bab 3

139 37 91
                                    

Cahaya matahari yang masuk di sela-sela jendela mengusik pasutri yang sedang tertidur lelap. Claudia bergeliat di dalam selimut. Hal itu sedikit mengusik Chris di sampingnya. Mereka terpaksa bangun dari tidur lalu merenggangkan tubuh.

Claudia merasa seluruh tubuhnya sakit dan kaku. Ia mengusap punggungnya sembari turun dari ranjang menuju kamar mandi.

"Jika aku tidak menyuruhnya berhenti semalam entah jadi apa aku sekarang," gerutu Claudia.

"Paling encok jadi nenek-nenek," cerocos Chris. Mendengar itu membuat Claudia berdecak kesal lalu tangannya mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi.

Tak berselang lama ponsel Chris berdering. Pria itu berdecak kesal lantas mengambil benda pipih tersebut di atas meja samping tempat tidurnya. Dengan kesadaran yang belum terkumpul itu ia mengangkat telepon tanpa melihat siapa yang menelponnya.

"Tuan, ini saya. Maafkan kelancangan saya yang menganggu bulan madu, Anda, tetapi ini darurat. Kantor kedatamgan tamu penting dan beliau ingin bertemu langsung dengan Anda," jelasnya.

Chris mengembuskan napas secara gusar sembari memijit kepalanya. Ia dilanda kebingungan antara memilih menetap atau pulang. Ditambah semalam ia bertengkar dengan Claudia lalu berujung menghabiskan malam yang bergairah.

"Tidak bisakah di undur?" tanya Chris. Dengan cepat sekretarisnya menjawab tidak bisa dan ia harus segera pulang.

"Baiklah. Kamu urus jadwal nanti sore aku pulang ke Indonesia," tutur Chris lalu sambungan telepon pun terputus.

"Apa? Pulang? Kenapa? Claudia yang baru saja selesai mandi bertanya dengan raut wajah tak percaya.

"Maaf, hari ini kita pulang. Jadi, nikmatilah hari ini sampai siang." Chris bangkit dari ranjang lantas mengambil handuk dan memasuki kamar mandi. Claudia? Dia berdiri mematung tanpa mengeluarkan sepatah kata. Tanpa sadar ia menitikkan air mata.

Dengan cepat ia mengusap wajahnya. Ia tidak ingin terlihat konyol, tetapi kenapa perasaannya saat ini begitu sakit? Ia merasa akhir-akhir ini juga aneh. "Aku kenapa, sih? Bukan kali pertama juga begini."

***

Pada akhirnya, mereka tidak jalan-jalan sampai hari menjelang sore. Selama di dalam pesawat pun tidak ada percakapan sampai mereka mendarat di bandara Jakarta, Indonesia.

Butuh dua jam lebih untuk sampai rumah dari bandara. Sesampainya mereka di rumah Anita dan Mellisa. Kedua wanita tersebut langsung memeluk Claudia lalu mengajaknya masuk ke dalam rumah. Ternyata mereka sudah menunggu Claudia dan telah menyajikan banyak makanan.

"Kamu pasti belum makan. Ini Ibu sudah menyiapkan makanan kesukaanmu juga," ucap Mellisa— ibu Claudia.

"Mama juga masak makanan kesukaanmu," ucap Anita tidak mau kalah. Ia menuntun Claudia untuk duduk lalu menjamunya dengan aneka macam makanan di piring. Claudia tampak pasrah dengan senyuman terlukis di wajahnya yang cantik.

Chris yang melihat mama dan ibu mertuanya berdebat soal makanan siapa yang paling terenak tanpa sadar sudut bibirnya menarik. Tangan kekar dan besar menepuk bahu pria muda itu lantas terlonjak dengan jeritan yang terdengar melengking. Hal itu membuat semua mata tertuju kepadanya.

"Suaranya terdengar lakik banget, ya," ujar pria paruh baya sambil terkekeh pelan lalu pria satunya mengangguk menyetujuinya.

Chris bersingut dengan kesal. Lagi-lagi benda pipih milik Chris berdering. Dengan cepat ia mengangkat telepon sambil berjalan meninggalkan dapur.

Kelihatannya dia sibuk banget bahkan dari tadi banyak panggilan masuk, tapi aku tidak tahu siapa yang menelponnya, batin Claudia.

"Ayo, makan," ajak Anita lalu mereka menikmati makan malam bersama.

"Cellin, katanya hamil lagi, ya?" Romi—papa Chris membuka obrolan membahas menantunya yang merupakan istri anaknya yang satunya dikabarkan hamil anak kedua.

"Iyakah? Itu kabar baik." Anita berkata dengan mata berbinar-binar. Terlihat jelas mereka tampak bahagia mendapat kabar sebentar lagi akan mengendong cucu lagi.

"Eh, Claudia kamu kok enggak banyak makan? Itu sedikit banget," ucap Anita lantas ia mengambil potongan daging lalu meletakkannya di piring Claudia.

Claudia sebenarnya tidak nafsu makan, tetapi karena mendapatkan perhatian dari mertuanya ia pun mencoba memakannya. Sayangnya, baru mencium aromanya dia merasa mual. Tidak tahan lagi ia pun bergegas ke wastafel lalu memuntahkan semuanya.

Anita dan Mellisa menatapnya khawatir lantas berjalan mendekati Claudia. Mereka bertanya apa dirinya sakit, tetapi Claudia tidak menjawab.

"Kamu ke rumah sakit, Nak. Biar Ayah antarkan," ujar Noval— ayah Claudia. Kedua orang tuanya dan mertuanya sangat mengkhawatirkan kondisi Claudia.

"Aku tidak apa-apa. Nanti aku ke beli obat saja lalu istirahat," jawab Claudia dengan seulas senyuman tipis.

"Baiklah, kalau makin parah ke rumah sakit saja dengan Chris atau kabari kami nanti ditemani," tutur Romi lembut lalu Claudia mengangguk.

***

Chris pulang agak larut malan karena pekerjaan di kantornya menumpuk. Ia juga tadi hampir mengalami kecelakaan karena tidak fokus menyetir dalam perjalanan pulang.

"Pulang dari Paris malah kerjaan semakin menumpuk," kata Chris sambil menghela napas. Dadanya terasa sakit sedari tadi, tetapi ia tidak memedulikannya. Sempat juga ia membeli obat sekalian obat pesanan mamanya untuk Claudia. Ia merasa gagal menjadi suami karena tidak memerhatikan istrinya sampai sakit.

"Apa karena malam itu? Seharusnya aku tidak melakukannya dengan brutal," lirih Chris lalu ia memasuki rumah bercat putih bertingkat tiga lantai. Rumah mewah impiannya bersama Claudia berhasil ia bangun dengan hasil menabung dan kerja kerasnya selama ini.

Chris memasuki kamar yang gelap lantas menyalakan lampu. Netranya menangkap seorang wanita yang tengah tertidur lelap. Ia melangkahkan kakinya dengan pelan mendekatinya tanpa menganggu tidurnya. Tangan kekarnya menyisiri rambut halus milik Claudia lalu ia beralih ke mengusap pipi.

"Sayang, maafkan aku. Aku membiarkanmu sakit begini, maaf." Chris mendekatkan wajahnya ke wajah Claudia lalu mengecup kening wanitanya. "Selamat malam, istri kecilku."

***

Keesokan harinya, Claudia terbangun sambil merenggangkan tangan ia tidak menemukan Chris di sampingnya. "Apa dia tidak pulang?"

Tidak ingin terlalu memikirkannya ia lantas membersihkan tubuhnya lalu turun ke lantai bawah. Dengan harapan suaminya sedang di bawah, tetapi ia tidak menemukannya.

"Dia ke mana?" Claudia menelisik ke penjuru rumah lalu matanya menyipit saat menemukan kertas ditempel di pintu kulkas.

Sayang, maaf, ya. Aku ada rapat pagi ini dan jangan lupa makan karena aku sudah meminta bi Minah memasak lalu minum obatnya, ya. Semalam aku membelinya.

-Suamimu, Chris-

Claudia menghela napas lantas berjalan menuju meja makan. Benar saja, makanan telah tersaji di meja makan. Bi Minah— pembantu di rumah mereka datang menghampiri Claudia.

"Nyonya, silakan makan. Jika perlu sesuatu panggil saya." Bi Minah melanjutkan pekerjaannya membersihkan rumah, sedangkan Claudia memaksakan dirinya makan walaupun tidak bernafsu makan.

"Aku kenapa, sih? Tunggu jangan-jangan aku ...."

Claudia bangkit lantas memanggil bi Minah untuk membelikannya sesuatu di apotek. Butuh 30 menit membelinya hingga barangnya sampai di tangan Claudia.

"Ini, Nyonya," ujar bi Minah sambil memberikan bungkusan belanjaan.

"Terima kasih, Bi." Claudia langsung bergegas ke kamar mandi lantas mencoba barang tersebut.

"Bismillah." Claudia merasa jantungnya berpacu cepat dengan harapan besar apalagi ia merasa telat dapat bulan ini. Dengan hati-hati ia mengeluarkan alat tersebut lalu ternyata apa yang ia pikirkan benar terjadi.

"Ini benar, kan? Aku ... hamil."


Mana ucapan selamat buat Claudia? Penantian yang diharapkan terjadi, tetapi jangan senang dulu. Inilah awal konfliknya. Dipersilakan membaca blurb-nya, ya.

Jangan lupa vote dan komen serta terima kasih. See you...

I Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang