"Salam kepada keluarga Jaya, perkenalkan aku Arya Adiwira Mahesa merupakan putra pertama pasangan Andhika dan Vivian Mahesa." Pria yang terlihat masih muda itu membungkukkan badannya di hadapan Calvin sembari menarik sudut bibirnya.
"Arya? Kamu putra dari keluarga Mahesa? Bukannya kamu dikabarkan telah meninggal karena menyelamatkan adikmu, Arfan?" Calvin mengernyitkan dahinya menatap bingung pria di hadapannya saat ini.
"Memang sulit mempercayainya, tapi aku masih hidup karena keberuntungan serta jangan beritahu siapa pun tentang keberadaanku," jawab Arya sambil mengedipkan mata.
"Kenapa kamu tidak kembali ke keluargamu?" tanya Calvin tanpa menurunkan kewaspadaannya.
"Karena aku telah dianggap mati lagian keluarga Mahesa membutuhkan pewaris lebih kuat. Aku sengaja membocorkan identitasku kepada kalian karena aku percaya pada Anda, Tuan Calvin," jelas Arya.
Calvin menghela napas sambil memijit kepalanya. "Apa rencanamu mendatangiku? Aku tahu betul kalian keturunan Mahesa sangat licik."
Arya mengulum senyum lalu melangkah mendekati Calvin seraya membisikkan sesuatu. Calvin membulatkan matanya tak percaya dengan apa yang ia dengar.
"Red blood? Mereka kan organisasi yang terlahir dari pengkhianatan yang dilakukan keluarga atas," ucap Calvin masih tak percaya. Ia menatap Arya dengan lekat sambil memegang pundaknya. "Dari mana kamu tahu informasi ini? Apa alasan mereka menargetkan keluarga Jaya?" sambung Calvin.
Arya menyeringai lantas berkata, "Balas dendam. Anda tahu, kan bagaimana keluarga seperti kita naik ke puncak? Persaingan ini takkan berakhir jika kita tidak membereskan akar masalah dan apa Anda lupa apa yang telah diperbuat kepala keluarga sebelumnya? Alasan keluarga Jaya target pertama adalah karena keputusan pihak kalian sebelum pengkhianatan terjadi."
Tubuh Calvin bergemetaran hebat. Matanya kesana-kemari, perasaannya tak karuan, dan mulut sedikit terbuka seolah ingin mengatakan sesuatu. Namun, tidak ada satu pun kata keluar.
"Hei, apa yang sebenarnya terjadi? Semuanya baik-baik saja, kan?" Satya akhirnya membuka suara karena merasakan ada kejanggalan pada Calvin.
"Tidak ... semuanya tidak baik-baik saja," jawab Calvin dengan lirih, "sulit dipercaya. Kenapa menjadi begini? Ini tidak benar lagian orang itu diadili karena kesalahannya dan semua kepala keluarga kelas atas sudah setuju kalau orang itu benar melakukan kesalahan besar yang merugikan banyak orang," lanjutnya.
"Tuan Calvin, bukalah mata Anda ini adalah buah hasil dari keputusan beberapa tahun lalu. Dari pihak kami sudah menegaskan bahwa lebih baik diam daripada melaporkannya, tapi tetap dilaporkan. Mereka itu tidak berkemanusiaan, melakukan hal kotor demi kepuasaan mereka tanpa memedulikan nasib orang lain, dan kejahatan mereka atas bisnis illegal itu memang tidak dibenarkan hanya saja—" Arya menjeda kalimatnya. Ia menarik kerah baju Calvin dengan tatapan dingin ia melanjutkan ucapannya. "Setiap keputusan ada risikonya, tapi bukan keluarga kalian saja. Kami keluarga Mahesa juga merasakan hal yang sama dari dulu karena orang itu sangat iri dengan pencapaian keluarga kami bahkan mengirimkan pembunuh bayaran."
"Buat apa? Apa yang mereka incar?" tanya Satya. Arya melirik sekilas lalu seperti mempertimbangkan sesuatu sebelum menjawab.
"Dia mengincar liontin milik kami karena katanya itu jimat supaya kami kaya raya," jawab Arya yang membuat semua orang melongo tak percaya.
"Apa? Apa itu mungkin? Kalian melakukan semacam pesugihan?" terka Viola. Ia sedikit tertarik dengan pembahasan yang berkaitan dengan supranatural.
"Sekalinya bersuara langsung ke hal yang nggak masuk akal. Tentu saja, tidak. Buat apa kami sampai melakukan hal bodoh seperti itu," sindir Arya sambil memutar bola matanya malas.
"Terus, liontin itu buat apa? Apakah cuma perhiasan?" tanya Cellin yang juga penasaran.
