bab 12

58 23 0
                                    

"Jangan-jangan selama ini aku salah paham?" Claudia menutup mulutnya dan tanpa sadar bulir-bulir air mata jatuh dari pelupuk matanya.

"Sepertinya benar kamu salah paham," tutur Viola. Wanita itu bangkit dari kursinya lantas berjalan mendekati Claudia. Tangannya terulur mengelus punggungnya. "Tenang, saja. Ada aku menemanimu," sambungnya.

"Apa yang harus ku perbuat?" tanya Claudia dengan napas tercekat.

"Temuilah dia dan katakan semuanya," jawab Viola dengan lembut. Claudia terisak dalam pelukan Viola seraya mengatakan terima kasih berulang kali.

"Aku belum bisa menemuinya ... aku belum siap apalagi aku harus mempertemukannya dengan anak-anak," ucap Claudia sembari menghapus air matanya.

"Tidak apa-apa. Jangan paksakan diri kalau belum siap lagipula dia pasti bisa mengerti kok," ujar Viola.

"Iya, terima kasih," lirih Claudia. Lalu mereka melanjutkan makan yang sempat tertunda.

***
Setelah jam istirahat mereka kembali ke kantor melanjutkan pekerjaan. Seharusnya mereka menjemput anak-anak di sekolah, tetapi hari ini ada kegiatan tambahan. Jadi, anak-anak akan pulang terlambat.

Di sisi lain, Chris ternyata memiliki jadwal di luar kantor tepatnya di sebuah sekolah. Pria itu tidak ada pengalaman dengan anak-anak, tetapi ia sangat menyukai anak-anak. Sayanngnya, ia terlalu kaku dan sulit menunjukkan ekspresi seperti saat ini.

"Paman," panggil seorang anak sembari berlari mendekati Chris.

Chris berjongkok seraya bertanya, "Kenapa?"

"Ayo, main bersama kami," ajaknya sambil mengenggam tangan Chris, sedangkan Chris tampak pasrah diajak oleh anak tersebut.

"Baiklah." Chris menghela napas lalu mengikuti permainan anak-anak. Namun, di saat ia bermain bersama anak-anak lain tidak sengaja pupilnya menangkap sosok anak laki-laki tengah duduk di ayunan.

Entah kenapa Chris merasakan gejolak dan perasaan familiar ketika melihat anak itu. Kakinya melangkah mendekatinya tanpa sadar.

"Kamu ... kenapa tidak ikut bermain bersama lainnya?" tanya Chris yang membuat anak itu meliriknya.

"Paman siapa?" Bukannya menjawab anak itu malah bertanya balik.

"Aku orang yang datang ke sini karena pekerjaan," jawab Chris. Anak itu hanya menatapnya sekilas lalu memalingkan wajah.

"Raden, kamu di sini ternyata. Ratna dan aku mencarimu," ucap seorang anak yang terlihat lebih tua dari anak yang dipanggil Raden.

"Kenapa Kak Andre?" Raden bertanya dengan nada datar.

"Pake nanya lagi ni anak. Tentu saja mengajakmu bermain lalu bukannya aku sudah memberimu pesan untuk menunjukkan perasaanmu," celoteh Andre.

"Kakak tahu kan aku tidak bisa mengekspresikan perasaan. Kalian kenapa memaksaku?" Raden memayunkan bibirnya dengan kesal. Pasalnya bukan Kak Andre yang mengomelinya, tetapi ibunya dan tante Viola juga. Bahkan Ratna juga selalu memaksanya tersenyum padahal bagi Raden tidak ada hal yang bisa membuatnya tersenyum.

Dia sama sepertiku, batin Chris. Pria itu berjongkok di hadapan Raden.

"Namamu Raden, kan? Kenalkan nama Paman adalah Chris. Aku juga tidak tahu cara mengeskpresikan perasaan, tapi aku bisa mengajarimu pelan-pelan tentang caranya," ujar Chris sambil mengelus kepala Raden.

"Paman saja tidak bisa mengekspresikan perasaan, tapi malah mau mengajariku? Apa Paman tahu caranya?" tanya Chris dengan sorot mata penuh harap.

"Tentu saja. Aku diajarkan oleh seseorang yang sekarang sudah ku anggap lebih dari apa pun termasuk nyawaku," balas Chris dengan senyuman terukir di wajahnya.

Mata Raden berbinar-binar mendengarnya. "Ceritakan padaku tentang orang itu, Paman."

"Tentu saja." Setelah itu, Chris menceritakan banyak hal kepada Raden. Akan tetapi, Ratna tampak cemberut karena Chris hanya meladeni Raden. Hal itu disadari oleh Andre.

"Apa ini baik-baik saja? Perasaanku nggak enak," pikir Andre sembari menatap ketiga orang di depannya secara bergantian.

****
Semenjak kunjungan Chris ke sekolah pria itu tak henti tersenyum. Apalagi ketika Raden dan Ratna berebutan demi mendapatkan perhatiannya.

"Mereka lucu," gumam Chris.

"Siapa?"

Chris terlonjak saat Satya bertanya dan sudah berdiri di depannya. Ia mengerjapkan matanya lalu berkata, "Anak-anak di sekolah."

"Sungguh? Aku merasa ada hal lain deh sampai membuat seorang Christian Dirga Jaya tidak fokus bekerja," ucap Satya dengan nada meledek.

"Yah, sebenarnya karena dua anak yang menggemaskan yang suka mencari perhatianku," jawab Chris.

"Kamu suka anak-anak?" tanya Satya sembari fokus membereskan berkas-berkas di meja lain.

"Kamu ni bertanya tentang hal sudah pasti. Aneh," sungut Chris, "aku dari dulu menginginkan seorang anak, tapi Claudia malah meninggalkanku," lanjutnya.

"Gitu, ya."

"Bukannya kamu memiliki seorang anak juga?" tanya Chris dengan mata berbinar-binar.

"Punya. Aku ni duluan menikah darimu," kata Satya dengan songongnya sembari tertawa.

"Songong amat," cibir Chris dengan kesal.

"Biarin."

****
Malamnya di rumah Viola dan Claudia sedang mempersiapkan makan malam. Hanya memanaskan makanan tadi pagi dengan beberapa lauk tambahan yang mereka beli saat sepulang kantor.

"Ibu, tadi di sekolah sangat menyenangkan apalagi ada paman yang baik hati menceritakan banyak hal kepada kami," celetuk Ratna bersemangat.

"Baguslah— eh, Nak, kamu belajar dengan siapa? Kok bisa lancar dan fasih bicaranya? Sebelumnya kamu masih cadel." Claudia melontarkan berbagai pertanyaan karena mendengar Ratna yang mulai fasih berbicara dan tidak cadel.

"Paman baik hati itu yang mengajariku," jawab Ratna.

"Paman juga mengajari Kak Raden cara mengekspresikan perasaan," tambah Ratna yang membuat Raden yang sedamg makan pun tersedak. Dengan cepat, Claudia memberikan segelas air kepada Raden lalu anak itu menerimanya. Tangan kecilnya memegang gelas langsung meneguknya sampai habis.

"Aku merasa lebih baik kamu cadel selamanya ketimbang fasih berbicara," sindir Raden.

"Raden! Jangan ngomong gitu ke adikmu! Cepat minta maaf!" bentak Claudia dengan sorot mata melototi Raden.

"Maaf." Raden mengulurkan tangan tanpa melihat ke arah Ratna lalu Ratna membalas uluran tangan kakaknya itu.

"Gitu dong yang akur. Kapan-kapan ajak Ibu juga ketemu paman baik hati itu juga, ya," ujar Claudia lalu kedua bocah kembar itu menganggukkan kepala.

Viola dan Andre hanya tersenyum memerhatikan interaksi Claudia dan kedua anak kembarnya. Terbesit perasaan rindu di benak Viola. Ia meridukan Satya, tetapi terlanjur kecewa. Andre tahu betul apa yang dipikirkan mamanya itu, tetapi sebagai seorang anak ia juga tidak bisa berbuat banyak. Malam itu mereka menghabiskan makanan sembari bertukar cerita tanpa menyadari ada sosok yang ternyata mengikuti mereka dari kantor.

"Ketemu."

Chris sudah ketemu anak-anaknya nih sisa Satya yang belum😅 bisa ya nggak tamat kok jadi ovt🥲 seperti biasanya jangan lupa tinggalkan jejak vote dan komen, terima kasih.

I Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang