Bab 21

1K 34 0
                                    

Pagi itu, Xania terbangun dengan perasaan cemas yang menghantui. Ia tahu, hari ini adalah hari yang menentukan nasibnya. Matahari baru saja terbit, menyinari ruangan tempat ia terkurung. Ia menatap ke luar jendela, melihat pemandangan yang biasa dilihatnya selama beberapa bulan terakhir ini. Namun, pagi ini, ada sesuatu yang berbeda. Ada ketegangan yang terasa di udara.

Di ruang tamu, Riko sedang menyiapkan sarapan. Dia tampak tenang dan percaya diri, seperti biasa. Namun, di balik ketenangannya, ada rencana besar yang sedang ia siapkan. Hari ini, mereka akan kembali ke Jakarta. Riko sudah mengatur semuanya: tiket pesawat, pengamanan, dan bahkan tempat tinggal sementara di Jakarta. Ia tidak ingin ada kejadian tak terduga yang mengganggu rencananya.

“Selamat pagi, sayang” kata Riko dengan senyuman tipis saat Xania keluar dari kamar.

“Pagi,” jawab Xania singkat, mencoba menyembunyikan rasa takut dan cemas yang menyelimuti dirinya.

“Kita akan berangkat sore ini. Semua sudah siap. Aku harap kamu tidak membuat masalah,” kata Riko dengan nada tegas namun penuh kasih.

Xania hanya mengangguk. Dalam hatinya, ia berdoa agar rencananya untuk melarikan diri bisa berjalan lancar. Semalam, ia berhasil menghubungi Papahnya dan memberi tahu tentang rencana keberangkatan mereka. Sang Papah berjanji akan menghubungi Abang nya, Evan. Dan akan menjemput di bandara lalu membawa Xania ke tempat aman.

Sementara itu, di sebuah apartemen di Jakarta, Evan sedang bersiap-siap. Ia telah menghubungi beberapa teman untuk membantu dalam misi penyelamatan Xania. Dia tahu bahwa Riko bukan orang yang bisa dianggap remeh. Riko memiliki pengaruh besar dan jaringan yang luas. Evan harus bergerak cepat dan hati-hati.

“Xania, aku sudah mengatur semuanya. Kamu tidak perlu khawatir. Kita akan sampai di Jakarta dengan selamat,” kata Riko sambil menyerahkan secangkir kopi kepada Xania.

Xania menerima cangkir itu dengan tangan gemetar. “Terima kasih,” ucapnya pelan.

“Setelah sampai di Jakarta, kita akan tinggal di apartemenku sementara waktu. Aku akan memastikan tidak ada yang bisa mengganggu kita,” tambah Riko.

Xania hanya tersenyum tipis, mencoba menyembunyikan kegelisahannya. Ia tahu bahwa setiap gerak-geriknya sedang diawasi oleh Riko. Ia harus berhati-hati dan tidak boleh membuat Riko curiga.

Setelah sarapan, Riko dan Xania mulai bersiap-siap untuk perjalanan. Riko mengunci semua pintu dan jendela, memastikan tidak ada jalan keluar bagi Xania. Ia ingin memastikan bahwa Xania benar-benar tidak bisa melarikan diri.

Sore harinya, mereka berangkat menuju bandara. Xania duduk di kursi penumpang, memandangi jalanan dengan tatapan kosong. Pikirannya penuh dengan berbagai kemungkinan dan skenario. Ia harus tetap tenang dan tidak boleh panik.

Sesampainya di bandara, Riko menggenggam tangan Xania dengan erat. “Ingat, jangan mencoba sesuatu yang bodoh. Aku akan selalu berada di dekatmu,” bisiknya dengan suara tegas.

Xania hanya mengangguk. Ia merasakan jantungnya berdegup kencang. Langkah demi langkah, mereka berjalan menuju gerbang keberangkatan. Di dalam kepalanya, Xania terus mengulang rencana pelariannya. Evan sudah menunggu di Jakarta, dan ia harus sampai di sana dengan selamat.

Saat mereka duduk di ruang tunggu, Xania berpura-pura sibuk dengan ponselnya. Ia mengirim pesan singkat kepada Evan, memberitahu bahwa mereka sudah di bandara dan akan segera berangkat.

“Kami sudah di sini. Tolong jemput aku di bandara Soekarno-Hatta. Jangan sampai terlambat.”

Evan membalas dengan cepat.

“Jangan khawatir. Aku akan ada di sana tepat waktu. Tetap tenang dan jangan buat Riko curiga.”

Xania menghela napas lega. Setidaknya, Evan sudah siap di Jakarta. Ia hanya perlu bertahan sedikit lagi.

Crazy ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang