Bulir putih berjatuhan dengan cepat, angin kencang juga berhembus kesana kemari. Vivi berjalan dengan cepat menuju sebuah gedung yang tampak lebih baik disebut sebagai rumah yang megah bak istana.
Ia hanya menggunakan kemeja dengan kedua lengan nya yang di gulung juga syal yang bertengger di lehernya tanpa mantel tebal ataupun jaket. Dingin nya suhu saat badai salju sangat menusuk kulit hingga tembus ketulang, Namun Vivi tampak tidak merasakan dingin itu walau pipinya sudah berubah menjadi merah tomat.
Chika berjalan dengan cepat menyusul Vivi yang berjalan lebih dulu.
"Kak Vivi tungguin!"
Vivi berhenti di depan pintu utama rumah itu, ia mengacak rambutnya untuk membersihkan salju-salju yang berjatuhan diatas kepalanya.
Chika menarik nafas kuat menghirup oksigen sebanyak-banyaknya usai berjalan dengan cepat menyusul Vivi hingga membuat dadanya sesak.
"Kenapa ga pake mantel?"
Vivi diam tak bersuara lalu memencet bel pada pintu itu agar mereka bisa masuk.
Seorang pria gagah mengenakan jas hitam membuka pintu itu membiarkan Vivi masuk.
"Fräu Vio Nna" Sapa pria itu, Vivi tersenyum dengan manis membalasnya lalu masuk kedalam rumah yang sangat mewah dan megah
Chika di hadang oleh pria itu saat ia ingin masuk mengikuti Vivi kedalam rumah itu. Vivi menoleh saat menyadari Chika tidak mengikutinya.
"Hien ass ember vun der Natio Famill" Ucap Vivi menggunakan Bahasa Luksemburg yang mirip dengan Bahasa Jerman
Vivi menghampiri Chika lalu meraih tangannya untuk masuk, tepat saat masuk mereka disambut dengan ruang perapian yang sangat megah juga sofa dan kursi yang sangat kuno, Namun tetap indah. Vivi menyuruh Chika untuk melepaskan mantelnya dan menggantungnya pada tempat di samping perapian yang tersedia.
Mereka naik ke lantai atas dengan tangan Vivi yang senantiasa menggenggam jemari Chika.
"Dysthymia, apa maksudnya ini?" Tanya Chika sambil menunjukan sepotong kertas yang Beby berikan
Vivi tersenyum tipis, "Ga mungkin kamu ga tau" Ucap Vivi
Vivi mengetuk pintu kayu yang memiliki corak pada pinggirannya, terdapat gantungan yang bertuliskan Bahasa Luksemburg yang tidak Chika ketahui.
"Masuk!"
Vivi membuka pintu itu dan terlihat wanita cantik yang tampak sudah sedikit berumur jauh diatas Vivi, mungkin 40 Tahun. Namun, dirinya masih terlihat cantik dan juga sexy.
Wanita itu tersenyum manis pada Vivi, "Telat satu jam, ga biasa nya" Ucap wanita itu, ia pun melirik pada Chika yang masih di menggenggam erat jari jemari Vivi
"Siapa? Pacar mu?" Tanya wanita itu sambil menunjuk ke arah Chika
Vivi tersenyum tipis lalu menatap manik mata Chika sebentar, "Bukan" Jawab nya
Jawaban Vivi sedikit membuat dada Chika terasa sakit mengingat bagaimana dulu Vivi selalu membanggakannya jika telah memilikinya, Ya semua itu salahnya sendiri.
Wanita itu tersenyum simpul berjalan mendekati Vivi dan mecolek dagunya lalu berjalan mundur bersandar pada meja kerja nya dengan tangan yang di belakang menjadi tumpuannya.
"Bagus, berarti aku masih bisa goda kamu" Ucap wanita itu dan memberikan wink pada Vivi
Vivi terkekeh, Namun jemarinya semakin kuat menggenggam jemari Chika seolah memberikan Chika kekuatan dan tidak membiarkan Chika pergi untuk saat ini.
"Jangan ngaco, aku ga akan ke goda" Jawab Vivi
"Oh ya? Kamu yakin ga ke goda sama tubuh aku?" Wanita itu mengalungkan tangannya pada tubuh Vivi membuat Chika terkejut dan dengan spontan melepaskan genggamannya dengan Vivi
KAMU SEDANG MEMBACA
Pluviophile
General Fiction⚠️WARNING!⚠️ GXG AREA (17+) No description! just read <3