"Iya, lebih tepatnya barang berharga yang sudah diwariskan. Pokoknya ada kisahnya dan kalian tak perlu tahu itu," ujar Arya, "kalian lebih baik fokus ke masalah saat ini. Aku memiliki penawar racunnya," sambungnya.
"Apa harga yang kami bayar?" Calvin bertanya dengan tegas. Ia tahu Arya tidak akan memberikan penawaran dengan gratis karena tabiat keluarga Mahesa adalah kelicikan dan mau untung.
"Anda tahu betul ternyata. Mudah saja yang aku inginkan adalah kerja sama untuk menghancurkan red blood," jawab Arya sembari menarik sudut bibirnya.
"Baiklah." Calvin menyetujuinya lalu mereka membuat kesepakatan saat itu juga.
Mereka akhirnya pergi ke salah satu kafe dekat rumah sakit dan melanjutkan obrolan di sana. Terlihat Arya mengeluarkan selembar kertas lalu menjelaskan kerja sama kedepannya bagaimana dalam jangka waktu panjang.
"Dengan ini, kita bersepakat dan jangan memanggil nama asliku," ucap Arya sambil mendatangani selembar kertas.
"Jadi, panggil apa? Kamu terlihat masih umur remaja. Berapa umurmu?" Calvin juga melakukan tanda tangan di selembar kertas yang sama.
"Panggil saja Revan dan umurku baru 17 tahun," jawab Revan.
"Kamu tidak sekolah?" tanya Cellin sambil menaikkan satu alisnya.
"Sekolah kok dibiayai sama orang yang menyelamatkanku dan aku belajar banyak dari beliau bahkan aku mengetahui kebenaran dari pengkhianatan darinya juga," jelas Revan yang membuat Calvin terkesiap.
"Begitu, ya," gumam Calvin sambil mengangguk-anggukkan kepala.
"Kalian tidak bertanya siapa orang yang membesarkanku?" Revan menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Itu tidak ada sangkut paut dengan kami. Lebih penting ada cara menghadapi red blood kedepannya," timpal Calvin lalu Revan paham jka Calvin memang tipe yang tidak akan ikut campur urusan orang lain, kecuali dirinya mau terlibat. Setelah itu, mereka melanjutkan pembincangan terkait kerja sama.
***
Hari semakin sore, Revan telah berpamitan pulang sekitar 10 menit yang lalu. Calvin masih duduk di kafe sembari merenung. Satya menepuk pundaknya membuat atensi Calvin teralihkan."Ada apa?" tanya Calvin dengan kesal karena diganggu.
"Apa kamu yakin? Anak itu merupakan keturunan keluarga Mahesa. Apa ini akan baik-baik saja?" tanya Satya bertubi-tubi membuat kepala Calvin semakin pusing.
"Diamlah. Aku tidak tahu apa ini keputusan yang tepat atau bukan, tapi yang pasti di masa yang akan datang akan terjadi hal mengerikan antara Mahesa dan keluarga pengkhianat itu," ucap Calvin sembari menghela napas dengan berat. Hari ini sangat melelahkan dan banyak telah terjadi.
"Jadi, sekarang apa yang kita perbuat sampai penawar itu diberikan?" tanya Viola sambil mengaduk jusnya.
"Apalagi perbaiki hubungan kalian dan berbaikkanlah," jawab Calvin dengan kesal. Cellin berdiri dari duduknya lalu pergi bersama Calvin meninggalkan Satya dan Viola berdua.
"Anak-anak! Ayo, kembali ke rumah sakit." Cellin berseru memanggil kedua anaknya lalu mereka kembali ke rumah sakit.
Setelah kepergian Calvin dan Cellin, Viola berniat pulang. Namun, lengannya digenggam oleh Satya. Viola menatapnya kesal, tetapi Satya mengisyaratkan duduk kembali. Jadi, mau tak mau Viola kembali duduk dengan malas.
"Apalagi?" Viola bertanya dengan ketus sembari melipat kedua tangannya di depan dada.
"Kembali padaku. Ini hanyalah salah paham dan aku berjanji tidak akan gila kerja lagi," mohon Satya sambil menggengam tangan Viola.
Viola bungkam. Ia juga tidak tahu harus menjawabnya bagaimana dan apa maksudnya dengan ini semua salah paham? Ketika Viola hendak bertanya tiba-tiba seruan Andre mengalihkan atensi mereka.
"Tolong!"
"Andre!"
Yuhuy~ kangen gak? Nih yang kangen aku up lagi hehehe... seperti biasa jangan lupa vote dan komen, ya makasih atas dukungannya.
See you...

KAMU SEDANG MEMBACA
I Found You
RomanceClaudia dan Christian sepasang suami-istri yang sedang menantikan anak, tetapi suatu hari saat Claudia berniat menemui Chris ia terkejut melihat suaminya berjalan dengan seorang wanita. Claudia yang merasa sakit hati melihat itu akhirnya kabur tanpa...