40

513 48 7
                                    

Langkah kaki anak-anak Luo Binghe terdengar mantap dan penuh keyakinan, tanpa rasa takut sedikit pun. Mereka terus mengayunkan senjata mereka, membunuh apa saja yang menghalangi jalan di depan mereka. Mereka semakin mendekat ke arah posisi ibu mereka masing-masing. Jantung mereka berdebar kencang, darah mereka berdesir cepat, tetapi tekad mereka sudah bulat, tidak ada keraguan dalam setiap ayunan senjata.

Luo Qingge adalah yang pertama tiba di hadapan ibunya. Dia berdiri dengan pedang teracung, menodongkannya langsung ke ibu kandungnya sendiri. Ia berdiri tegak dengan wajah dingin di depan ibunya, yang sedang tersenyum aneh.

"Qingge, kau di sini?" tanya sang ibu, Liu Mingyan, dengan suara lembut yang terdengar begitu akrab. Namun, ada sesuatu yang berbeda di sana, sesuatu yang membuat kulit Luo Qingge merinding.

"Ibu," Luo Qingge menelan ludah. Tangannya menggenggam pedangnya semakin erat. 

"Aku tahu kau bukan ibuku."

Sejenak, suasana di sekitar mereka terasa begitu hening. Lalu, tiba-tiba, wajah ibunya berubah menjadi ekspresi marah yang mengerikan, dan seketika tubuhnya berubah menjadi bayangan gelap yang mengancam. Qingge tahu ini adalah momen yang harus dihadapinya. Namun, sebuah senyuman justru terbit di bibirnya.

Pertarungan pun dimulai. 

Luo Qingge mengayunkan pedangnya, berusaha melindungi dirinya dari serangan bayangan ibunya sendiri. 

Slashh..

Pedang Luo Qingge mencoba menebas ke arah bayangan Liu Mingyan, mencoba memberikan serangan baik. Suasana yang tadinya seolah hening bagi Luo Qingge, kembali terdengar ramai. Di sisi lainnya, ia bisa mendengar  mendengar suara keras benturan, tanda bahwa saudara-saudaranya juga tengah bertarung dengan ilusi yang sama.

Mereka semua tahu bahwa ini bukan hanya tentang membunuh bayangan ibu mereka sendiri. Ini adalah tentang mematahkan ilusi, menghancurkan belenggu yang telah menahan mereka. Setiap kali mereka mengayunkan senjata, setiap kali mereka bertahan dari serangan, mereka semakin dekat dengan kebebasan.

Suara angin yang terdengar saat menyapu sekitar. Luo Anhe yang juga ikut bertarung, sekarang berdiri di depan mayat ibunya, bulir keringat terus mengalir melewati pelipisnya, nafasnya juga terengah-engah. Pertarungan Anhe dan ilusi ibunya ternyata cukup menyita energinya. Itu hanyalah bayangan, namun begitu kuat. Padahal Anhe merasa yakin dia bisa mengelahkan ibunya dengan mudah di dunia nyata, ibunya yang sebenarnya dan bukan ilusi yang baru saja dia kalahkan. Anhe manatap ke arah mayat dari bayangan ibunya yang perlahan menghilang, tersapu menjadi debu. Dia juga menatap sekelilingnya, dan yang sama juga terjadi pada mayat para ibu dari saudara-saudaranya.

"Kita berhasil," bisiknya pelan, keringat lagi menetes di pipinya. 

Tak. Tak. Tak.

Terdengar suara langkah-langkah yang mendekat. Mobei-Jun, Luo Chuhe dan Luo Zishu muncul, menatap bangga pada saudara-saudaranya. Seringat tipis muncul di bibir Luo Chuhe, begitu melihat  saudara-saudaranya telah memenangkan pertarungan. 

"Sepertinya sudah selesai."

Suara Luo Binghe mengalihkan perhatian semua orang. Dengan santai, Luo Binghe menyeka darah dari pedangnya. Namun, yang menakutkan adalah seluruh tubuh dan pakaiannya penuh dengan cipratan darah. Mata merah Luo Binghe yang tajam seolah memperlihatkan bahwa dia adalah predator yang baru saja menikmati rasanya berburu.

Glup.

Anak-anak Luo Binghe tanpa sadar menelan ludah mereka. Sejenak mereka kembali ingat tentang siapa sebenarnya ayah mereka ini. Mereka memang mendengar tentang kekuatan Luo Binghe dan bagaimana dia bertarung. Namun meyaksikannya secara langsung ketika sang ayah selesai bertarung memberi mereka perasaan berbeda.

Green JadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang