bab 25

31 19 0
                                    

Sepanjang perjalanan, baik Viola dan Satya terlarut dalam pikiran masing-masing. Andre yang duduk di belakang hanya bisa menghela napas dengan lelah. Orang tuanya sungguh kekaknak-kanakkan. Masa masalah mereka harus dirinya selesaikan? Ada-ada saja.

Kata om Calvin, papa memiliki saudara kembar. Aku harus menemuinya, mungkin saja aku akan mendapatkan petunjuk atau bantuan, batin Andre dengan senyuman mengembang.

Viola melihat putranya dari kaca merasa keheranan lantas bertanya, "Andre, kamu kenapa senyum-senyum?"

"Ah, Mama, aku pengen nginap di rumah Papa, boleh?" tawar Andre dengan mata berbinar-binar.

"Tida—"

"Boleh," potong Satya dengan cepat. Pria itu tak memedulikan tatapan Viola yang menatapnya tajam.

"Terserah kalian!" Viola menyilangkan kedua tangannya di depan dada sembari memalingkan wajah.

Andre? Anak itu tersenyum lebar, sedangkan Satya fokus menyetir. Memang dari luar Satya terlihat tidak peduli, tetapi dalam hatinya berbunga-bunga. Penantian lamanya akhirnya, terwujud. Ia akan melakukan apa saja agar Viola kembali kepadanya.

Mobil abu-abu memasuki pekarangan apartemen Satya. Andre semakin tidak sabar untuk melihat-lihat tempat tinggal papanya. Ia lantas langsung turun dari mobil ketika mobil telah terpakir rapi di garasi. Andre juga mengabaikan panggilan Satya dan berlari masuk apartemen.

"Padahal pintunya terkunci, dasar," gumam Satya. Pria itu awalnya berniat menyusul Andre, tetapi ia merasa Viola tak kunjung turun dari mobil lantas memeriksanya.

Pintu dibuka oleh Satya dan menemukan Viola tertidur pulas. Satya mendengkus karena tidak menyadari Viola tidur lantaran terlalu fokus menyetir. Mungkin kebiasaan Satya yang terlalu fokus ke satu aktivitas dan tidak menyadari ada seseorang yang terus menemaninya.

"Maaf, aku tidak bisa mengubah kebiasaan burukku dan membuatmu menunggu lalu karena kamu tak tahan akhirnya, kamu pergi meninggalkanku," lirih Satya sambil mengecup kening Viola. Pria itu mengendong tubuh Viola lalu menutup pintu mobil. 

Namun, ada sesuatu yang aneh. Ke mana Andre? Seharusnya, pintu terkunci karena hanya ada padanya kunci, kecuali dua orang. Satya mempercepat jalan memasuki apartemen.

"Andre."

"Papa!" Andre berlari kecil ke arah Satya dengan senyuman lebar di wajah imutnya.

"Kamu kena—"

"Ah, Kakak sudah pulang? Padahal aku juga ke rumah sakit tadi pagi, tapi kenapa aku tidak melihatmu, Kak?"

Suara yang tak terdengar asing menarik atensi Satya. Pria itu membulatkan matanya kala menemukan sosok Surya berdiri di hadapannya saat ini. Lalu, disusul seorang wanita paruh baya yang sedang menata makanan di meja makan.

"Eh, kamu baru pulang? Kenapa nggak bilang kalau kamu sudah menemukan cucu dan menantuku, hah? Dasar anak ini."

"Kak, ada apa? Eh, kakak ipar tidur?" tanya Surya begitu netranya beralih ke Viola dalam gendongan Satya.

"Ya ampun, kenapa kamu cuma berdiri di sana? Bawa ke kamarmu lalu baringkan," titah wanita paruh baya dengan kesal.

Satya masih mencerna dengan apa yang terjadi saat ini, tetapi ia masih tidak bisa mencerna. Ia tahu kunci apartemennya telah di duplikat oleh bundanya secara diam-diam karena sejak Satya ditinggal pergi oleh Viola terus mengurung diri dan sering melukai dirinya. Keisya— selaku ibu yang telah melahirkan Satya merasa khawatir pun menduplikat kunci apartemen putranya menjadi dua. Satu dirinya pegang dan satunya dipegang oleh Surya.

"Kenapa masih berdiri? Pergi ke kamar!"

Seruan Keisya membuyarkan lamunan Satya. Pria itu pun pergi membawa Viola ke kamarnya, sedangkan Keisya mengajak Andre makan malam.

"Andre, makan yang banyak. Ni Nenek suapin," ucap Keisya sambil menaruh lauk di piring Andre.

"Tapi, Andre sudah makan sama papa dan mama, Nek," ujar Andre yang membuat Keisya merapatkan mulutnya.

"Ya udah, padahal enak. Yakin gak mau nyicip?" Surya dengan tangan jahilnya merebut makanan Andre, tetapi Andre menepis tangan Surya.

"Aku makan," kata Andre sambil memasukkan sesuap nasi goreng ke dalam mulutnya. Keisya tampak bahagia ketika Andre makan dengan lahap. Surya pun tak mau kalah. Pria itu walau umurnya sudah 32 tahun, tetapi sifatnya masih kekaknak-kanakkan.

"Kamu ini sudah dewasa, jangan gitu! Gak malu dilihat keponakanmu," gerutu Keisya sambil menepuk pundak putranya itu.

"Gak apa-apa, aku kan masih anak, Bunda. Lagian kalau Angel menerima lamaranku, aku akan pindah dengannya ke rumah baru. Jadi, aku ingin menikmati waktu sekarang dengan Bunda," jelas Surya sambil mengunyah nasi goreng.

Keisya menarik sudut bibirnya lalu tangannya mengelus kepala Surya. "Kamu sudah dewasa, ya. Padahal kemarin masih bawa-bawa wanita dan memakai identitas kakakmu."

Surya terkekeh pelan sambil mengedipkan matanya. Sayangnya, sikap Keisya yang lembut langsung berubah galak. Wanita paruh baya itu mencubit lengan Surya yang membuatnya meringis.

"Rasakan! Bunda, gak mau tahu kamu bantu kakakmu jelasin ke Viola dan meminta maaf, paham?" Keisya menatap nyalang Surya dengan garpu diacungkan ke arah Surya.

"B- baik! Akan kulakukan," jawab Surya dengan gagap. Keisya mengembuskan napas lalu mereka melanjutkan makan malam. Hanya suara sendok dan garpu beradu di piring terdengar. Setelah itu, mereka menonton televisi bertiga.

***

Beberapa saat lalu, Satya membawa Viola ke kamarnya. Pintu terbuka lalu ia dengan pelan berjalan ke tempat tidur sembari membaringkan tubuh Viola dengan pelan di tempat tidur.

Satya tak langsung pergi, tetapi menatap wajah Viola. Maniknya meneliti wajah yang tidak banyak berubah itu. Bulu mata yang lentik, alis yang tebal, kulit yang seputih susu, dan bibir yang ranum. Satya meneguk ludah lalu segera menggelengkan kepala.

"A- apa yang baru saja kupikirkan? Sepertinya aku sudah gila karenamu, Viola," lirih Satya.

Jangan lupa vote dan komen, ya. Masalah utama sudah selesai, ya. Jadi, tersisa masalah kecil saja ini lalu tamat, deh.

See you...

I Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang