38

466 37 2
                                    

Pada akhirnya, Luo Binghe memutuskan untuk pergi ke area tebing di tanah iblis Utara. Keputusan ini bukan diambil dengan mudah, pertimbangan demi pertimbangan telah dipikirkan matang-matang. Tanah iblis Utara terkenal dengan kondisi alamnya yang keras dan penuh dengan makhluk-makhluk berbahaya, tapi sepertinya itu bukan masalah untuk ke-lima anaknya. Mereka berlima memiliki pengalaman bertarung paling banyak daripada anak Luo Binghe yang lainnya terutama Qingge dan Anhe, keduanya adalah petarung tipe penyerang yang membabi buta.

****

Perjalanan menuju tebing di tanah iblis Utara tidaklah mudah. Mereka harus melewati hutan-hutan lebat dan menghadapi beberapa makhluk-makhluk ganas. Namun, entah kenapa Luo Binghe malah merasa mereka seperti sedang pergi piknik. Lihat saja Luo Chuhe yang dengan santainya menuangkan teh susu ke dalam cangkir milik Zishu. Keduanya minum dengan tenang di atas tikar, dikelilingi oleh beberapa wadah kue kesukaan Zishu. Yang lebih parah lagi, Luo Binghe ikut duduk bersama mereka sambil memangku Zishu. Sementara itu, di depan mereka, Luo Qingge dan Luo Xue Ji dengan brutal membantai para monster aneh sambil saling berteriak dan saling menghina satu sama lain. Luo Anhe, dengan santai, ikut menghabisi monster-monster tersebut sambil berkata bahwa dia ingin menguji teknik barunya.

Tatapan Luo Binghe kemudian beralih kepada Yue Qi dan Mobei-Jun yang mengawasi ketiganya seperti seorang guru yang sedang mengevaluasi murid-muridnya. Di tengah kekacauan dan pertempuran di depannya, Luo Binghe merasa perasana yang aneh apalagi melihat Chuhe dan Zishu, keduanya seolah-olah mereka berada di dunia yang berbeda. Suara dentingan cangkir dan tawa kecil dari percakapan keduanya terasa begitu kontras dengan raungan monster dan suara senjaja yang saling beradu.

Dalam benaknya, Luo Binghe bertanya-tanya bagaimana dia bisa merasa begitu nyaman di tengah kekacauan. Sementara itu, Zishu yang berada di pangkuannya, tampak menikmati setiap gigitan kue dan setiap tegukan teh susunya, dengan sesekali Luo Binghe menyeka mulut kecilnya.

Perjalanan Luo Binghe dan anak-anaknya berlangsung dengan sangat lancar, bahkan terlalu lancar hingga mereka tiba di tujuan mereka lebih cepat dari yang mereka perkirakan. Saat mereka tiba di tebing yang dimaksud, pemandangan yang menakjubkan terbentang di depan mata mereka. Tebing-tebing tinggi menjulang dengan formasi batuan yang unik, dihiasi oleh gemerlap cahaya matahari yang terpantul di permukaan bebatuan.

Namun, keadaan di dalam tebing tersebut berbanding terbalik dengan kecerahan di luar. Di dalam tebing, suasananya sangat gelap, seolah-olah cahaya matahari tidak mampu menembus masuk. Setiap sudut dipenuhi oleh kegelapan pekat, membuat siapa pun yang berada di sana merasa seakan-akan ditelan oleh bayang-bayang. Suara gemerisik air yang menetes dari celah-celah batu menambah kesan misterius dan menyeramkan. Aroma lembab dan dingin menyelimuti seluruh area tebing, mengingatkan akan kehadiran waktu yang seolah berhenti di dalam tebing tersebut.

"Saya tidak tahu ada tebing seperti ini di Tanah Iblis Utara." gunam Mobei-Jun.

"Begitu gelap, seolah cahaya tidak sanggup masuk ke dalamnya." Ujar Luo Chuhe.

Xue Ji menelan ludah, entah kenapa hatinya menjadi gugup, "Apakah kita benar-benar akan masuk?" tanyanya dengan nada ragu.

Luo Chuhe menatap ke dalam tebing itu dengan pandangan tegas. "Kita sudah sampai sejauh ini, Xue Ji," jawabnya dengan suara mantap. "Tidak ada jalan untuk mundur sekarang. Kita harus menemukan jawaban di dalam sana." Xue Ji menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Ia tahu bahwa perjalanan ini penting.

"Ayo." ucap Luo Binghe

Dengan langkah perlahan, Luo Binghe mulai memasuki tebing dengan api yang menyala ditangan kanannya. Cahaya dari api tersebut menyorot wajah dan jalan di depannya. Di samping Luo Binghe, ada Yue Qi berjalan dengan hati-hati dan pandangannya tajam mengawasi setiap sudut.

Di belakang mereka, Luo Chuhe menggendong Zishu dengan penuh kehati-hatian, memastikan agar anak kecil itu merasa aman dalam pelukannya. Xue Ji berjalan di samping mereka, tatapannya penuh perhatian dan waspada, seolah siap menghadapi segala kemungkinan.

Kemudian, Qingge dan Anhe mengikuti dengan langkah yang mantap. Terakhir, Mobei-jun menutup barisan, matanya yang tajam menyapu sekeliling, memastikan tidak ada bahaya yang mengancam dari belakang.

Mereka terus berjalan dengan hati-hati. Tiba-tiba, tanpa peringatan, ratusan anak panah meluncur dari arah dinding tebing, menghujani mereka dengan kecepatan mematikan. Dengan refleks yang terlatih, Qingge dan Anhe bergerak maju terlebih dahulu. Mereka mengangkat senjata mereka dan dengan cekatan menangkis setiap anak panah yang mendekat. Dentingan logam yang berbenturan dengan anak panah terdengar bertubi-tubi, menciptakan simfoni pertempuran yang memekakkan telinga.

Tiba-tiba, sebuah jaring besar jatuh dari atas, berusaha memerangkap mereka. Yue Qi, dengan tatapan tajam dan gerakan cepat seperti kilat, langsung menghunus pedangnya. Dengan satu tebasan kuat, jaring itu terbelah menjadi dua, jatuh tak berdaya di tanah. Yue Qi menatap sekeliling dengan mata waspada, mencari ancaman lain yang mungkin muncul dari bayang-bayang kegelapan.

"Sial, panah aneh apa itu," kata Qingge dengan suara kesal, menahan napasnya yang masih terengah-engah.

Anhe mengangguk, menyeka keringat dari dahinya. "Mereka tidak akan berhenti sampai kita jatuh," tambahnya dengan nada serius. Itu karena anak panah yang mereka tangkis tidak jatuh begitu saja tapi langsung berbalik arah kembali menyerang mereka bertubi-tubi. Anak panah itu takkan berhenti sampai mereka bisa memotongnya menjadi dua.

"Apa aku perlu membantu?" tanya Xue Ji.

"Tak perlu, Aku akan menghabisi panah-panah sialan ini," jawab Qingge sambil terus memotong setiap anak panah yang datang ke arahnya. 

Sementara Luo Binghe memperhatikan setiap asal anak panah yang diluncurkan. Begitu dia menemukan asal anak panah, tanpa ragu, Luo Binghe melangkah maju, lalu dengan satu gerakan kuat, dia menebas, mengirimkan serangannya dengan kekuatan yang cukup untuk menjebol dinding tebing asal panah-panah itu, seketika panah-panah itu berhenti keluar. Sehingga Qingge dan Anhe dapat fokus menjatuhkan anak panah yang masih menyerang mereka tanpa khawatir dengan anak panah baru yang keluar menyerang.

Green JadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang