bab 27

33 17 0
                                    

"Andre!"

Satya berteriak memanggil Andre. Pria itu berniat mengejar Andre, tetapi ia tidak bisa meninggalkan Viola. Satya mengumpat dalam hati menyalahkan dirinya. Viola tahu apa yang dirasakan Satya hanya dengan melihat dahinya yang berkerut.

"Sat, pergilah. Aku baik-baik saja," ucap Viola dengan lirih.

"T- tapi—"

"Pergi!" teriak Viola dengan tegas. Satya meneguk ludahnya dengan kasar dan dengan berat hati, ia pergi meninggalkan Viola sendirian di kamar.

***

Satya menyusuri lantai dua. Namun, tak menemukan Andre. Di kamar satunya pun tak ada, balkon tidak ada, dan telah di semua tempat di lantai dua pun tidak ada. Satya memutuskan mencari di lantai bawah. Dapur, ruang keluarga, kamar tamu, dan teras apartemen tidak ada. Pria itu dibuat frustrasi. Ia mengacak-acak rambutnya dengan emosi sembari berdecak kesal.

Ponselnya berdering. Segera diangkat tanpa melihat siapa si penelpon. Begitu benda pipih itu ditempelkan di telinga, suara khas wanita berteriak memanggilnya. Satya sontak menjauhkan ponselnya dari telinganya.

"Bunda? Kenapa?" tanya Satya menempelkan benda pipih tersebut di telinganya.

Dari seberang telepon terdengar, Keisya berdecak. "Kamu yang kenapa? Bisa-bisanya Surya menemukan Andre pingsan dalam keadaan menangis?"

"A- apa?" Satya berucap dengan bibir bergetar.

"Kaget? Tadi Bunda menyuruh Surya kembali ke apartemenmu karena ada barang Bunda ketinggalan, tapi malah menemukan Andre pingsan di depan pintu," jelas Keisya, "kamu ini kenapa? Apa yang terjadi? Baru sebentar, Bunda tinggalkan sudah ada masalah."

Satya meneguk ludah dengan kasar. Keringat mengucur dari dahinya dan matanya kesana-kemari. Tidak tahu menjawab apalagi. 

"Bun—"

"Mas, Andre di mana?"

Mati sudah Satya sekarang. Ini diluar rencananya padahal ia berencana menjelaskan semuanya kepada Viola. Kalau begini, wanita di sampingnya akan segera menceraikannya. Satya tidak mau hal itu terjadi. Hubungan yang sudah ia bangun selama 12 tahun hancur begitu saja karena kurang komunikasi dan keegoisannya, tidak akan dirinya biarkan begitu saja.

"Mas?" panggil Viola sambil menepuk pundak Satya.

"Ah, Andre dengan bunda," jawab Satya dengan gagap.

"Kenapa bisa? Lalu, kamu lagi menelpon dengan siapa?" Viola bertanya dengan rasa penasaran tinggi mencoba merebut ponsel Satya, tetapi Satya menolak dengan keras.

Terjadilah perdebatan antara mereka. Saat tangan Viola hampir mendapatkan ponsel Satya, pria itu langsung melangkah mundur. Keseimbangan di antara mereka goyah dan akhirnya, keduanya terjatuh. Tubuh ramping Viola menindih tubuh kekar Satya. Posisi kepala Viola di dada bidang Satya. Viola mendongak lalu melebarkan matanya kala menemukan Satya meringis sambil menutup matanya.

Segera ia bangun, tetapi kakinya terkilir yang membuatnya kesulitan dan terjatuh kembali. Satya merintih. Pria itu mencoba bangun, tetapi tubuhnya terlalu sakit. Diliriknya ponselnya yang masih menyala dan panggilan bundanya masih tersambung.

"Kalian baik-baik saja?" tanya Keisya di seberang sana dengan nada khawatir.

Ingin sekali Satya menjawab, tetapi lidahnya kelu. Tak dapat mengeluarkan sepatah kata untuk sekadar meminta tolong. Meminta tolong ke tetangga? Tidak mungkin. Letak apartemennya adalah tanah milik keluarga Adwira. Tidak ada siapa pun yang tinggal di sini.

Viola mencoba menggeser tubuhnya menjauh dari Satya walaupun ia tidak bisa berdiri, tetapi dirinya bisa sedikit memberi ruang kepada Satya. Tangannya terulur merebut ponsel Satya dari tangan pria itu. Namun, sesaat matanya menyipit. Darah segar mengalir deras dari kepala Satya. 

I Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang