bab 33

31 15 0
                                    

"Mas, aku merasa bersalah karena meninggalkanmu," ujar Claudia sambil merapikan pakaian lalu menaruhnya ke dalam lemari.

Chris yang sibuk dengan laptopnya pun sekilas melirik Claudia. Pria itu mengembuskan napas lalu menyimpan laptop di atas meja.

"Sayang," panggilnya, "kita sudah sepakat tidak akan membahasnya lagi."

"Iya, tapi—"

"Aku tak mau mendengar alasan apa pun. Kemarilah," potong Chris sembari mengatur posisi duduknya. Tangan kekarnya menepuk tempat tidur sambil menyeringai.

Claudia menatap malas. Walaupun tahu maksud Chris, tetapi bagaimanapun ia harus melakukan kewajibannya sebagai istri. Wanita itu takkan melakukan kesalahan yang sama dan akan mencoba bertanya terlebih dahulu.

"Jangan terlalu menyesalinya, Sayang. Ini juga salahku tidak memberitahumu dengan jelas," ucap Chris sambil mengenggam erat tangan Claudia. Diciumnya punggung tangan Claudia dengan lembut. Pria itu menerbitkan senyuman yang membuat rona merah di pipi Claudia.

"K- kamu curang, Mas," balas Claudia dengan gugup. Jantungnya berdebar-debar padahal bukan kali ini Chris memperlakukannya seromantis ini.

"Kamu masih saja tersipu tiap aku menggodamu." Chris menarik pergelangan tangan Claudia hingga tubuh wanita itu di atas tubuh Chris.

"Kamu pikir cuma kamu saja yang bisa bertingkah romantis? Aku juga bisa kali," cetus Claudia tak mau kalah.

"Sungguh?" tanya Chris dengan nada meremehkan.

"Iya." Wanita itu bangkit sembari mengibaskan rambutnya. Seulas senyuman menggoda menarik perhatian Chris. Pria itu menyeringai lalu membiarkan Claudia menggodanya.

"Ibu."

Panggilan Raden disertai pintu terbuka lebar sontak membuat dua orang dewasa di atas tempat tidur berhenti. Manik mereka melirik Raden yang mengucek matanya sembari menguap. Anak laki-laki itu melangkah masuk dan naik ke tempat tidur.

"Aku mau tidur sama Ibu," ucapnya sambil berbaring di tengah orang tuanya.

Chris dan Claudia sambil memandangi. Lalu, Ratna— anak perempuan itu juga ikut menyelonong masuk tanpa sepatah kata dan naik ke tempat tidur. Keduanya tertidur pulas. Chris tidak bisa berbuat apa-apa. Pria itu pun mengalah malam ini, sedangkan Claudia terkikik geli.

"Jangan ngambek, Mas. Masih ada hari besok," ujar Claudia sambil merengangkan tangan.

"Hm." Chris berbaring seraya menarik selimut. Tidur bersama anak juga tidak ada salahnya.

***

Keesokan harinya, Viola dan Andre ke rumah sakit untuk menjenguk Satya. Tentu saja, ia tidak tinggal diam. Berbagai cara ia lakukan untuk mendapatkan pendonor ginjal, tetapi belum membuahkan hasil.

"Mama, apa papa akan sembuh?" tanya Andre dengan kepala tertunduk.

Viola tak langsung menjawab. Wanita itu menatap putranya amat dalam. Ia merasa telah melukai hati Andre karena memisahkannya dari Satya padahal ia masih butuh sosok ayah.

Setelah pembicaraannya dengan Claudia, Viola sudah memutuskan akan melakukan apa. Tidak ada lagi keraguan dalam hatinya. Masalah pasti memiliki solusinya dan masalah yang ia hadapi saat ini dari awal sudah ada solusinya. Akan tetapi, ia memilih melarikan diri.

"Nak, kamu datang lagi? Apa tidak apa-apa? Masih ada Bunda kok jagain Satya, kamu pasti masih belum sembuh," tutur Keisya yang muncul di sampingnya.

"Tidak apa-apa, Bun. Andre juga kangen papanya," jawab Viola seraya tersenyum.

"Begitu, ya. Kalau begitu, ayo, kita sama-sama masuk," ajak Keisya. Viola mengangguk lalu melangkah masuk bersama sembari menggandeng tangan Andre.

Keisya membuka pintu kamar. Bau obat-obatan tercium pekat. Viola menangkap tubuh Satya yang berbaring lemah. Tatapannya sendu dan tersirat perasaan yang sulit dikatakan lewat kata-kata. Keisya paham tatapan Viola karena dulu ia merasakan hal serupa.

Ketika suaminya, Rangga Adwira di kantor dalam keadaan sekarat di bawa ke rumah sakit. Namun, sayangnya Rangga hanya bertahan selama 3 hari dirawat di rumah sakit lalu mengembuskan napas terakhirnya. Keisya yang menemani suaminya di rumah sakit mendadak kehilangan kesadaran setelah mendapat kabar kematian Rangga.

Keisya tak ingin menantunya mengalami rasa sakit ditinggalkan oleh orang disayanginya. Namun, di mana ia menemukan pendonor ginjal? Terbesit dipikirannya untuk mendonorkan ginjalnya, tetapi anak-anaknya, terutama Satya pasti tidak akan setuju.

"Apa aku harus melakukannya?" gumam Keisya.

"Melakukan apa, Tante?"

Suara berat yang tidak terdengar asing membuat Keisya menoleh ke sumber suara. Christian menatap datar Keisya. Pria itu memang diluar memasang wajah datar, tetapi aslinya ada perasaan kekhawatiran. Claudia muncul di samping Chris.

"Kenapa?" tanya Claudia dengan tatapan kebingungan seraya menatap Chris dan Keisya bergantian.

"Tante tidak berniat mendonorkan ginjal Tante ke Satya, kan?"

Keisya membulatkan matanya mendengar perkataan Chris. Bahkan, Viola juga ikut terkejut.

"Apa?"

Suara itu bukan berasal dari Claudia ataupun yang lain, melainkan Satya. Pria itu sebenarnya tidak tidur hanya berbaring sambil menutup mata karena bosan dan tak dapat tidur.

"Tante bercanda, kan?" Claudia bertanya dengan nada keraguan.

"Tidak, Tante serius. Lagian hidup dengan satu ginjal juga tidak masalah," jawab Keisya.

"Tidak, aku tidak setuju! Bunda, lebih baik aku mati daripada harus kehilangan Bunda," ujar Satya dengan tegas.

"T- tapi, Nak—"

"Tidak!"

"K-kamu—" Bulir-bulir bening membasahi pipi Keisya. Wanita paruh baya itu tak menyangka putranya meninggikan suara kepadanya walau niatnya tak seperti itu.

"Bunda, aku bukan bermaksud membentak ... hanya saja ...." Satya tidak dapat melanjutkan perkataannya. Pria itu merasa bersalah karena membentak wanita yang telah melahirkannya.

"Tante tidak perlu melakukan itu karena aku sudah menemukannya," kata Chris.

Gimana bab kali ini? Seru? Jangan lupa vote dan komen, ya. See you next time, ya😘.

I Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang