagi dengan si keriting sialan bernama Harry Styles itu." Membayangkan wajahnya saja, sudah membuat bulu kudukku meremang. "Tidak akan!"
Biar kuperjelas.
Harry, Harry Edward Styles. Putra dari pasangan paling berpengaruh di kota, Mr. David Styles dan Mrs. Styles. Terkenal sebagai mahasiswa paling brengsek di kampusku karena kebiasaannya meniduri sembarang gadis, DI SEMBARANG TEMPAT.
Aku sungguh tidak mengerti mengapa perempuan rela 'menganggkang' untuknya.
"Lebih baik aku menikahi Lucas dari pada menikahinya." Lucas adalah bodyguardku sebelum tragedy nyaris bangkrut perusahaan keluargaku terjadi. Orangtuaku memecat hampir seluruh pekerja termasuk pembantu rumah tangga.
"Hey, mari lihat sisi baiknya, setidaknya kau tidak akan berakhir di jalanan, sweetheart. Harry itu bisa menjadi suami yang mapan untuk memenuhi segala kebutuhanmu kelak." kata Ibu berusaha menghiburku.
"Dan juga mata keranjang! Mom, dia itu orang paling mesum di kampusku dan orang terakhir yang akan kunikahi!" aku memberi jeda, "Lagipula, kalau kalian ingin menjalin kerja sama perusahaan, kenapa harus melibatkan aku? Just do it. Like a normal people did."
"Kau sadar perusahaan seperti apa yang dimiliki Mr. Styles, kan, honey? Itu adalah perusahan besar yang menghasilkan ratusan jutaan dollar dalam satu hari. Tidakkah menurutmu aneh jika mereka setuju menjalin kerja sama dengan perusahan kecil kita yang akan segera bangkrut tanpa menginginkan sesuatu?"
"Tapi tetap, ini tidak masuk akal, kau tahu?!" Aku bangkit berdiri. Kakiku terasa gatal seperti rasa ingin menendang sesuatu. "Kenapa harus pernikahan yang mereka inginkan? Mereka bisa saja menuntut keuntungan lebih banyak atau kontrak kerja yang kurang adil, atau apapun itu selain pernikahan konyol ini! Sekarang kita hidup di jaman modern dimana pernikahan adalah hal yang kau pikirkan saat kau menginjak usia setidaknya tiga puluh!"
"Sayangku, dengar." Suara Ibuku terdengar sangat sabar, "Kau mungkin sudah tahu ini, dan akupun sudah diberitahu bahwa Harry penggila seks dan alkohol. Tapi disisi lain, dia adalah ahli waris yang suatu hari akan menjadi CEO. David dan Anne tidak ingin penerus perusahaan mereka adalah penggila seks dan alkohol."
Aku masih tidak mengerti kemana pembicaraan ini menuju, "Jadi..."
"Jadi... mereka ingin kau merubah kebiasaan buruknya." Ekspresi mom sedih saat mengatakannya, "Mereka ingin kau... menikahinya untuk membuatnya menjadi baik."
Wait a minute...
"WHATS?!" aku berteriak, paling histeris dalam sejarahku, "DAN KAU SETUJU? MOM! APA KAU BENAR-BENAR SUDAH GILA?! AKU INI ANAK GADISMU YANG MASIH REMAJA, BUKAN TEMPAT REHABILITAS UNTUK PENGGILA SEKS DAN ALKOHOL!"
"I know, sweetheart but-"
"NO!" Aku sungguh sangat marah sampai yang bisa terpikirkan saat itu adalah, "BUNUH SAJA AKU, MOM! KAU SUDAH MENGHANCURKAN HIDUP ANAKMU SENDIRI!"
Dan itu menghantam hatiku. Saat aku melihat, betapa terpukulnya Ibu mendengar perkataanku. Begitu saja air matanya jatuh. Aku terpaku di tempatku, sedangkan Ibu menangis tersedu-sedu. Aku duduk membisu di sebelahnya. Emosiku perlahan mulai hilang, digantikan dengan rasa bersalah karena telah membuat beliau menangis. Hatiku perih sekali.
"Maksudku adalah, aku mencintai orang lain." suaraku parah saat mengatakannya. "Dan aku benar-benar tidak mau kehilangannya."
"Zayn Malik, orangnya bukan? Sahabatmu dari kecil?" jawab Ibu dengan air mata yang sudah mengering.
Aku mengangguk pelan, "Dan kau tahu apa yang paling gila, Harry adalah sahabat Zayn! Aku tidak bisa memikirkan harus kehilangannya, Mom."
"Dia tidak perlu tahu," Kata ibuku, seperti sebuah harapan. Beliau meremas tanganku di pangkuannya. "Ini bukan pernikahan selamanya yang akan membuatmu berhenti kuliah dan duduk dirumah menunggu suamimu pulang. Tidak, sayang."
Baiklah, lalu pernikahan macam apa ini...
"Pernikahan ini hanya sementar. Bersandiwaralah. Setidaknya sampai perusahaan kita bisa bangkit sendiri. Kau hanya perlu bersabar. Ketika saat itu tiba, kau bisa menuntut cerai Harry. Kapanpun. Kau yang menentukan."
Terdengar seperti sebuah harapan, tapi tidak cukup menjanjikan.
"Harry sendiri masih belum setuju dengan perjanjian ini, sama sepertimu. Itulah mengapa Ibu ingin kau membujuknya."
Ini baru harapan.
"Please, Bianca, it's for your own sake."
"Fine..."
KAMU SEDANG MEMBACA
MARRIED TO A JERK [Harry Style]
FanfictionMenikah di usia muda sama sekali buka prioritas utama Bianca Smith, apalagi jika calon tunangannya adalah cowok paling mesum sekaligus paling tampan di kampus?! Sialnya, Harry Edward Styles bukan hanya mata keranjang tapi juga sahabat baik crush mas...