24. An unavoidable Fact

1.1K 127 16
                                    

Itu ngapa ku buat nomornya 20, 21, abis itu 20, 21 lagi wkkw. Typonya.

_-_-_-_

Keduanya saling bertatapan. Satunya dengan tatapan senang, tapi satunya dengan tatapan kaget, heran, dan takut. Padahal baru saja dirinya siuman, harus diherankan akan wajahnya yang ada di depan nya. Walaupun dokternya, yaitu Tuan Seo, telah menjelaskan tentang apa yang terjadi pada mereka berdua.

"Tapi tenang, kalian bakal bisa balik lagi kok. Saya sedang mengembangkan transmigrasi machine, itu saya buat khusus buat kalian."

Disini Sooji jiwa Bona masih tetap dipanggil Sooji. Dirinya menghela napas. Lalu bertanya, "Jadi gue manggil Lo apa?"

"Lah, gimana sih? Gue dalam tubuh Lo, ya panggil aja Bona sih, susah banget." Sungut seseorang yang ada di atas brankar.

"Iya iya, sewot amat, umur tuaan gue juga."

"Tapi kan kita tukeran, jadi gak perlu manggil kakak kakak segala lah. Aneh. Ayah juga kenapa gak pernah bilang gue punya kakak.." sewotnya.

"Gak usah merasa tersakiti deh, lu gue pijek-pijek ya ampe mungil!"

"Dasar tua!"

"Heh, dasar gak sopan!"

Tuan Seo hanya menatap datar keduanya yang malah bertengkar. Laki-laki paruh baya itu memijat kening nya.

_-_-_-_-_

A

sap mengepul ke udara, berasal dari rokok yang terjepit di antara telunjuk dan jari tengah. Matanya tertuju pada foto yang di tempel di depannya.

"Dayeon, Sooji ilang lagi. Padahal kita udah sering ajak dia ke sini. Tapi dia menghindar."

Dayeon seseorang yang merokok itu, kembali menghembuskan asap dari mulut nya. "Eunbyeol, gue juga tau dia ngehindar dari kita."

"Ini gara-gara Harin, dia mulai gak fokus sama Pyramid Game. Sooji mencuci otak Harin!" Dengus Eunbyeol sambil bersandar pada sofa.

Dayeon mematikan rokoknya pada asbak. "Punya ide gak Lo, buat Sooji."

Eunbyeol tampak berpikir, dan tiba-tiba terjentik satu cara di kepalanya. "Ya, gue punya ide."

Dengan senyuman miring dari Dayeon menatap foto Sooji di depannya.

_-_-_-_-_

Sooji melangkah lesu ke arah Do ah yang sedang menunggu nya di depan lobby rumah sakit. Sejak tadi dirinya sedang tidak bersemangat, padahal sang adik baru saja siuman. Karena apa dirinya tak bersemangat? Tentu karena sang adik yang masih sebal dengan keberadaan dirinya.

"Adiknya baru aja siuman, kok gak semangat sih? Kemarin-kemarin aja, jenguk terus," ejek Do ah, saat Sooji sudah di depannya.

"Ah berisik, lu Do ah." Sooji memanyunkan bibirnya dan menatap ke bawah.

Do ah merangkul bahu Sooji, mengusapnya pelan. "Kasih dia waktu, ini tiba-tiba banget bagi dia, kan? Waktu itu Lo juga kaget, kan?"

Sooji melirik Do ah yang merangkul nya, "iya. Gue tau Do ah, cuman agak sedih ama sakit aja gitu."

"Mending pulang dulu kita, ya?" Doah menarik lengan Sooji pelan.

"Katanya temen, kok mesra banget. Mana depan rumah sakit."

Suara itu membuat Sooji menegang dan menoleh ke sumber suara, yang asalnya dari belakang. Tentu Do ah juga kaget, dan khawatir jika gadis itu mendengar mengenai pembicaraan mereka tadi.

"Harin," gumam Sooji.

"Temen? Lo bilang ini temen? Lo juga Doah, udah tau Sooji punya gue, lo masih mau embat? Hebat banget!" Tudung Harin kesal.

Gadis itu mengepalkan tangannya, dan menatap tajam Sooji.

"Bukan, bukan gitu, Harin. Ini bukan kayak yang kamu bayangin!" Sanggah Sooji. Tangannya menepis Do ah.

Entah mengapa dirinya khawatir akan hubungan Harin dengan 'Sooji asli' akan pecah. Harin mengangkat tangannya, mengisyaratkan untuk Sooji berhenti.

"Cukup. Kayak nya kita butuh break, Ji. Aku capek."

Tiba-tiba dari belakang seorang gadis berambut pendek, dengan tangan kirinya yang diperban, tangan kanannya merangkul pinggang Harin.

"Sayang, ada apa?"

Do ah melirik Sooji yang membeku. Harin tampak panik dan menepis pelan tangan itu.

"Shim Eunjung, jangan kayak gini.." gumam Harin pada Eunjung.

Doah dapat merasakan aura aneh dari Sooji, tanpa banyak kata gadis itu berbalik dan menjauhi mereka.

"Gue.  Gue pergi dulu ya, Rin." Pamit Do ah yang berlari mengejar Sooji.

Harin menyernyit dan ingin ikut mengejar, tapi tangannya ditahan oleh Eunjung.

"Lo gak boleh pergi, ntar orang tua gue curiga, Rin." Tahan Eunjung.

"Tapi, Eunjung! Dia.. dia pacar gue!"

Eunjung menatap tajam Harin, "gue gak mau orang tua gue marah sama gue, Rin!"

Harin akhirnya menepis kasar tangan kanan Eunjung. Dan mengepalkan tangannya.

"Lo pecundang bajingan, ya gak mau ambil langkah buat pacar Lo sendiri." Harin terkekeh mengejek, "gue kasian sama Yerim, pacar nya gak bisa berjuang buat dia. Bahkan ngebohongin dia dari awal pacaran."

"Berisik! Jaga omongan Lo, Rin!"

"Itu fakta, Shim." Harin melangkah mundur lalu berbalik menjauh dari Shim Eunjung.

Eunjung mengerang kesal.

Just You and Me [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang