bab 13

58 25 29
                                    

Satya yang baru saja sampai di apartemennya dikejutkan kehadiran seorang pria yang dikelilingi banyak wanita. Ia mendelik ke arah pria itu yang membuatnya sadar akan kehadiran Satya. Pria itu tersenyum lebar menyapa Satya.

"Kakak."

"Ngapain kamu di sini? Ini tempatku tinggal," ujar Satya sembari melipat kedua tangannya di depan dada.

"Kak Satya, kita sudah lama tidak bertemu. Kakak tidak rindu kepadaku?" Pria itu memasang wajah memelas agar  Satya luluh, tetapi itu tidak ada artinya.

"Pergi!" Satya mengusir pria itu, tetapi ia menolak. "Mau kamu apa?! Pulanglah!" Terlihat jelas Satya sudah lelah apalagi harus meladeni pria yang mirip dengannya. 

"Kenapa Kakak marah padaku 5 tahun lalu? Jawab aku!" Pria itu berseru. Satya tertawa sumbang mendengar pertanyaan konyol pria di depannya ini.

Satya mendekatkan dirinya pada pria itu lantas berbisik, "Bukannya sudah ku jawab waktu itu atau kamu lupa? Kalau begitu, aku akan mengatakannya sekali lagi dan dengarkan baik-baik, adikku. Karena ulahmu 5 tahun lalu berjalan-jalan dengan banyak wanita menggunakan identitasku ... kamu menghancurkan keluarga kecilku."

"Kan, aku cuma bosan saja. Jadi, sekalian saja memakai nama Kakak sesekali. Masa gara-gara itu kakak ipar meninggalkan, Kakak?"

"Surya!" Wajah Surya berpaling dengan meninggalkan bekas di pipinya. Para wanita yang masih berada di sana menutup mulut mereka tak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. Satya menatap nyalang Surya dengan napas terengah-engah ia menarik kerah baju Surya lalu melayangkan tamparan sekali lagi hingga Surya tersungkur.

"Kamu ... bodoh, ya? Hal seperti ini pun masih kamu pertanyakan? Bisa-bisanya aku lahir bersama denganmu yang seperti ini," ucap Satya sembari berjongkok di hadapan Surya lalu tangannya mengangkat kepalanya. Mereka bersitatap. Surya meneguk salivannya kala bola mata berwarna coklat itu menatapnya dengan sangat tajam.

"Takut? Kamu itu sudah umur 30-an, tapi masih saja bersikap kekanak-kanakkan. Pantas saja tunanganmu meninggalkanmu, Surya. Kamu tidak mau berubah dan hanya bermain wanita." Satya lagi-lagi menampar Surya. Pria itu dengan dinginnya mempermalukan Surya di depan para wanita. "Putuskanlah dari sekarang ubah sikapmu dan datanglah kepadaku atau tetap seperti ini dan aku tidak akan pernah menganggapmu sebagai adik," lanjut Satya lalu ia melangkah masuk ke kamar meninggalkan Surya di ruang tamu.

Surya tergeletak di lantai tak berdaya, sedangkan para wanita terlihat enggan membantunya. Salah satu dari mereka berjalan mendekat lalu menatapnya remeh dengan tangan dilipat di depan dada.

Wanita itu dengan angkuh berkata, "Surya, kami sepakat hubungan kita hanya sampai di sini. Girls, ayo, kita tinggalkan pencundang ini." Mereka pergi meninggalkan apartemen menyisakan Surya sendirian di sana. Surya melebarkan matanya, ingin ia kejar. Sayangnya, sekujur tubuhnya sakit akibat dihajar habis-habisan oleh Satya. Ia memukul-mukul lantai dengan putus asa tanpa bisa berbuat apa-apa.

"Surya," panggil seorang wanita dengan lembut. Tangannya terulur dengan senyuman terukir di wajah cantiknya.

"Kamu siapa?" Surya mendongak menatap wanita itu penuh tanda tanya.

"Aku selalu memerhatikanmu selama ini sejak kita kuliah dan saat aku tahu kamu seorang playboy aku mencari cara agar kamu melirikku," jawabnya dengan lembut.

"Kenapa kamu melakukannya?" tanya Surya sambil mengerutkan keningnya. Ia masih tidak paham dengan perkataan wanita itu.

"Karena aku mencintaimu, Surya. Hanya saja aku malu mengatakannya padamu apalagi kamu selalu bermain wanita," ungkapnya sambil menghindari kontak mata dengan Surya.

Surya tercengang mendengar pengakuan wanita itu. "Kamu tahu, kan aku seorang playboy, tapi kenapa kamu masih tetap menungguku tanpa kepastian?"

Bukannya menjawab wanita itu justru melempar senyuman yang meluluhkan hati Surya yang membeku. "Apa perlu alasan mencintai seseorang dengan tulus?"

Jangan tanyakan lagi kondisi Surya saat ini. Jantungnya berdegup kencang mendengar pengakuan wanita yang tidak ia ketahui namanya. Dengan perasaan gugup Surya bertanya, "Siapa namamu?"

Wanita itu mengulas senyuman. "Angel."

"Ehem." Satya yang sedari tadi diam-diam memerhatikan berdeham pelan agar kehadirannya yang bagi dua sejoli ini menyadarinya. "Apa keputusanmu, Surya Adwira?"

"Aku akan berubah dan mengikutimu, Kak," jawab Surya dengan nada rendah.

"Apa?"

"Aku akan berubah."

"Nggak kedengaran."

Surya menggertakkan giginya lantas berteriak dengan lantang mengulangi jawabannya. Angel tertawa kecil karena suara Surya terdengar cempreng dan lucu, sedangkan Satya mengulum senyum. Senyum terpaksa maksudnya demi menyembunyikan tawanya.

Wajah Surya memerah lalu ia berteriak mengatakan tidak ada yang lucu. Akan tetapi, tawa Satya dan Angel malah semakin menjadi yang membuat wajah Surya memerah seperti kepiting rebus.

"Ka—"

"Sebagai gantinya, kamu bantu aku 'tuk dapatkan istri dan anakku. Kamu harus bertanggung jawab atas tindakanmu itu," potong Satya dengan tegas. Surya menganggukkan kepala sambil mengacungkan jempol. Setelah itu, mereka makan malam bersama lalu kedua orang itu pulang ke rumah masing-masing. Sekarang tersisa Satya sendirian di apartemen.

Hampa, sepi, tak ada suara apa pun menggema lagi. Satya membuka lemari kacanya yang dipenuhi foto-foto keluarga kecilnya. Tangannya mengambil salah satu bingkai foto lalu mengusapnya dengan hati-hati. Seorang pria, wanita, dan anak kecil laki-laki di dalam gendongan si pria tampak tersenyum bahagia.

"Viola, aku ... mencintaimu. Ku harap perasaanmu sama denganku," lirih Satya lalu ia menaruh kembali bingkai foto ke tempatnya semula. Ditutupnya lemari kaca lalu ia berniat mandi malam ini.

"Apa yang harus ku lakukan saat bertemu dengan Andre? Sekarang dia sebesar apa sekarang? Apa dia masih mengingatku sebagai ayahnya?" Begitu banyak pertanyaan di pikirkan Satya sampai hingga selesai mandi. Ponselnya berdering menandakan telepon masuk lalu ia segera mengangkatnya.

"Sat, kamu besok mau menemaniku pergi ke sekolah?"

"Buat apa, Chris?"

"Buat apalagi. Tentu saja, bersenang-senang," jawab Chris di seberang sana.

"Iya, aku ikut saja."

"Oke, setelah pekerjaan selesai kita ke sana." Setelah itu, telepon ditutup sepihak oleh Chris tanpa mendengar jawaban Satya.

"Ck, gini amat punya adik sepupu tak tahu sopan santun." Satya dengan kesal melempar ponselnya di atas kasur lalu ia merebahkan tubuhnya. Tak butuh waktu lama ia pun tertidur dengan pulas.

Bab ini banyakan Satya semua. Dahlah biarin saja sesekali. Seperti biasanya jangan lupa vote dan komen, ya.

See you...

I Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang