Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, Xania yang masih sibuk dengan pekerjaan nya tidak menyadari bahwa sudah waktunya untuk pulang bagi semua karyawan, beberapa orang pun sudah meninggalkan meja kerja milik mereka masing-masing dengan keadaan rapih dan secepat mungkin kembali bergegas pulang.
Tidak terkecuali Evan, pria itu juga sudah dengan rapih menenteng tas kerja nya menuju ruangan Xania.
"Ayo pulang!"
"Sudah jam pulang kantor ini?" Dengan bingung Xania mengintip dibalik jendela yang terhubung ke ruangan semua karyawan yang bekerja disana.
"Kamu ini gimana sih, lihat semuanya sudah pada pulang cuma kamu aja yang masih bekerja." Evan yang lelah pun berlalu meninggalkan ruangan sang adik.
"Buruan! 15 menit Abang tunggu di parkiran, lewat semenit aja, Abang tinggal."
Xania yang mendengar pun panik dan bergegas merapikan meja kerja nya, lalu tidak lupa mengambil tas di atas meja tersebut lalu sesudah itu ia keluar dari sana dengan tergesa.
"Ck! Kebiasaan deh suka ninggalin gini" gerutu Xania di dalam hati.
"Lama, hampir Abang tinggal kamu" Sesampainya Xania di dalam mobil Evan dengan tajam menatap sang adik dan berucap dengan datar.
Evan tidak marah hanya saja dia sangat lelah dari pagi sudah harus meeting dan pekerjaan nya tadi menumpuk tiba-tiba saat selesai jam makan siang, beberapa karyawan juga bolak balik mendatangi nya untuk meminta tanda tangan sebuah berkas.
Xania tidak menganggap serius ucapan Evan, ia tau Abang nya sedang lelah karena biasanya Evan tidak pernah berbicara ketus kepada Xania, apalagi sampai menatap tajam.
Namun kadang kala ada momen seperti saat ini ya jelas karena Evan sedang kelelahan aja, gadis cantik itu memaklumi nya walaupun agak sedikit kesal dengan tingkah Evan.
Setibanya mereka di apartemen Evan dengan cuek memasuki kamar nya dan meninggalkan Xania, Xania hanya menatap sebentar lalu menuju ke dapur terlebih dahulu untuk mengambil minum.
Xania membuka kulkas dua pintu tersebut dan mengambil minuman dingin disana, sedari dulu Xania memang sangat menyukai minuman dingin makanya pas waktu Riko melarang nya dia sangat kesal.
"Eh, kenapa aku tiba-tiba memikirkan pria itu lagi?" gumam Xania setelah sadar apa yang dia pikirkan.
"Sudah lah aku mau mandi, supaya lebih fresh dan tidak berpikir macam-macam" sesudah itu Xania meletakkan gelas air putih dingin bekas minum ke wastafel tidak lupa mencuci gelas tersebut.
Xania beranjak menuju kamarnya. Langkahnya lembut, namun tegas, mencerminkan kepribadiannya yang selalu teratur dan penuh perencanaan. Ia menatap sekilas ke ruang tamu yang sudah sepi, memastikan semua dalam keadaan rapi sebelum akhirnya membuka pintu kamar dan masuk ke dalam.
Di dalam kamar, Xania segera menuju kamar mandi. Ia merasa perlu membersihkan diri sebelum tidur agar bisa beristirahat dengan nyaman. Air hangat dari shower mengalir membasahi tubuhnya, membawa rasa rileks yang sangat dibutuhkan setelah hari yang panjang. Ia menikmati setiap tetes air yang jatuh, membiarkan pikirannya melayang bebas tanpa beban.
Setelah mandi, Xania mengenakan piyama favoritnya dan berbaring di tempat tidur. Ia menarik selimut hingga ke dagu, merasakan kelembutan kain yang membelai kulitnya. Dalam beberapa menit, kelelahan akhirnya mengalahkan kesadarannya dan ia tertidur dengan nyenyak, siap menghadapi hari esok.
•••••••
Keesokan paginya, Xania bangun dengan semangat baru. Setelah menyiapkan sarapan ringan, ia turun ke lantai bawah di mana Evan, abangnya, sudah menunggunya.
Mereka memiliki kebiasaan berangkat kerja bersama jika tidak ada urusan yang mengharuskan mereka berangkat sendiri sendiri, sebuah rutinitas yang selalu memberi mereka kesempatan untuk berbagi cerita dan tawa.
"Pagi, Xania. Siap untuk hari ini?" tanya Evan dengan senyum hangat.
"Siap, Evan. Ayo berangkat," jawab Xania sambil menutup pintu rumah dengan hati-hati.
Perjalanan ke kantor diisi dengan obrolan ringan. Evan, dengan caranya yang santai, selalu tahu bagaimana membuat Xania merasa nyaman. Mereka berbicara tentang rencana akhir pekan dan proyek-proyek di kantor. Sesampainya di gedung kantor, matahari sudah mulai naik, menyinari lobi yang luas dengan cahaya keemasan.
Saat memasuki lobi, Xania melihat Alvaro, seorang rekan kerja yang kemarin menegur nya saat di kantin. Pria itu selalu tampak rapi dengan penampilan yang menarik. Ketika mata mereka bertemu, Alvaro menyapa dengan senyum lebar.
"Selamat pagi, Xania," sapa Alvaro dengan nada ramah.
Xania sedikit terkejut, namun segera membalas dengan senyum. "Selamat pagi, Alvaro."
Alvaro memandangnya sejenak, seolah ingin mengatakan sesuatu lebih, tetapi kemudian hanya mengangguk dan melangkah pergi. Xania berdiri sejenak, merenungkan momen singkat itu sebelum akhirnya berjalan menuju meja kerjanya.
*******
Halo readers, maaf ya aku lama update nya.
Sekarang segitu dulu ya nanti aku update lagi, ingetin ya guys suka lupa soalnya 🙏
Komen yang banyak readers 🤩👇
Jangan lupa bantu vote & follow juga share ke teman-teman kalian, bantu ramaikan cerita ini biar author semangat update nya💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Obsession
Romance"Mau, lari kemana lagi? Sudah ku bilang kau tidak akan pernah bisa lepas dari jangkauan ku sayang" senyum licik terlihat jelas di wajah yg tampan itu. "Kau, bisa gak Menjauhlah dari ku!" Gadis tersebut bergegas melarilan diri,ke sebuah tempat gang...